Chereads / THE CURSED ROOM [CONTINUE STORY pt 1] / Chapter 12 - Chapter #11

Chapter 12 - Chapter #11

SEBELUM MEMBACA BAB BARU PERLU DIPERHATIKAN:

𝗠𝘂𝗻𝗴𝗸𝗶𝗻 𝗯𝗮𝗯 𝗶𝗻𝗶 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗰𝗼𝗰𝗼𝗸 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗱𝗶𝗯𝗮𝗰𝗮 𝗱𝗶𝘂𝘀𝗶𝗮 𝟭𝟯 𝘁𝗮𝗵𝘂𝗻 𝗸𝗲𝗯𝗮𝘄𝗮𝗵. Karena bab ini mengandung sedikit aksi kekerasan dan di khawatirkan menyebabkan seseorang merasa tidak nyaman, dan meniru aksi-aksi yang tidak sewajarnya untuk dilakukan.

𝗦𝗲𝗸𝗮𝗹𝗶 𝗹𝗮𝗴𝗶 𝗱𝗶 𝗶𝗻𝗴𝗮𝘁𝗸𝗮𝗻, 𝗯𝗮𝗯 𝗶𝗻𝗶 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻𝗱𝘂𝗻𝗴 𝗸𝗲𝗸𝗲𝗿𝗮𝘀𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗰𝗼𝗰𝗼𝗸 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗱𝗶 𝗯𝗮𝗰𝗮 𝟭𝟯 𝘁𝗮𝗵𝘂𝗻 𝗸𝗲𝗯𝗮𝘄𝗮𝗵!

***

Dilihatnya diruangan itu tidak ada apa-apa. Emma jadi tidak enak karena ia merasa telah berbohong kepadanya. Juga Peter beranggapan bahwa Emma hanya bermain-main dengannya.

"Yang benar saja?, Tapi aku tidak melihat ada sesuatu yang aneh"

Emma tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ruangan tersebut bersih, catnya masih bagus dan tidak ada plafon yang bocor.

"Ini, ini... Aneh!"

"Kemarin aku terjebak disini, ditempat ini!, Aku mendengar suara Aneh disini! Dan aku merasakan ada tetesan darah dari plafon ruangan ini!" Seketika Emma menangis karena ia merasa dirinya sudah gila.

"Hey, Aku percaya padamu. tapi, sekarang kamu lihatkan? tidak ada apapun sekarang diruangan ini. Iya kan?" Sambil menenangkan perasaan Emma.

Emma merasa memang sangat nyata, tapi Peter tidak mempercayainya karena tidak memiliki bukti.

"Ngomong-ngomong Dua hari lagi, akan segera musim panas aku harap perasaanmu sedikit membaik Emma! Cerialah!"

"Baiklah Terimakasih Peter aku mengerti"

Perkataannya tidak membantu menenangkan perasaannya. Memang setiap orang pasti tidak akan percaya tanpa adanya bukti yang nyata.

"Tapi, Aku harap aku bisa memberikan bukti kepadamu"

Peter tersentak mendengar Emma bilang barusan "Baiklah, bagaimana jika orang tuamu belum datang, kamu telpon saja aku."

"Oke Bolehkah aku meminta nomor telepon milikmu?"

"Tentu! Ambilah!" Sambil memberikan secarik kertas yang berisi nomer teleponnya.

"Telpon aku ya"

"Baiklah terimakasih ya"

"Terimakasih kembali telah mengizinkan aku berkunjung juga ke rumahmu!"

"Sama-sama"

"Oh iya Emma, aku pamit untuk pulang ya, sekali lagi terimakasih telah mengizinkan aku berkunjung, dan jangan lupa untuk menelponku jika terjadi sesuatu padamu. Aku akan datang"

"Oh iya, Peter. Selamat tinggal!"

"Selamat tinggal!"

Kemudian Peter pergi meninggalkan Emma, dan menaiki mobilnya.

"Hati-hati!" Katanya berteriak di jendela ruangan itu.

Kemudian Emma menutup jendela itu. Emma sudah mempercayai satu orang teman di kelasnya yaitu Peter.

Ia merasa agak sedikit membaik karena kedatangan Peter. Ini adalah momen pertama kalinya kedatangan tamu di rumah barunya. Biarpun waktunya hanya sebentar, tetapi ia sangat menghargai waktu tersebut.

Emma mengambil jalan langkah kakinya untuk pergi. Saat ingin keluar dari ruangan itu, Tak lama Emma melihat sebuah musik box di sudut. Ia heran kenapa ada mainan anak kecil tergeletak. Tanpa banyak melamun, Emma langsung mengambil musik box itu.

"Milik siapa ini ya?" Tanyanya karena bingung.

Ia melihat benda itu, seingatnya ia tak pernah membawa mainan musik box miliknya di dalam koper waktu itu. Lantas karena penasaran, ia langsung memutar alat musik tersebut. Ada sebuah penari balet yang berputar di atasnya.

Musiknya berjudul "Little star" sedang dimainkan.

"Ini lagu tidur untuk anak bayi! Wah Mungkin pernah ada bayi di ruangan ini!"

Saat putaran ketiga lagu little star dimainkan, sesuatu aneh mulai terjadi.

Di musik box tersebut ada cermin yang memperlihatkan wajah kita. Bayang-bayang di cermin itu seperti wujud anak kecil dan seketika berubah menjadi monster, kemudian terus berubah-ubah seiring putaran.

Kepalanya Emma perlahan menoleh ke belakang dengan perasaan yang tidak enak.

Saat ia menoleh, tidak ada siapapun dibelakangnya. Kemudian Emma pikir itu hanya sebatas halusinasinya saja. Ia sekarang tidak percaya lagi apa yang barusan dilihatnya.

"Mungkin aku sedang berhalusinasi tadi"

Emma kemudian keluar dari ruangan tersebut dan menguncinya. Tapi ia membawa musik box tersebut di tangannya, dan dimasukkan ke dalam sakunya.

Karena perutnya keroncongan, ia ingin makan siang terlebih dahulu karena sehabis makan ia akan pergi tidur.

Lalu Emma berjalan ke lantai bawah menggunakan tangga rumahnya.

Beberapa saat kemudian, Emma membuka lemari makanan, dan ia hanya melihat dua potong roti dan satu toples selai nanas Didalamnya.

"Syukurlah ada roti!"

Kemudian ia mengolesi roti itu dengan selai dan menggeret bangku ke arah jendela dapurnya yang terlihat pemandangan pepohonan yang hijau.

"Aku harap musim panas tahun ini, akan menjadi musim panas terbaik di lingkungan baru!" Ucapannya penuh harapan untuk musim panas mendatang.

Ia melihat pepohonan hijau tertiup angin, dan ber udara segar. Ia menjadi terpesona melihat pepohonan rindang didepannya itu.

"Emma, Emma!" Teriakan di kepalanya dan seketika pikirannya terpokus kepada hal-hal aneh. Ia melihat jasad anak perempuan yang dibunuh oleh pria itu dalam keadaan yang tak wajar.

Ia terjebak lagi di ingatan buruknya. Lagi-lagi ia hampir kehilangan kesadarannya.

"Ayah, aku menyayangimu" suara anak kecil terbesit di pikiran dan terdengar di telinganya. Kemudian bayang bayang di pikirannya terlihat anak sedang bermain. Berselang waktu kemudian, ia melihat berada dalam kamar dan ada dua orang berteriak minta tolong.

"Toloooong kami." Seseorang perempuan yang berteriak.

Kemudian teriakannya sudah tidak terdengar lagi. Karena mungkin karena ia sedang berteriak suaranya jadi habis.

"Tidakkk" teriaknya karena panik dan Grace yang melihat semua kejadiannya. Kemudian ada suara pelatuk senapan yang ditarik, Dan suara Grace itu berhenti.

Suara air mengalir dari kamar terdengar di benak pikirannya Emma.

Ternyata yang mengalir itu bukanlah air, yaitu darah.

Dia secara tak langsung ia melihat jenazah yang mengenaskan itu, Tara dengan keadaan lidah terjulur dan kedua matanya yang melirik ke atas. Grace dengan keadaan enam peluru yang masuk dan darah yang mengalir dari punggungnya.

Emma berteriak sambil memegang kedua telinganya karena ketakutan.

"Jangaaaaaaaaannn!"

Jantungnya berdebar-debar, ia tak kuat lagi melihat masa lalu yang kelam di rumah itu. Ia benar-benar ketakutan, ia merasa ada yang telah mengancamnya untuk tidak tinggal lagi disini.

"Aku tidak betah lagi tinggal di sini!" ia berteriak sambil menangis terpojok di sudut dapurnya.

Ia menangis karena ia telah menghuni rumah yang salah. Air matanya mengalir hingga membasahi lengannya karena kepalanya menunduk.

Mungkin takdirnya Emma terlahir dengan anak indigo yang bisa melihat masa lalu dan masa depan. dan memiliki kemampuan diatas manusia rata-rata.