Chereads / Kawin Kontrak Mafia / Chapter 52 - Episode 52 : Soni Yang Terluka

Chapter 52 - Episode 52 : Soni Yang Terluka

Saat setelah pertemuanku dengan Hans yang ternyata adalah tuan X itu yang tiba-tiba aku mual-mual sampai pingsan ternyata karena aku sedang hamil. Saat mengetahui aku hamil Fiyoni dan Sino sangat menjagaku bahkan ruamh mereka dijaga oleh banyak penjaga anggota Fiyoni dan Sino bahkan aku tidak bisa kemana-mana selama aku hamil. Fiyoni dan Sino melarangku untuk melakukan apapun di luar rumah.

Selama berbulan-bulan aku terkurung sampai akhirnya anakku lahir, aku melahirkan anak dua anak kembar cowok dan cewek. Kedua anakku mirip sekali dengan Fiyoni dan Sino, anakku cowok mirip dengan Fiyoni sedangkan anakku cewek mirip dengan Sino. Fiyoni dan Sino memberikan nama Rio Khun dan Ria Khun, semenjak kedua anakku lahir Fiyoni dan Sino sangat senang bahkan mereka rela untuk tidak keluar rumah demi menemani kedua anaknya

Enam tahun berlalu, anakku sudah besar dan sabgat manja kepadaku walaupun terkadang mereka manja kepada Fiyoni dan Sino tapi kedua anakku juga takut kepada Fiyoni dan Sino apalagi kalau sedang marah. Tapi semarah apapun Fiyoni dan Sino berusaha untuk tidak menyakiti anak-anaknya. Melihat Satria dan Putri memiliki adik yang membuat Satria dan Putri sangat senang, kemanapun dan apapun yang mereka lakukan Rio dan Ria selalu diajaknya bermain bersama.

"Apa yang kamu lihat istriku?" gumam Fiyoni mengagetkanku.

"Ee... Mmm tidak ada, hanya mengawasi mereka berempat saja."

"Ya mereka sudah tumbuh besar ya." gumam Sino terduduk di sampingku.

"Ya benar, padahal rasanya baru kemarin Rio dan Ria lahir."

"Mmm ya aku juga merasa seperti itu." desah Sino pelan.

"Kak Sino... Kak Fiyoni... Bagaimana dengan peekembangannya?"

"Hei umur kita samalah, jangan panggil aku kak!" protes Fiyoni kesal.

"Tidak, kamu seumuran dengan kak Sino pastinya aku memanggilmu kakak juga!"

"Tapi kita seangkatan Sani!"

"Fiyoni kau hanya masuk akademi lebih lambat dua tahun dariku! Wajar saja dia manggil kamu kakak." gumam Sino memakan buah pisang di tangannya.

"Gak mau, aku maunya dipanggil suami!" gerutu Fiyoni kesal.

"Eee... Mmm baiklah, bagaimana perkembangannya suami-suamiku." desahku mengalah.

"Nah kalau ini kan enak di dengar." gumam Fiyoni memberiku secarik kertas.

"Belum ada pergerakan, keluarga Li juga sangat susah di tembus beberapa tahun kebelakang dan juga Hans yang kamu bilang kembaran Han juga belum tahu keberadaannya." jelas Fiyoni pelan.

"Lalu kakakku bagaimana?"

"Nah itu, kami sedang berusaha mencarinya. Victory mengetahui lokasinya tapi dia tidak mau memberitahukan kami dimana Soni berada." jelas Sino dingin.

"Lalu dimana Victory?"

"Kau tahu sendirilah Victory kemana."

"Apa dia masih suka ke bar?"

"Ya begitulah." gumam Sino membuang kulit pisang ke tempat sampah.

"Barnya tidak jauh dari sini, aku akan menyuruhnya datang kerumah." gumam Fiyoni menelepon seseorang. Aku menghela nafas panjang dan menatap keempat anak yang sedang bermain kejar-kejaran.

"Tenang saja Victory langsung kesini saat aku bilang kamu ingin bertemu dengannya."

"Oh baiklah." desahku pelan.

"Ada apa sayang?" tanya Sino memelukku erat.

"Tidak ada, hanya perasaanku tidak enak."

"Tidak enak kenapa?" tanya Fiyoni bingung.

"Aku tidak tahu."

"Apa karena Soni sebelumnya ada di keluarga Li?" tanya Sino serius.

"Ya itulah yang aku khawatirkan." desahku pelan, Sino hanya terdiam dan mengusap lembut rambutku.

"Ya wakilku, ada apa anda mencariku?" tanya Victory bahagia.

"Kenapa kau bahagia?" tanya Fiyoni dingin.

"Ya pastilah, di cari wanita cantik siapa yang tidak bahagia."

"Sani mencarimu karena dia mau tanya Soni bukan mencarimu karena yang lain!" gerutu Sino kesal.

"Menanyakan keberadaan Soni?" tanya Victory terkejut.

"Ya ketua, dimana kak Soni?" tanyaku serius.

"Mmm tanyalah kepada dua suamimu itu."

"Kata mereka mereka tidak tahu."

"Mereka tahu kok."

"Udahlah Victory kau kasih tahu saja, kau sendiri kan yang bilang akan memberitahukan kepada Sani!" gerutu Sino dingin.

"Ta...tapi...mmm baiklah aku akan memberitahukanmu Sani. Soni sedang sakit parah saat ini dia berada di markasku saat ini."

"Tunggu!! Sakit parah?" tanyaku terkejut.

"Ya, dia ketahuan berhubungan dengan kita secara diam-diam yang membuatnya disiksa habis-habisan selama bertahun-tahun, namun dia berhasil meloloskan diri dan menemuiku di bar."

"Bagaimana keadaannya?"

"Keadaannya stabil cuma ya tulang rusuk dan tulang kakinya masih dalam proses penyembuhan. Dia merasakan penderitaan yang luar biasa sehingga sebagian tulangnya patah dan membutuhkan bertahun-tahun untuk sembuh." jelas Victory serius.

"Siapa yang melakukannya?" tanyaku kesal.

"Seseorang yang membunuh ayahmu dan seseorang yang kau temui di rapat pertemuan ketua mafia beberapa tahun yang lalu!"

"Jadi maksud ketua, oh aku mengerti." desahku menghela nafas panjang.

"Kak Sino... Kak Fiyoni, tolong bawa kakakku kemari. Aku ingin merawatnya."

"Tapi..."

"Aku mohon!!"

"Mmm baiklah." desah Fiyoni menelepon seseorang dengan cepat.

Tidak beberapa lama kakakku Soni datang ke rumah, aku melihat dia sangat lemah dan berwajah pucat, aku menggenggam tangannya dan dia hanya tersenyum lemah.

"Syukurlah kamu baik-baik saja adikku."

"Kakak, apa yang mereka lakukan kepada kakak!!" tanyaku serius tapi Soni hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

"Kakak jawablah."

"Kakak tidak apa adikku, yang penting kamu sehat saja kakak tidak masalah."

"Kakak jawab!!" teriakku kesal, mengetahui aku berteriak Sino menepuk bahuku lembut.

"Dia terkena racun, di tubuhnya di pasang sebuah alat penyebar racun. Kamu tidak bisa mengeluarkannya karena alat itu menempel kuat di kulitnya, kalau kita melakukan pembedahan maka alat racun itu akan pecah dan menyebar di tubuhnya." jelas Sino pelan.

"Ketua jangan bilang..."

"Ya mirip dengan Han."

"Oh.." desahku membuka pakaian kakakku.

"Sani apa yang kamu lakukan?" tanya Soni terkejut, aku mencari alat itu dan ternyata alat itu terpasang di bahunya seperti alat pelacak di tubuh Han dulu, aku menggigit kuat kulit Soni yang membuatnya teriak kesakitan.

"Aaaaaaakkkhhhh... A...Apa yang kamu lakukan Sani!!" teriak Soni kencang dan aku tidak memperdulikannya.

Aku berusaha melepaskan alat itu dari tubuh Soni, tidak beberapa lama aku berhasil mengeluarkan alat itu dan satu kesalahanku aku sedikit merusak alat itu dan aku terminum sedikit racun yang ada di mulutku.

"Uuhhukkkk... Uuhhuukkk.."

"Sani kamu tidak apa?" tanya Sino khawatir.

"Tidak... Tidak apa-apa hanya sedikit terkena racunnya saja." gumamku pelan. Fiyoni memberikan obat penawar racun miliknya dan aku menghabiskan obat itu dalam sekejab.

"Astaga racun yang sangat pahit." gerutuku menyerahkan alat itu kepada Victory.

"Tuh racunnya, racunnya berada di bawahku tapi kalau racun itu terkena tubuh terlalu lama itu akan mengurangi umur korbannya." gumamku mengambil air yang di berikan Fiyoni dan berkumur dengan air itu.

"Apa itu caramu mengambil alat dari tubuh Han?"

"Ya, dulu aku melakukan hal yang sama... Uuhhuuukk... uuuhhuukk" gumamku terus terbatuk.

"Bagaimana keadaanmu kak? Uhhuukk... Uuhhuukk..."

"A...aku baik saja, kenapa kamu terbatuk-batuk?"

"A...aku tidak apa-apa, aku ke kamar sebentar... Uuhhuukk... Uuhhuukk.." desahku berjalan sempoyongan ke dalam kamar, aku mencari penawar racunku dan meminum 5 botol tapi obat penawar tapi batukku tidak hilang juga.

"Apa racun ini bukan racun seperti dugaanku?" gumamku menatap ke cermin dan aku melihat lidahku sedikit menghitam terkena racun itu.

"Sani, apa kamu benar-benar terkena racunnya?" tanya Fiyoni khawatir.

"Ya sedikit."

"Sini aku lihat dulu." gumam Fiyoni membuka lebar mulutku. Fiyoni mengambil suatu benda kecil dan mencoba menghilangkan warna hitam di lidahku dengan benda itu.

"Aaau sakitlah!!" rintihku pelan.

"Ini hanya sebentar, untung racun itu masih di mulutmu belum sampai benar-benar tertelan semua. Nih berkumurlah dengan ini." gumam Fiyoni memberikanku sebuah botol yang berisi cairan kuning dan aku berkumur dengan cairan itu.

"Bagaimana? Apa terasa aneh?"

"Eee... Mmm tidak, terimakasih suamiku." gumamku memeluk Fiyoni erat.

"Tidak masalah istriku, racun itu selevel dengan racun milikku jadi ya kalau racun itu tidak di bersihkan dulu maka racun itu tidak akan hilang." gumam Fiyoni mengusap lembut rambutku.

"Oh pantas saja tidak bisa hilang batukku. Mmm bagaimana dengan keadaan Kak Soni?"

"Dia tertidur pulas setelah kamu ambil alat itu, sepertinya dia sangat lega bisa terhindar dari alat yang menyakutkan itu." gumam Fiyoni pelan.

"Oh begitu ya, baguslah. Oh ya tolong obati kakakku ya suamiku." gumamku manja.

"Baiklah, tapi aku ingin menciummu sebentar." gumam Fiyoni dan menggigit leherku.

"Ya terserah kamu saja suamiku." desahku mengalah.

Melihat kondisi kakakku yang terlihat sangat menderita membuatku sangat dendam, ingin rasanya aku membalas perbuatan mereka tapi saat ini aku belum bisa melakukannya aku harus merencanakan rencana yang sangat matang terlebih dahulu.