Chapter 2 - [Kebangkitan]

"Miaw!"

Suara kucing menyambut kedatangan salah satu anak pemilik rumah itu. Bunyi pintu dibuka dengan tenang itu menjadi pusat perhatian seisi rumah. Sang istri dari pemilik rumah tersebut menyambut anaknya dengan hangat yang dibantu oleh seorang gadis yang mendorong kursi roda yang sedang didudukinya.

Rumah itu sangat megah dan besar. Bahkan ketika Noah melangkahkan kakinya, rumah ini terasa sangat dingin. Hanya ada Ibu, anak dari suami kakak Ibu, dan dirinya lah yang tinggal di sini. Di dalam rumah besar dan megah tersebut.

"Selamat datang," sambut wanita paruh baya tersebut dengan hangat. Tatapannya sangat bahagia begitu melihat anaknya yang tinggi dan gagah sampai di rumah dengan selamat.

Noah menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Bagaimana keadaan ibu?" tanya Noah begitu melihat seseorang yang telah melahirkannya ke dunia dengan selamat itu berada di depan mata.

"Ibu baik-baik saja, Noah. Tidak usah khawatirkan ibu," tuturnya dengan jawabannya yang penuh kehangatan. Namun, perasaan sedih muncul di dalam hatinya dan merubah raut wajahnya menjadi sendu.

'Apa menjadi semakin parah?' pikir Noah setelah melihat perubahan wajah ibunya.

"Kak Noah ...." Gadis yang masih berdiri di belakang kursi roda itu mengangkat suaranya. Wajahnya juga sama khawatirnya dengan Noah setelah melihat raut wajah orang yang telah melahirkannya.

"Ah! Sekarang sudah jam makan malam, tapi kita tidak ada bahan makanan."

Ibu Noah menyela pembicaraan yang mulai tidak enak itu. Dengan kejutan yang dibuat-buat olehnya, dia menunjuk jam yang menempel di dinding rumahnya. Menunjukkan pukul 8 malam dan mereka sama sekali belum makan.

"Oh, benar!" Gadis yang tadi ucapannya disela oleh Ibu Noah juga ikutan terkejut. "Kak! Kau pasti belum makan, bukan? Aku harus membeli bahan makanan untuk dimakan malam ini!"

Namun, Noah yang merupakan seorang pria tidak bisa membiarkan seorang gadis berkeliaran di luar pada malam hari. Akan sangat bahaya jika seorang gadis berjalan seorang diri di jalanan. Terutama lingkungan rumahnya yang sepi.

"Biar aku saja yang membelinya."

Dia hendak membalikkan tubuhnya, namun dicegat oleh gadis itu.

"Tapi kak! Kau baru saja pulang dari kampus."

Noah menatap gadis berambut gelombang dengan poninya yang rata. Warna rambutnya yang salmon itu tampak cocok dengan warna kulitnya yang putih, namun tidak dengan identitasnya. Matanya yang berwarna Royal Brown itu menatap khawatir pada pria yang sedang dia sukai.

"Tidak masalah bagi seorang pria," jawab Noah, dingin.

Gadis itu sama sekali tidak merendahkannya, tapi Noah yang merasa diremehkan karena orang di sekitarnya menganggap bahwa dia lemah membuatnya merasa tidak nyaman.

Dia pergi tanpa pamit meninggalkan kedua wanita yang terdiam di tempat. Sang ibu yang diam membisu setelah mencari topik yang membuat anaknya yang baru pulang kuliah harus pergi lagi, sedangkan sang gadis yang merasa bersalah dengan sikapnya.

[][][][][]

Kring!

"Terima kasih sudah memilih tempat ini."

Seorang kasir perempuan mengucapkan terima kasih dengan perasaan yang gembira. Noah keluar dari supermarket sambil membawa bahan belanjaannya yang berisi bahan masakan untuk makan malam.

Tubuhnya yang masih berbalut seragam basket itu membuatnya menjadi pusat perhatian para wanita. Kenapa tidak? Wajahnya yang tampan dan proposi tubuhnya yang ideal seperti artis. Ditambah dengan dia sedang mengenakan seragam basket.

Udara di luar terasa sangat dingin. Membuat tubuh yang bagus itu menggigil. Meskipun sudah menggunakan sweater hitam miliknya untuk menutupi seragam basket yang dipinjamnya.

'Apa sekarang sudah masuk musim dingin?'

Dia mendongakkan kepalanya untuk menatap langit yang sudah kelam. Gelap. Hanya ada gumpalan awan yang menutupi bintang dan bulan. Tampak seperti akan turun hujan.

'Kenapa hari ini terasa sangat sunyi?'

Merasa aneh, Noah mengendikkan bahunya yang tiba-tiba merinding. Dia memilih untuk menatap lurus ke depan dan mulai melangkahkan kakinya menuju rumah.

Begitu dia menggerakkan kakinya selangkah, dia menghentikannya. Menatap lurus ke depan, lalu mengedarkan pandangannya pada orang-orang yang menunjuk ke atas yang tepatnya ialah langit.

Raut wajah orang-orang yang tidak dikenalnya itu tampak cemas dan ketakutan. Padahal hanya awan biasa yang menggumpal seperti Cumulus, tapi kenapa semua orang memasang raut wajah ketakutannya?

'Ada apa?'

Noah yang merasa penasaran juga ikut mendongakkan kepalanya. Padahal tadi dia merasa awan itu hanya awan biasa, tetapi-

Deg.

Jantungnya seperti berhenti berdetak. Bentuk sesuatu yang berada di langit yang sedang dia tatap bukanlah awan. Apa yang sedang ditatapnya ialah sesuatu hitam besar yang membentuk pusaran. Seperti portal dalam sebuah game.

'Apa itu?'

Matanya melebar begitu dia menatap langit yang sudah ditutupi portal besar tersebut. Jantungnya berdetak dengan kencang, darahnya yang berdesir dengan kencang, dan keringat dingin mulai ke luar. Tubuhnya gemetar setelah sesuatu muncul di dalam pikirannya.

'Apa dunia akan hancur?'

Manusia pada saat itu tidak bisa melakukan apa-apa. Mereka yang belum mengenal sihir, mereka yang tidak menganggap bahwa sihir itu ada sejak dulu, dan bahkan mengatakan bahwa sihir adalah ilusi.

Kini, mereka berharap bahwa sihir itu benar-benar ada. Untuk melindungi tempat kelahiran mereka dan bertahan dari serangan yang tidak jelas yang ada di depan mata. Semuanya menatap dengan tatapan ketakutan, seperti koloni semut yang harus berhadapan dengan seekor gajah.

[TRING!]

Sesuatu muncul di depan mata Noah. Layar mengambang berwarna biru sedikit transparan itu muncul di depan matanya yang membuatnya terkejut. Pantulan cahaya berwarna biru mengenai kulitnya yang putih. Seperti memiliki radiasi, Noah sedikit menyipitkan matanya sebelum dia benar-benar bisa beradaptasi dengan layar tersebut.

"Apa ini!?"

"Whoa! Ini mengejutkanku!"

"Oh, ya ampun!"

"Hei! Ini apa?"

Semua orang memiliki hal yang sama dengannya. Noah kembali mengedarkan pandangannya. Layar biru itu mengambang di depan mereka.

Tidak mau membuang-buang waktu lagi setelah keterkejutannya, Noah kembali menatap layar petak yang mengambang di depan matanya. Menatap tulisan yang ada di dalam layar tersebut.

[You Have a New Message!]

Noah sudah membacanya dan dia tidak tahu apa yang akan dilakukannya setelah itu. Secara iseng, dia mencoba menekan tulisan tersebut. Seolah dia sedang bermain game yang sering dimainkannya semasa sekolah.

Tulisan itu tidak menanggapi tunjukan Noah. Spontan saja wajahnya memerah karena malu. Orang-orang yang berada di sekitarnya pasti menatapnya kekanak-kanakan.

'Apa yang kau lakukan, Altair Noah Ortiz,' rutuknya dengan wajah yang masih memerah seperti tomat.

"Ini memalukan, seharusnya aku tidak melakukan itu untuk mem [Buka] nya."

[TRING!]

[Selamat Datang, [Player Baru]!]

"-!"

Dia terkejut begitu suara berdering di telinganya. Tulisan itu berganti dan membuatnya terkejut lagi. Memiliki daya tangan yang cepat, Noah mengerti seperti apa dia membuka pesan tersebut.

'Jadi ini digunakan dengan cara disebutkan,' simpulnya.

Dengan mata yang melebar tersebut, Noah membacanya dan dia merasa janggal dengan ucapan selamat datang kepadanya.

"Player?"

Mungkin semua orang juga berpikiran yang sama dengannya. Kata [Player] digunakan dalam dunia game dan yang menjadi masalahnya ialah, saat ini dia berada di dunia asli. Tempat dia harus bertahan dengan mencari uang dan mendapatkan makanan untuk kelangsungan hidupnya.

[TRING!]

Sekali lagi layar itu berbunyi dan tulisannya berganti tanpa diminta. Secara otomatis layar itu melakukannya sendiri.

[Jiwa yang belum mengetahui apa-apa karena sejarah yang salah menjadi terkunci dalam pengaruh segel sihir.]

"Segel sihir?"

Pesan itu tidak berlanjut. Di sekitarnya mulai gaduh dan karena tidak bisa fokus dengan apa yang sedang terjadi, Noah berjalan ke tempat yang sunyi. Portal yang berada di langit sudah menghilang begitu layar yang mengganggu pemandangannya muncul di depan mata.

[TRING!]

[Hanya orang-orang yang memiliki kemampuan khusus yang mengalami [Kebangkitan]. Mengalahkan para [False] yang mulai mengganggu keseimbangan alam semesta.]

Masih dalam perasaan yang penasaran, Noah menautkan alis matanya. Dia sama sekali tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Meskipun dirinya merupakan mahasiswa teladan di kampusnya.

"Siapa [False]?" tanya Noah, mencoba berkomunikasi pada layar tersebut.

Merasa pertanyaannya dibalas, layar itu kembali mengeluarkan suaranya dan tulisan kembali berganti.

[TRING!]

[Menjadi lemah bukanlah alasan dan menjadi kuat bukanlah hal yang mustahil. Mempertahankan dunia kalian dari para [False] adalah kewajiban. [System] dibuat untuk menjadi kuat dan jika dilanggar maka akan mendapat [Penalty]. Bersenang-senanglah!]

Begitu Noah membaca keseluruhan pesan tersebut, layar yang mengganggunya tiba-tiba menghilang. Meski dalam keterkejutannya, Noah memilih untuk kembali ke tempat dia berdiri, tapi semua sudah berubah dalam sekejap mata.

Matanya membelalak kaget dengan perubahan tersebut. Tapi memiliki wajah yang tenang dan dingin membuatnya bersyukur.

Planet tempat dia menghirup udara secara alami berubah 180 derajat menjadi planet seperti alien. Bedanya, yang bisa mengendalikan sihir adalah manusia, dan tidak ada bentuk alien yang berada di sekitarnya.

Banyak orang yang bisa mengendalikan sihir dengan matanya yang mengeluarkan cahaya. Bukti bahwa orang itu mengeluarkan sihir. [Kebangkitan] yang dituliskan pada layar yang tadi dia baca ternyata memang ada, dan saat ini kota di tempatnya lebih terang dari sebelumnya. Tampak seperti banyak yang mengalami [Kebangkitan] pada hari ini.

'Mereka mengalami [Kebangkitan] dan itu mungkin menjadi hal yang menyenangkan untuk mereka,' pikir Noah.

Sayang sekali, dia tidak mengalami [Kebangkitan]. Sangat jelas bahwa tidak ada perubahan pada tubuhnya, bahkan layar yang tadi muncul menghilang begitu saja.

'Sepertinya orang lemah tidak mengalami [Kebangkitan].'

Meski dia menghela napas karena tidak mengalami [Kebangkitan], perasaannya tidak enak. Jantungnya terus menerus berdegup dengan kencang. Seperti akan terjadi sesuatu di masa depan.

Noah memegang dadanya yang terasa sakit. Menutup matanya dan merasa udara malam yang menerpa wajahnya yang putih. Barang belanjaan untuk makan malam masih dia pegang dengan erat dan dengan segera Noah berjalan pulang tanpa merasa terusik dengan tawa bahagia dan heran orang-orang yang di lewatinya.

'Bagaimana keadaan Ibu dan Riley?'

Dia merasa khawatir pada dua wanita yang berada di rumahnya itu. Terutama Ibu Noah yang memiliki kondisi fisik yang lemah.

'Jika terjadi sesuatu padanya, aku tidak akan tinggal diam.'