"Baik buruknya seseorang sebenarnya tentang presepsi dirimu sendiri, tak peduli seburuk apapun orang itu, selama kau menyukainya hati kecilmu akan mengatakan 'Dia adalah orang baik"
Semilir angin sejuk menerpa wajahku dan Ishiki yang sedang berjalan berdampingan, Ishiki sedikit berbicara padaku, jujur aku tak begitu memperhatikannya, lalu terbesit dihatiku.
Hey apa ini akan terus berlanjut sampe satu minggu? Huuh...
Yuuki duduk di ruang tamu sambil menonton TV saat aku sampai dirumah.
"Kaka dari mana? Kok pulangnya lama?" Tanyanya yang masih fokus dengan TV.
"Tadi Rainata dan Ishiki dikit minta saran buat belajar," jawabku sambil berjalan kearahnya lalu duduk di sampingnya.
"Ngomong-ngomong temen mu gimana?" Sambungku yang berjalan kearahnya dan duduk disofa itu juga.
"Ahh..mereka udah bisa ngobrol kaya biasa kok ka, makasih ya, ini berkat kaka," katanya yang kembali menyenderkan kepalanya ke bahu kiriku.
"Emang aku ngapain? kan kau sendiri yang kasi mereka jawaban waktu itu, hey Yuuki lama kelamaan kau jadi ngeselin," kataku sambil berdiri lalu berjalan ke kamarku.
Hari terus berganti, waktu istirahat berhargaku harus ku habiskan untuk mengajari Ryuga, waktu main game ku kuserahkan pada Ishiki dan Rainata, hingga tanpa sadar, satu minggu bergulir.
Senin, hari ini adalah hari remedial di kelasku, sebenarnya aku tak mengajari mereka apapun, tapi aku berharap aku sudah dapat membantu mereka, ada beberapa anak lain yang ikut remed, tapi siapa saja mereka, aku nggak kenal, jika aku nggak kenal sama mereka berarti mereka emang nggak penting di kehidupanku.
Lagi-lagi sekolah yang membosankan, orang-orang mulai pergi secara bertahap. Lalu malampun terasa sangat singkat.
Paginya, aku mulai kembali menjalani rutinitas pagiku, dari mandi, sarapan, lalu berangkat bersama Yuuki dan Ishiki lalu bertemu dengan Rainata.
Jarak sekolah dan rumahku sebenarnya tak jauh, jadi aku menolak saat ayah ingin membelikanku sepeda, seperti biasanya kami berjalan di torotoar jalan raya lalu saat dipertigaan kami berpisah dengan Yuuki.
Saat itu aku berjalan bersama Ishiki dibelakang Yuuki dan Rainata.
"Kayanya kami bakal ikut turnamen Volly lagi," kata Ishiki.
"Oohh.." reaksiku datar, mencoba tak peduli.
Banyak hal yang dia bicarakan saat itu, aku hanya mencoba untuk mendengarkannya.
Tak terasa Yuuki dan Rainata berjalan cukup jauh di depan kami, mereka berdua sampai lebih dulu dipertigaan, Yuuki melambaikan tangannya kearahku dan Ishiki, lalu Ishiki membalas lambaiannya.
Tiba-tiba mobil van datang dari arah kanan Yuuki, mobil itu terlihat tak terkendali, Yuuki yang sudah ditengah jalan tak bergerak sedikitpun saat melihat itu. Mungkin itu yang disebut dengan "Tonic immobility."
Kakiku bergerak spontan, tanpa sadar aku berlari sekuat tenaga dan melompat kebelakang Yuuki dan mendorongnya dengan kakiku sebagai tumpuan kearah torotoar tempat Rainata berdiri itu.
BROOKKK...
Terdengar suara yang sangat keras, lalu aku tak mengingat apapun lagi...
"Sialan, sepertinya kehidupan SMA ku akan semakin sulit," suara itu terdengar seperti batinku yang mengoceh sebelum aku kehilangan kesadaran.
Aku terbangun, entah sudah berapa lama sejak aku tak sadarkan diri, dari sudut jendela hari masih gelap, jam dinding menunjukan jam 5 lewat beberapa menit.
Terlihat Yuuuki dan Rainata duduk tidur dikursi dengan kepala mereka yang ada di ranjang ini.
Aku mencoba untuk duduk dan bersender di bantalku, kaki kananku tak bisa aku gerakkan, Ahh, kenapa, kepalaku tiba-tiba saja sakit lalu aku sedikit merintih dan membangunkan Rainata yang duduk di samping Yuuki.
Rainata sedikit mengusap matanya dan menatap kearahku dengan sedikit terkejut melihat aku yang sudah duduk dan langsung membangunkan Yuuki.
Yuuki pun bangun, aku bisa melihat kebahagiaan di matanya saat itu, tapi tiba-tiba air matanya keluar, Yuuki memelukku, entah berapa tahun sejak terakhir Yuuki menangis di pelukanku seperti ini, Rainata Juga ikut menangis melihat itu, mungkin sedikit terharu melihat adegan ini.
Jujur saja, saat Yuuki memelukku tubuhku terasa sangat sakit, tapi aku tak peduli, rasa sakitku tertutup dengan rasa syukurku saat dia masih bisa memelukku, tak peduli aku dibilang masokis atau apa, aku sudah hidup salama 17 tahun dan melihat Yuuki yang hampir ditabrak tadi adalah hal yang paling mengerikan. Tapi, apa-apaan ini?? Kenapa dengan situasi dramatis ini??? Dari tadi Yuuki hanya mengatakan "maafkan aku."
Rasanya aku juga ingin menangis, Heyy tunggu, apa aku akan menangis di depan anak gadis? ditambah mungkin ini bakal jadi bahan ejekannya Rainata, siapa saja tolong aku!!!
Sialan, air mataku juga keluar. Ahr, air mataku benar-benar keluar. Padahal aku sudah berusaha keras untuk menahannya supaya Yuuki tak terlalu merasa bersalah.
"Hey Yuuki, ini bukan salahmu," kataku sambil mencoba melepas pelukannya.
"Ngomong-ngomong, ayah sama ibu tau kalo aku masuk rumah sakit?"
Suasana ini ngeselin banget, jadi aku berusaha ngalihin pembicaraan.
"Ohh iya, aku harus ngasih kabar kalo kaka udah sadar," jawab Yuuki dan bergegas mengambil HP nya lalu menelpon sambil berjalan kearah pojok ruangan ini.
"Jadi aku kenapa?"
Wajah Rainata sedikit terkejut dengan pertanyaanku yang sangat santai, dia mulai menghapus air matanya lalu menjawabnya.
"Kata dokter kaki kananmu retak."
"Gimana sama Yuuki? Dia nggak kenapa-napakan?"
"Iya, Yuuki nggak kenapa-napa, saat kau mendorong Yuuki, aku langsung menangkapnya."
"Kayaknya ayah sama ibu nggak bisa pulang buat jenguk kaka," kata Yuuki yang kembali kearah kami.
"Hahaha, nggak apa-apa," jawabku sambil mencoba untuk memberikan senyum terbaikku.
Rainata mulai berdiri dan mengambil tas sekolahnya. Mungkin kemarin dia langsung kesini karena Rainata masih menggunakan baju seragamnya.
"Aku pulang dulu yah."
"Oke Nata, makasih udah nemenin aku ngejagain kaka."
"Iya, iya," Raianata beranjak pergi.
"Kaka tiduran aja lagi."
Yuuki memegang bahuku dan membantuku berbaring lalu menaikan selimut putih yang aku pakai. Kemudian akupun tertidur.
Aku kembali terbangun saat jam 11 siang, Yuuki masih duduk ditempatnya tadi.
"Hei Yuuki, kau nggak sekolah?"
"Nggak ka, aku mau jagain kaka dulu beberapa hari, aku juga udah izin kesekolahku."
"Hemm,"
Hari sudah mulai sore, matahari mulai berubah warna, saat ini mungkin sekolah sudah bubar, beberapa saat sesudah aku berpikir begitu, Ryuga, Ishiki, dan Rainata datang berkunjung.
"Hei Zell, kau nggak apa-apakan?" Tanya Ishiki sambil berjalan cepat kearahku.
"Iya aku nggak apa-apa."
"Kau tau? kemarin waktu tertabrak aku sama Yuuki yang jagainmu diambulan, Rainata kesekolah buat ngasih kabar kalo kau kecelakaan, truss katanya, Ryuga langsung lari dari kelas dan sampe di sini sambil ngos-ngosan," Ishiki menghiburku sambil sedikit mengejek Ryuga.
"Beneran?" Kataku, sebenarnya aku percaya, aku cuma pengen dia meneruskannya ejekannya supaya aku terlihat ceria.
"Iya beneran, trus hari ini dia dihukum sama guru BK," lanjutnya sambil tertawa.
"Hei apa kau sebegitu khawatirnya padaku ga?" Tanyaku sambil mencoba tertawa.
"Apa maksudmu? Kita sudah kenal sejak kecil, apa kau ingin aku pergi sekarang?"
Ryuga yang mulai kesal, aku dapat melihat jelas dari kening yang dikerutkannya, meski begitu itu hanya kesal-kesalan, jadi tak akan jadi masalah.
"Oi, aku cuma bercanda."
Banyak hal yang mereka bicarakan saat itu, tapi aku tak terlalu memperdulikannya, entah apa yang aku pikirkan aku juga tak terlalu mengingatnya.
Kemudian, sekitar setengah jam mereka disini, Ryuga pamit karena ada urusan, Ishiki juga menerima telpon dari ibunya untuk segera pulang.
Mereka berdua berjalan kearah pintu keluar.
"Ishiki tunggu, aku juga mau pulang, ada yang mau aku ambil, nata bisa jagain kaka bentar?" Yuuki berlari kearah Ishiki yang sudah ada di depan pintu.
Rainata mengangguk untuk mengiyakan lalu dia duduk di tempat tadi malam dia tidur.
"Gimana keadaanmu Zell?"
"Kepalaku udah nggak terlalu sakit lagi."
Wajahnya terlihat sedih, dia kenapa? Hanya untuk memastikan, aku akan bertanya.
"Hei kau kenapa?"
"Kau hebat yah Zell" katanya, kali ini wajahnya benar-benar terlihat sedih.
"Hebat? Kalo aku hebat aku nggak bakal ada disini"
Aku mencoba tertawa untuk menghiburnya, walaupun hanya tertawa kecil tanpa arti.
"Saat Yuuki hampir tertabrak, aku cuman bisa diam, aku sangat kaget waktu kau berlari disampingku, andai..andai aja aku bisa sepertimu."
Aku sedikit teringat, tadi pagi saat adagan memalukan itu, Rainata juga ikut menangis itu bukan karena dia terharu atau semacamnya, dia teringat tentang kecelakaan keluarganya.
"Aku dulu pernah ceritakan? Tapi belum selesai, waktu kecelakaan itu cuma ibuku yang selamat karena duduk dikursi belakang, sedangkan adikku dia duduk di sebelah ayahku, dia langsung meniggal saat pecahan tajam kaca mobil menusuk kepalanya," Sambungnya sambil menangis.
Ahhh..sialan lagi-lagi air mata, ini udah kedua kalinya kau menangis didepanku, bukannya aku udah bilang kalo aku nggak ngerti harus apa??
"Maaf," aku memalingkan wajahku untuk menghilangkan perasaan bersalah ini.
"Kenapa? Lagian aku yang mau cerita."
"Saat itu aku malah memanggilmu dengan nama adikmu yang udah meninggal."
Yah, dari kemarin-kemarin aku merasa nggak nyaman karena hal ini.
"Oohh, nggak apa-apa kok," dia menghapus air matanya dengan tangan kecilnya.
"Aku malah seneng," Sambung Rainata sambil memberikan senyum tulusnya.
Jujur, dia sangat cantik saat ini, tu..tu..tunggu, ada apa denganku, sialan!! Sepertinya aku bakal benar-benar tergila-gila dengannya, siapa saja tolong aku, pandanganku cepatlah berpindah.....
Aku mengigit bibirku untuk menghilangkan perasaan campur aduk ini.
"Hemm, kalo gitu makasih ya Rai udah mau nemenin Yuuki tadi malam, terus buat hari ini juga," aku mengalihkan pandanganku dari wajahnya yang kali ini benar-benar membuatku terpesona.
"Yaa.. di rumah aku cuman main game, lagipula kitakan teman."
Benar kita adalah teman, tak peduli apapun itu, kita adalah teman, Aku kembali meyakinkan diriku untuk tak berpikir yang macam-macam.
Tiba-tiba saja, saat aku berpikir seperti itu, terlihat sesosok perempuan berambut panjang berbaju putih yang berjalan menjauh dari pintu ini. Aku meneguk air liurku untuk menghilangkan rasa terkejut.
Hey, hey, hey sekarang apa? Apa setelah aku ditabrak mobil aku punya malah punya kekuatan indigo?