Empat puluh menit kemudian, Angie sudah menenteng kresek berisi tiga kotak martabak telur pesanan Andre, putra bandelnya itu. Aaron yang berdiri bersisian dengan Angie, mencegahnya memencet bel apartemen. Angie memiringkan kepala dan menatap Aaron heran.
"Sebelum masuk apartemen, aku ingin minta kecupan manis di bibir,"pinta Aaron sambil menepuk-nepuk bibir dengan jari telunjuknya.
"Tidak mau. Disini ada CCTV dan banyak orang. Aku tidak mau,"tolak Angie cemberut sambil melipat tangan di dada.
"Diiiikkiit aja,"rayu Aaron manja. "Anggap sebagai obat pereda rasa sakit pergelangan tanganku."
Angie melirik pergelangan tangan Aaron, suaminya, sambil berdecak sebal. Jika Angie merasa sebal, entah mengapa dirinya selalu memanggil suami barunya dengan sebutan 'bapak' seperti saat masih bekerja di bawah kepemimpinan pria itu. "Kalau bapak tidak ngotot aneh-aneh, pake acara gendong-gendongan, maka tidak ada yang namanya tulang patah."
