Chereads / The Miracle of Death / Chapter 8 - Thinking of Quitting

Chapter 8 - Thinking of Quitting

Akademi sihir adalah tempat bagi anak-anak dengan kekuatan sihir untuk belajar. Sejak jaman dahulu kerajaan veddira selalu menghasilkan murid-murid dengan berbagai kekuatan sihir yang hebat. Bahkan kerajaan-kerajaan sihir lainnya tidak bisa mengalahkan kehebatan Kekaisaran Veddira.

Dan sebab itulah Kekaisaran Veddira menjadi Negri paling makmur dan paling hebat selama ini. Dan Akademi sihir di bangun setelah Kaisar Pertama melihat potensi sihir semua orang. Akademi itu tidak hanya untuk para bangsawan, tapi untuk rakyat Kekaisaran Veddira.

Asalkan mereka bisa menggunakan sihir dan lolos tes masuk di Sekolah itu. Tidak ada yang bisa menentang siapapun yang berniat bersekolah di sana, asalkan dia memang pantas di sana.

Tapi bagi rakyat miskin mereka hanya bisa bermimpi dan tak bisa memasuki sekolah itu karena biaya sekolah yang mahal. Tapi ada beasiswa yang kirim oleh Kaisar pada rakyat miskin yang berpotensi. Jadi tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak bersekolah di sana.

Dan sekarang si kembar yang menjadi anak sang Kaisar tengah di minta oleh sang Putra Mahkota untuk bersekolah di sana. Tentu tawaran itu terlihat cukup menarik bagi mereka yang berumur sepuluh tahun. Tapi di balik itu semua mereka sadar bahwa ada hal yang tengah Putra Mahkota siapkan untuk mereka di sekolah itu.

Apalagi mereka tau bahwa Putra Mahkota tidak mungkin diam saja setelah tau mereka kembali dalam keadaan hidup. Dan mereka berdua hanya bisa menatap Kepala Pelayan yang di minta untuk menemui si kembar. Alasannya cukup mudah di tebak dan si kembar menyadari ini adalah perangkap kakak mereka.

"Bagaimana? Apa Pangeran dan Putri menerima permintaan Yang Mulia Putra Mahkota?" tanya Kepala Pelayan menatap si kembar yang duduk dengan santai saat ini.

Padahal setelah ini mereka harus memikirkan rencana untuk membuat Putra Mahkota turun dari tahtanya.

Tapi mendengar kabar bahwa Putra Mahkota berniat membuat mereka keluar dari Kekaisaran membuat mereka tersenyum lebar menatap Kepala Pelayan yang terkejut menatap reaksi si kembar saat ini.

"Tentu, kami mau! Bukankah di sana kami bisa mempelajari sihir yang lebih keren lagi" jawab Ramon menatap Kepala Pelayan yang tersenyum mendengar jawaban Tuannya.

"Saya sangat senang mendengar Tuan Muda dan Nona Muda mau menerima tawaran ini" sahut Kepala Pelayan.

'Bukankah dia terlalu bodoh'

'Benar, dia pikir bisa membunuh kita begitu saja setelah gagal membunuh kita hari itu' sahut Ramon melirik Rimonda yang tersenyum lebar.

"Katakan pada mereka bahwa kami menyetujui hal ini" ucap Rimonda membuat Kepala Pelayan itu mengangguk dan langsung pamit keluar dari ruangan mereka.

"Bukankah rencananya mudah di tebak!?" ucap Ramon menyandarkan tubuhnya pada punggung sofa.

"Biarkan saja dia masih kecil untuk berpikir cara licik yang lebih keren" sahut Rimonda menatap kakak kembarnya yang tertawa kecil.

"Benar sekali dia masih terlalu kecil untuk membunuh kita!" gumam Ramon membuat Rimonda ikut bersandar di sebelah kakak kembarnya itu.

"Bagaimana jika kita bersiap menyambut Sekolah baru kita" ucap Rimonda membuat Ramon mengangguk dengan semangat.

"Dari rencana yang kita buat ternyata tidak terlalu buruk melakukan semua ini, tapi apa Monda merasa baik-baik saja" tanya Ramon merasa bahwa ini terlalu berlebihan bagi mereka yang masih berumur sepuluh tahun.

Rimonda hanya tersenyum dengan manik menatap ke arah langit-langit kamar mereka. Tangan mereka saling menggenggam satu sama lain menumpahkan segala rasa takut mereka bersama. Sebenarnya mereka juga tidak mau melakukan hal ini, karena bagaimanapun Putra Mahkota adalah kakak mereka.

Tapi mereka akan mati jika diam saja, mereka jelas tau bagaimana Putra Mahkota yang sudah tidak bisa di ajak bicara. Putra Mahkota terlalu fokus pada kasih sayang Kaisar dan Ratu tanpa tau bahwa dia sudah melakukan kejahatan.

Dan mereka berdua ingin membuat Putra Mahkota sadar akan tindakannya yang salah. Walau mereka harus melakukan semua ini, tapi jika ini untuk kebaikan kakak mereka makan mereka akan melakukannya.

Andai saja Putra Mahkota tidak bertindak seperti ini, pasti mereka akan menjadi keluarga bahagia. Oh.. Tunggu apakah itu akan terjadi? Setelah tau mereka tidak memiliki kekuatan sihir mereka saja langsung dikucilkan.

Bahkan mereka harus terkurung di Istana kecil yang tidak pantas untuk mereka yang seorang anak sah Kaisar. Tapi semua itulah yang mereka dapatkan saat masih berumur lima tahun, jika di hitung mereka sudah tinggal di Istana ini selama lima tahun.

Dan sekarang mereka akan meninggalkan Istana ini, dan tinggal di asrama Sekolah. Dan mereka juga ingat jika saja Putra Mahkota tidak berniat membunuh mereka, pasti mereka tidak akan bertemu dengan wanita yang mengaku sebagai Dewi itu.

Dan mereka juga tifak akan bisa memiliki sihir, lalu mereka juga akan tersiksa selamanya di Istana kecil ini. Rasanya menyesakkan saat mereka kembali memikirkan semua itu.

"Tidak! Kita tidak boleh mundur!!" ucap Rimonda menatap Ramon yang terkejut akan ucapannya yang tiba-tiba.

"Apa kakak tau bagaimana susahnya kita hidup di sini, para pelayan selalu memandang rendah kita bahkan mereka sampai tidak mau mengurus kita. Aku tidak mau kembali menjadi seperti itu, bukankah lebih baik kita seperti ini" lanjut Rimonda dengan air mata yang membasahi pipi tembam miliknya.

Ramon merasa bersalah, apa dia sudah membuat adik kembarnya mengingat kejadian dulu. Kejadian dimana mereka di hina dan di abaikan oleh semua orang, tapi sekarang mereka akhirnya bisa menjadi pusat perhatian bahkan sampai Kaisar juga ikut memperhatikan mereka lagi.

Dia langsung memeluk Rimonda yang tengah menangis, perasaan ini apakah bisa mereka hilangkan. Bisakah mereka melakukan semuanya, melakukan semua balas dendam yang tidak tau sampai kapan. Apa sampai Putra Mahkota turun tahta? Atau sampai dia sadar akan kesalahannya? Atau sampai dia mati?

"Maaf.., kakak bersalah" ucap Ramon membuat Rimonda semakin menangis keras.

Apakah sekarang mereka terlihat seperti anak kecil berumur sepuluh tahun, mereka yang masih kecil itu butuh kasih sayang. Tapi yang mereka dapatkan hanya sebuah rasa sakit yang tidak ada akhirnya. Sepertinya mereka memang tidak bisa bahagia jika hidup di Kekaisaran ini "kau ingin pergi?" ucap Ramon membuat Rimonda mendongak dan langsung mengangguk.

"Lalu bagaimana dengan balas dendam kita?" tanya Ramon membuat Rimonda terdiam dengan manik yang bergetar.

"Bukankah Monda juga ingin membuat Putra Mahkota turun tahta, jika kita pergi lalu siapa yang akan mengisi tahta Kekaisaran itu. Kakak pernah bilang bahwa tahta itu akan Monda isi, jadi bertahanlah sampai hari itu tiba" ucap Ramon lagi membuat Rimonda melepaskan pelukan Ramon yang tersenyum menatap kembarannya.

"Maaf, aku mengerti sekarang"