Chapter 4 - Chapter #4

Untuk pertama kalinya Emma berangkat bersama teman barunya untuk hari ini. Mobil yang sedang berjalan berangkat ke sekolah.

Emma merasa bahwa, oh beginilah rasanya menjadi perempuan remaja. Dia adalah remaja yang menginjak usia 17 tahun. Remaja perempuan yang manis dan sedikit malas kata ibunya sendiri yang bilang.

Emma duduk di kursi belakang sendirian dan kedua temannya yaitu Kate dan Roxanne duduk didepan. Roxanne yang menyetir mobil, mobil yang sedang dikendarai adalah milik Roxanne.

Emma terdiam dibelakang sendirian sambil memandangi pemandangan diluar dari gerbang rumahnya yang terdapat hutan pohon ek yang tidak terlalu jauh dari jalan raya didepan sana.

Pupil mata cokelat terangnya Emma melihat pepohonan yang hijau dan sejuk untuk dipandang. Mungkin rasanya melihat daun seperti zamrud hijau yang menggantung di dahan pohon-pohon.

Saat matanya Emma memandang hijaunya alam, tiba-tiba selintas ada seseorang yang berdiri mematung di depan pandangannya. Mata yang hitam, tubuh yang jenjang, dan rambut yang tidak terurai.

Emma seketika tersentak dan terkejut apa yang dilihatnya tadi. Dia berusaha untuk ber positive thinking atau yang disebut juga berpikir positif, dan menganggap bahwa itu hanyalah halusinasinya semata.

Kepalanya Kate melihat kebelakang dan melihat Emma yang wajahnya seketika pucat "Ada masalah kawan?" Tanya Kate.

Emma senyum tipis "Tidak ada, teruslah melihat kedepan"

Emma berusaha untuk tidak memberitahu apa yang ia lihat ke temannya, ia takut suasananya akan berubah menjadi menakutkan. Tapi respon tubuhnya tidak bisa dibohongi, dengan wajah pucat, keringat dingin dan cemas berlebihan.

Emma berusaha melupakan apa yang dilihatnya barusan. Beberapa menit kemudian. Sesampainya mereka di sekolah Hoisington high school belum berbunyi bel masuk kelas.

Akhirnya mereka tiba di sekolah sebelum bel masuk berbunyi. Satu persatu keluar dari mobil dan bersiap untuk bergegas ke sekolah.

Emma tersenyum "Kita lebih dulu sampai di sini!"

Kate dan Roxanne balas senyum pada Emma.

"Ya, akhirnya" kata Roxanne.

Mereka semua berjalan ke kelas. Bisik suara orang memanggil dirinya dari dibelakang "Emma!, Emma!".

Mendengar suara bisik di telinganya, tubuhnya Emma seketika merasakan keringat dingin, panik dan bulu kuduknya berdiri. Dia melanjutkan berjalan ke kelas dan tidak menghiraukannya.

Tiba-tiba seseorang dari mencekal tangannya. Seketika, Langkahnya terhenti dan kepalanya menengok kebelakang. Pikirannya sudah negatif, dia mencoba menenangkan dirinya.

Ternyata yang ia lihat menggunakan mata kepalanya sendiri adalah mahluk bermata hitam yang ia lihat diperjalanan menuju sekolah tadi "Pergi dariku! Jangan dekati aku! Kumohon!" Katanya panik dan melepaskan cekalan tangan di sikunya Emma.

Emma panik dan ketakutan kemudian berteriak menyuruhnya untuk tidak mengikutinya lagi.

"Emma tenang! Ini aku Kate! Apa yang barusan kamu lihat hah?"

Emma bernafas lega ternyata itu adalah temannya "Kate syukurlah itu kamu!, Maafkan aku ya... Sudah meneriakimu"

"Tidak perlu minta maaf, itu hanya kesalahan kecil, dan apa yang barusan ada dipikiranmu? Dan kau ini menganggap aku apa?"

"Maaf sebelumnya, di dalam pikiranku aku melihat sesosok orang bermata hitam perempuan, dia selalu mengikutiku kemana pun aku pergi, dan aku pikir kamu adalah dia!" katanya.

"Sekarang, apakah kamu merasa bahwa dia sedang mengikutimu?" Tanya Kate penasaran.

"Kurasa dia hanya memata-matai ku sekarang ini" katanya.

"Ya sudahlah mungkin ini hanya halusinasimu saja, oh iya ngomong-ngomong, kalau kamu ingin ke kelas duluan saja ya, aku ingin mengambil buku matematika milikku di ruangan loker, sampai nanti jangan menungguku"

"Baiklah, sampai nanti!" Mereka berdua pun berpisah.

Emma pun melanjutkan langkahnya untuk pergi ke kelas. Sesampainya didepan pintu kelas, dia melihat ke dalamnya karena pintunya sedang terbuka lebar.

Tak ada seorangpun yang sudah datang, kelas masih sepi dan hening, dan hanya beberapa guru mungkin sudah hadir di kantor mereka.

Respon tubuhnya Emma baru menyadari, dimana Roxanne, dia menghilang ketika sudah memasuki koridor sekolah. Ia ingin mencari Roxanne, Tapi ia menaruh ranselnya dulu di kursi tempat dia duduk di kelasnya.

Niatnya ia ingin mencari temannya Roxanne dan menghampiri Kate, karena dikelasnya masih sangat sepi.

Suasana hening tanpa suara, Hanya ada suara angin yang berhembus di jendela kelasnya. Hanya dia seorang diri dikelasnya. Ini bagai sedang bermain horor di konsol sendirian. Emma memutuskan berjalan menuju ke koridor dan misinya adalah mencari Kate dan Roxanne.

Emma lari kecil untuk segera menjumpai temannya "Kenapa mereka belum datang juga?". Sepuluh menit kemudian, dia sampai di ruangan penyimpanan loker murid.

Ternyata murid-murid sekolah sudah ada yang berdatangan dan sebagian murid menuju ke kelasnya masing-masing.

Emma tahu itu hal baik untuk dilakukannya, yaitu menemukan Roxanne dan Kate. Di tengah keramaian, pandangan matanya melihat ke orang satu persatu.

Untuk bermenit-menit dia hampir putus asa karena tidak menemukannya, dan seketika matanya melihat Kate dan Roxanne masuk kedalam toilet di sekolahnya.

Tanpa pikir panjang, Emma langsung menghampirinya. Ia merasakan sesuatu tidak enak yang dirasakannya oleh dirinya. Dia melangkah mendekati pintu toilet murid. "Clekk" gagang pintu yang di buka olehnya. Kemudian mendorong pintunya agar bisa masuk kedalamnya. "Halo Kate?, Roxanne? Apakah kalian disini?" Tanya Emma untuk memastikan suara temannya berada disisinya.

Dan meyakinkan diri bahwa yang dilihatnya adalah benar-benar Kate dan Roxanne sungguhan bukan khayalannya semata.

Tak terdengar suara siapapun yang menjawabnya, dia terus mengulangi pertanyaannya lagi. Sambil menunggu mereka keluar dari klosetnya dia berdiri menghadap cermin yang di bawahnya wastafel dan memandangi dirinya. Sambil menarik nafas, dia merapikan poninya dan mencuci mukanya di wastafel.

Kemudian dia mengeringkan wajahnya menggunakan bajunya sendiri. Kemudian melihat dia wajahnya lagi di cermin. Cermin kamar mandi tiba-tiba berembun, tadinya cermin tersebut jernih dan tiba-tiba saja jadi berembun.

Karena hal itu sedikit mengganggunya, dia nekat menggosokkan tangannya ke cermin di toilet untuk menghilangkan embun-embun nya. Selesai di bersihkan olehnya, Tiba-tiba di pantulan cermin terlihat seorang pemuda yang dilihat oleh Emma sebelumnya saat sedang perjalanan naik mobil.

"Tidak mungkin itu dia!"

Dia menengok ke belakang, tidak ada siapapun di belakangnya. Kemudian dia menggosokkan lagi tangannya di cermin. Tidak ada pengaruhnya di cermin tersebut.

Dia mencoba menggosok nya berulang kali, tetapi tetap hasilnya sama saja. Berulang kali ia mencobanya. Pemuda yang dipantulan cermin menatap Emma terus menerus dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.

Seketika Emma memberanikan diri membalik badan dan menatap balik sosok pemuda itu.

"Ku harap itu hanya halusinasiku saja!"

Saat tubuhnya sudah memutar kebelakang, dilihatnya tak ada seorangpun yang berada dekatnya. Emma bisa bernafas lega, karena dia menganggap itu halunya.

Dan Emma ingin kembali mengaca lagi di cermin, dan pergi ke kelas untuk belajar. Dia memutar tubuhnya lagi ke arah semula.

Cermin itu berembun lagi, dan ia menggosoknya lagi menggunakan tangan.

Sosok itu sekarang lebih dekat dan terlihat jelas. Seperti mereka sedang tatap menatap. Dia memutar lagi leher dan kepalanya untuk menengok keadaannya lagi. Tidak ada orang lagi yang bersamanya.

Suasana yang tadinya tenang seketika menjadi mencekam. Seperti sedang menonton film horor sendirian dirumah di malam hari. Gemetar tubuh Emma dan melihat lagi ke cermin.

"AKU AKAN MENDAPATKANMU, TAPI TIDAK HARI INI" Sosok itu mengejutkan Emma, dan membuat detak jantungnya Emma hampir terhenti saking kagetnya.

Suara keras itu seperti meneriaki di depan gendang telinganya. Emma spontan menjerit-jerit dan menangis.

"Menjauhlah dariku!" Sambil menangis.

Anehnya tadi orang ramai berdatangan di tempat loker yang tak jauh didekat toilet murid. Tetapi, Tak ada seorang pun yang mendengar jeritannya.