Gadis itu tengah berkutat didapur, melakukan kegiatan kesehariannya dipagi hari. Membuat manik lain mengikuti arah gerak-geriknya, namun gadis itu bahkan tidak terganggu sama sekali. Ia tetap fokus dengan apa yg sedang dikerjakannya.
Manik indahnya menatap kagum semua hasil yg telah dibuat oleh kedua tangannya, senyumnya mengembang kearah meja makan didepannya.
"Apa suamiku masih belum keluar?" tanya gadis itu, membuat kedua maid disana menggeleng pelan.
Gadis itu bahkan tidak melunturkan senyuman cerahnya. ia melepas celemek yg dipakainya, kemudian hendak beranjak ke kamar suaminya.
"Biar saya yang memanggil Tuan, nyonya" Pinta maid tua, ia berjalan mendekat kearah gadis itu.
"Tidak usah bi, biar saya aja"
Ia hendak berjalan lagi, tapi pergerakkan nya terhenti oleh tangan lain yg mencekalnya.
"Nyonya disini saja, itu sudah menjadi tugas saya" Jelas maid tua itu, agak canggung juga sampai dia harus mencekal tangan majikannya itu.
Akhirnya gadis itu memilih mengalah saja, berbalik ke kursi meja makan, dan saat itu juga ia mendengar suara pintu tertutup.
Yang gadis itu pastikan, suaminya keluar dari kamar.
Samar-samar ia mendengar percakapan bibi han dengan suaminya, membuatnya terpancing untuk mendekati mereka.
"Tuan anda disuruh ke meja makan sama Ny. Alena"
Manik pria tinggi itu tidak menatap maid itu, melainkan menatap kehadiran seseorang yg sedang dibicarakan oleh maid nya.
Setelahnya maid itu undur diri, membiarkan kedua majikannya disana.
Senyumannya sudah seperti sapaan bagi gadis itu untuk suaminya, akan tetapi perusak mood untuk pria itu sendiri. Bahkan wajahnya yg datar dan dingin pun tak tergerak untuk tersenyum.
"Apa kau akan berangkat sekarang? jika sempat, kau bisa sarapan terlebih dulu. Aku sudah menyiapkannya untukmu"
Pria mengernyit dalam, membuat kerutan didahinya terlihat jelas.
"Kau melakukannya lagi? Untuk apa?" Ujarnya, ia menyorot dingin kearah gadis itu.
Bahkan rasanya sudah tidak sakit lagi, saat ia tahu bahwa apa yang dilakukannya takkan pernah diterima oleh pria itu sampai kapanpun.
"Kau bisa sakit, jika setiap pagi keadaan perutmu selalu kosong" Senyum gadis itu berubah menjadi kecemasan yang kentara
Tapi yang didengarnya, pria itu berdecih pelan dan menyunggingkan smirknya. "Apa pedulimu, bahkan jika aku mati karna penyakit, itu bahkan lebih baik dari pada harus memakan masakan buatanmu"
Alena menyunggingkan senyum tipisnya, menahan sesak didadanya saat kata-kata kasar ditujukan untuknya.
"Karna kau suamiku, aku melakukan apa yang sudah menjadi tugasku"
Pria itu memutar bola matanya malas, jengah menghadapi seseorang didepannya itu.
"Suami atas dasar perjodohan, aku pun tidak pernah menginginkannya. Sebaiknya jangan berfikir terlalu jauh, fikirkan saja dirimu sendiri" Ia melirik jam tangannya, setelahnya mendengus kesal kearah istrinya.
"Arrgh,, kau membuang-buang waktuku!"
Langkah kakinya berjalan tergesa-gesa meninggalkan gadis itu yang mematung disana. Saat-saat seperti itu, air matanya bahkan tidak keluar, seakan tidak ingin menunjukan dirinya lemah. Gadis itu tersenyum seiring kepergian suaminya.
Dua maidnya menatap iba kepada gadis itu, mereka lah saksi kesakitan batin yang dirasakan oleh alena.
Kakinya berjalan ke meja dapur, menyorot masakannya yang mulai dingin. "Mina-ssi tolong panggilkan jaehyun ke sini"
Gadis pendek itu menunduk sopan, setelahnya ia berjalan ke teras memanggil salah satu Bodyguard rumah besar itu.
"Bibi ayo sarapan bersamaku" Dari pada menolak, yang malah akan menambah sakit hati gadis itu. Bibi han memilih mengangguk dan duduk disamping alena.
Mina datang bersama jaehyun, tanpa perlu bertanya pria itu sudah tahu alasan gadis itu memanggilnya.
"Kalian duduk lah, temani aku sarapan seperti biasa" ucap alena dengan senyumannya.
"Johnny?" tanya alena ke jaehyun.
"Johnny hyung mengantarkan Tuan Sehun, noona"
Alena mengangguk paham, "Nanti kalo sudah pulang, suruh makan ya? Aku memasak banyak hari ini"
"Iya noona" ucap jaehyun, ia sesekali melirik kearah alena yang tengah menikmati sarapannya dalam diam.
Lagi-lagi hatinya ikut sakit, mengetahui bahwa pagi ini dia ditolak lagi oleh suaminya sendiri.
๐ผ๐ผ๐ผ
Alena masuk ke dalam cafe tempatnya bekerja. Seperti biasa, gadis itu berbohong kepada penghuni rumahnya jika ingin keluar bekerja.
Selama ini, ia bekerja di cafe agak jauh dari rumahnya. Tanpa sepengetahuan suaminya, mertuanya bahkan maid dan bodyguard dirumahnya.
Seperti yang dikatakan suaminya tadi, ia harus memikirkan dirinya sendiri. Alena mau bekerja sebagai pelayan di cafe pun karna tak ingin dituduh menghabiskan uang suaminya.
Karna yang ia tahu, dia dipungut oleh orangtua suaminya atas dasar ucapan terima kasih kepada mendiang orangtua alena, dan menikahkannya dengan putra tunggal mereka.
3 Tahun pernikahannya dengan Putra Tunggal keluarga Oh, sama sekali tak membuatnya menyesal.Walaupun sikap dan perlakuan putra mereka selalu menyakiti hatinya.
Awal pertemuannya dengan Oh sehun pun tidak mengenakan, tatapan kebencian dan amarah menyorot padanya dari pria tinggi itu. Bahkan saat hari pernikahan mereka, bisa dibilang tidak ada senyum bahagia yg terpatri diwajah suaminya.
Meskipun begitu, seiring berjalannya waktu dia jatuh cinta kepada suaminya, mencintai pria yang bahkan hati dan perasaannya entah untuknya ataupun orang lain.
"Selamat Pagi Alena eonni" Sapa gadis berambut panjang, disertai senyuman manisnya.
Alena membalas tersenyum kearah gadis itu "Pagi juga Yeri-ssi"
Dia berjalan kearah ruangan ganti, menyimpan tas dan mengganti pakaiannya.
"Eonni kenapa datang siang? Biasanya selalu pagi" tanya yeri, ia sibuk mengelapi meja-meja yang ada disana.
Alena yang juga sedang sibuk mengelap kaca menolehkan kepalanya sesaat, setelahnya ia menatap kaca jendela lagi.
"Ah, aku bangun kesiangan tadi dan juga harus menyiapkan sarapan dulu"
Mendengar jawaban dari alena, membuat yeri ingin bertanya lebih jauh. Tangannya menarik kursi untuk ia duduki, maniknya menatap punggung alena. "Sarapan untuk eonni sendiri?"
Sejenak tangan alena terhenti, maniknya bergulir kesana kemari. "I-iya,, untukku"
Yeri mengetuk-ngetuk dagunya, jawaban alena kurang meyakinkan baginya. Yang ditanyapun tidak menoleh kearahnya.
"Eonni sebenarnya tinggal bersama siapa dirumah? Apakah sendiri? Orangtua eonni kemana? Kita sudah lama kerja bersama disini, tapi aku bahkan tidak tahu menahu tentang rumah eonni dan keluarga eonni"
Rambutnya yang dicepol keatas memperlihatkan leher jenjangnya yang tertimpa cahaya mentari pagi. Kemudian ia berbalik menatap wajah yeri.
Langkahnya mendekat dan ikut duduk disamping gadis cerewet itu. "Maafkan aku, jika aku terlalu tertutup kepadamu. Yang ku takutkan, kau tidak menyukai rumahku yang jauh dari kata rapih dan bagus" Bohongnya, tangannya menepuk pelan pundak yeri.
Yeri malah tertawa kecil, membuat alena bingung melihatnya. "Eonni ini kenapa? Tenang aja, aku ini bukan gadis pemilih. Lagian, akupun bukan anak orang kaya, jika orangtuaku kaya, untuk apa aku bekerja?"
Suara dentuman jam yang semakin berjalan menandakan hari semakin siang. Asistensi mereka beralih kearah pintu yang terbuka.
Pemilik cafe itu datang untuk berkunjung seperti hari-hari biasanya.
Keduanya berdiri dari duduknya, memberi hormat kepada pria tampan yang berjalan kearah mereka.
"Pagi Tuan Kim" sapa yeri dan alena bersamaan.
Pria tinggi bermata agak sipit itu tersenyum ramah membalas sapaan karyawannya.
Kim Hanbin, seorang Ceo diperusahaannya sekaligus pemilik cafe tempat alena bekerja.
"Mungkin saya kesini lagi sekitar jam 6 sore, kalo kalian berganti shift dengan yang lain langsung pulang aja seperti biasa, oke?"
Baik alena maupun yeri memberi mengangguk sebagai jawaban.
Sekilas, pria itu melirik kearah alena dengan tersenyum, setelahnya ia pamit pergi dari sana.
๐ผ๐ผ๐ผ
Sehun tengah berkutat dimeja kebesaran miliknya. Tangan dan maniknya fokus pada lembaran-lembaran yang ada didepannya.
Sampai pada akhirnya fokusnya teralihkan karna suara ketukan pintu.
"Masuk" titahnya, tanpa menoleh.
Seorang karyawan wanita memberi hormat kepadanya. "Maaf tuan, ada yang ingin bertemu dengan anda"
Sehun mendongak menatap karyawannya, "Siapa?"
"Ceo Kim, tuan"
Pria itu mengangguk pelan, tangannya menggulung lengan kemeja yg dikenakannya
"Suruh masuk"
Kepergian karyawannya itu berganti dengan seorang pria yang masuk kedalam ruangannya. Keduanya sama-sama melempar senyuman. "Apa hyung sibuk?"
"Ya, seperti yang kau lihat dimejaku" tunjuknya pada meja yang penuh dengan lembaran dan map.
"Ada apa? apa kau mau bercerita tentang gadis yang kau sukai itu?" godanya, rupanya sehun tahu tujuan hanbin datang kesana.
Hanbin merebakan tubuhnya dengan nyaman disofa yang mereka duduki, kedudukannya sebagai Ceo diperusahaannya kadang juga membebaninya, untung saja ia memiliki sekretaris yang bisa diandalkan.
"Kau selalu paham diriku hyung"
Hal itu membuat sehun tertawa, jelas dia paham. Persahabatan keduanya membuat mereka paham satu sama lain.
"Tentu saja, ceritakan kali ini apa masalahmu?"
Hanbin bangkit dan duduk dengan tegap menatap pria yang sudah dianggap kakaknya sendiri. "Bagaimana dengan hyung? Aku sangat menyesal dulu tidak datang kepernikahanmu, yang bahkan selama ini aku tidak tahu nama istrimu sekaligus seperti apa wajahnya"
Wajah sehun seketika berubah datar dan menyiratkan ketidaksukaan saat ada yang membahas tentang istrinya.
"Bisakah fokus saja pada ceritamu? Kau kesini karna ingin curhat kepadaku kan?"
Hanbin merasa sehun seperti marah dan selalu enggan untuk menceritakan tentang istrinya.
Saat ia berkunjung kerumah sehun pun, dia tidak mendapati istrinya ada disana, seolah memang tidak ingin orang-orang mengetahuinya.
"Iya, memang kenapa hyung jika aku ingin tahu tentang istrimu? Kita sahabat, jangan khawatir hyung, aku tidak akan suka pada istrimu karna aku sudah punya pilihan sendiri"
Sorot manik sehun menatap lurus ke manik hanbin. "Siapa gadis yang kau sukai itu? Sepertinya kau sangat jatuh cinta padanya kim?"
Hanbin menyangga wajahnya dengan kedua tangannya, maniknya menerawang jauh mengingat paras cantik gadis yang membuatnya ingin memilikinya.
"Dia gadis baik, ceria dan penuh senyuman hyung. Dia juga gadis pekerja keras"
Hanbin beralih menatap sehun dengan senyuman remehnya "Aku jamin, istri hyung kalah cantik sama dia"
Pria tinggi itu mengangguk keras, "Aku juga yakin, karna memang dia biasa saja. Tidak cantik"
"Oh benarkah?"
"Iya"
"Hyung mencintainya tidak? Walaupun dia tidak cantik?"
Sehun melempar pandangnya kearah luar jendela ruangannya.
"Cantik atau tidak, aku bahkan tidak memiliki perasaan apapun untuknya. Aku mencintai orang lain"
Perkataan itu tentu membuat hanbin terkejut bukan main, jika benar begitu, jadi hyungnya itu sama saja berkhianat, kalau istrinya memang mencintainya dan dia tidak.
"Jika tidak cinta, kenapa kalian menikah?" Hanbin berkata dengan sedikit emosi, karna bagaimanapun ia tidak suka jika ada seorang wanita yg dikhianati oleh laki-laki, sekalipun itu hyungnya.
Pria didepannya menoleh, menyunggingkan smirknya. "Atas dasar perjodohan, dan aku harus menurutinya"
"Jika memang begitu, hyung harusnya menolak dan menikah dengan orang yang hyung cintai"
Sehun mengangguk lemah, mengingat kembali 3 tahun yang lalu. Dimana saat itu ia bersikeras menolak perjodohan itu dengan segala cara.
"Hanbin-ah,, aku bahkan menolak dengan segala cara tapi kedua orangtuaku terus menggagalkannya. Bagaimanapun juga, kau pasti tahu sifatku yang tidak bisa melawan orangtuaku dengan cara kasar. Aku menyayangi mereka"
"Tapi dengan kau masih mencintai gadis lain saat kau sudah memiliki istri dan hubungan pernikahan kalian bahkan sudah 3 tahun, itu sama saja pengkhianatan hyung. Kau bukan pria yang tega menyakiti hati wanita"
Suasana diruangan itu semakin panas, sepanas terik matahari diluar yang sangat menyengat dikulit. Bahkan anginpun seolah tidak ingin memasuki ruangan itu.
"Dia pantas mendapatkannya, kau tidak tahu siapa dan asal usul istriku kim, jadi jangan membelanya"
Seperti tertimpa beton, hanbin membulatkan matanya dengan mulutnya yang menganga.
Sehun yang dikenalnya tidak seperti itu, sehun sahabatnya adalah pria berhati malaikat dan lembut kepada siapapun. Tapi penuturannya kali ini terdengar kasar baginya, karna ia baru mendengar perkataan seperti itu dari bibir tipis itu untuk yang pertama kalinya.
"Kau ini sebenarnya kenapa hyung? Kenapa kau terlihat sangat membenci istrimu sendiri"
"Lebih dari benci"
Hanbin menepuk bahu sehun cukup keras, membuat pria itu menoleh menatapnya.
"Kau bisa bercerita kepadaku hyung, kita sahabat, kenapa kau malah menanggung beban sendiri"
Ia menunduk, memijit pelipisnya. Semuanya ia pendam sendiri, selama ini pun ia tidak mengenali dirinya yang seakan berubah kasar, terlebih kepada istrinya sendiri.
"Kenapa ayah menjodohkanku dengan seorang pelacur kim? kenapa? Aku bahkan malu untuk memperkenalkannya kepada teman-teman dekatku, karyawan kantorku, bahkan kau sekalipun. Aku harus merelakan gadis baik-baik yang sangat aku cintai, kenapa ayah malah memberikanku gadis yang tidak baik? Bukankah orangtua menginginkan yang terbaik untuknya?"
Ini semua terlalu mengejutkan untuk hanbin, ia baru mengetahui hal ini. Jadi, selama ini sahabatnya itu memendam semuanya sendiri.
"Dari mana hyung tahu dia seorang pelacur? Tidak mungkin orangtua memberikan yg buruk untuk hidup anaknya. Kau harus mencari tahu sendiri, jangan termakan cerita orang lain"
"Sekalipun cerita itu dari gadis yang ku cintai? Aku percaya padanya, dia baik"
"Jadi hyung masih menjalin hubungan dengan irene noona?"
"Iya"
๐ผ๐ผ๐ผ
"Eonni, ayo sekalian" ajak yeri didalam taxi ny
"Tidak usah yer, kau duluan saja. Aku ada kepentingan lain lagi"
Gadis didalam taxi itu memanyunkan bibirnya, ajakannya selalu ditolak dengan berbagai alasan oleh alena.
"Baiklah, eonni hati-hati ya? Sampai jumpa besok"
Alena tersenyum seraya melambaikan tangan seiring kepergian yeri
Ia berjalan menjauh dari area cafe, maniknya menelisik sekitar, mencari taxi lain.
"Mau pulang?" tanya pria dibelakangnya tiba-tiba. Bahkan alena menoleh kaget.
"A-ah.. iya tuan" gugupnya, maniknya tak menatap pria itu.
"Mau ku antar?" tawar pria itu, ia pindah ke sisi kiri gadis itu, agar bisa berhadapan dengannya. Namun gadis itu menoleh kekanan,menghindari pria itu.
"Taxi tidak ada" pria itu kini sudah dihadapan alena lagi.
Gadis itu jadi khawatir sekarang, ia takut ada yang melihatnya bersama pria lain.
Alena menunduk, memainkan kuku jarinya. Jika ia pergi, terkesan tidak sopan, jika tetap disitupun pasti pria itu terus menawarinya tumpangan sampai ia menyetujuinya.
"Tuan kim"
"Alena"
Ucap keduanya berbarengan, maniknya sama-sama saling menatap satu sama lain.
"Kau duluan" titah pria itu mengalah
Alena menggeleng, "Tuan duluan"
"Kau saja"
"Tuan saja"
Kali ini hanbin mengangguk yakin, menggandeng satu tangan alena menuju mobilnya. Gadis itu meronta seiring tarikan ditangannya.
"Saya tidak mau tuan, tolong lepasin"
Hanbin terus menarik tangan alena, keduanya semakin dekat dengan mobil pria itu.
Sesampainya didepan mobil, hanbin membukakan pintu untuk gadis itu.
"Tolong tuan.. saya ingin pulang sendiri"
"Kenapa?"
"Tidak apa-apa"
Alena menunduk sopan, ia berjalan menjauhi mobil hanbin. Akan tetapi tangannya dicekal keras oleh pria itu, membuat tubuh keduanya saling bertabrakan dan berhimpitan.
"Kau selalu menjauhi ku, kenapa?"
Manik gadis itu mengerjap-ngerjap bingung, setahunya sikapnya selama ini sudah wajar, dengan tidak terlalu dekat dengan pemilik cafe tempatnya bekerja. Ia hanya takut, akan memunculkan asumsi tidak enak dari orang-orang.
"Kita memang tidak seharusnya dekat tuan, saya hanya pegawai anda dan anda adalah bos saya"
"Memangnya kenapa, jika seorang bos ingin dekat dengan karyawannya, bukankah itu baik? Selama kau bekerja di cafe ku, kaulah karyawan satu-satunya yang sangat menjaga jarak denganku"
Gadis itu meronta, meminta pria itu melepaskan genggaman pada tangannya. Bahkan keduanya masih dipinggir jalan, pria itu pun tidak menghiraukan tatapan aneh dari orang yang berlalulalang.
"Maaf tuan, saya harus pulang sekarang"
"Pulang bersamaku"
"Tidak, kenapa tuan memaksa? saya bisa pulang sendiri"
Perlahan tangannya dilepaskan, pergelangannya berbekas merah akibat genggaman kuat pria itu.
Hanbin berani melakukan itu, karna ia takkan mau menyia-nyiakan kesempatan yang datang padanya lagi. Sudah sering kali gadis itu menolak didekati dan menepis kehadirannya.
Alena menjauhi tempat hanbin berdiri, ia terus mengelus pergelangan tangannya yang masih memerah.
"ALENA!!" teriak hanbin cukup keras, membuat orang-orang sekitar menatapnya aneh.
Alena terus menambah laju langkahnya, ia tidak ingin jadi pusat perhatian.
"I LOVE YOU!!"
Dunia serasa berhenti berputar bagi gadis itu, langkahnya terhenti, dia mematung ditempatnya. Seolah tengah mencerna apa yang barusan didengarnya, memastikan bahwa sekarang bukanlah mimpi.
Jika orang-orang sekitar sudah heboh dan ikut senang, berbeda lagi dengan yang ia rasa. Ia nampak terkejut dengan semua itu.
Tanpa alena dan hanbin sadari, sedari tadi dua orang pria ditempat berbeda menyaksikan kejadian itu dari awal hingga akhir.
~ยคยคยค~
#KIM JISOO AS ALENA KIM๐ท