Chereads / Duda Tampan : Mengejar Istri yang Kabur / Chapter 39 - Bab 39 - Mati kelaparan

Chapter 39 - Bab 39 - Mati kelaparan

Xiao Yi masuk ke dalam kamarnya. Mengunci pintunya rapat-rapat lalu menenggelamkan kepalanya di bawah selimut. Kekanak-kanakan memang tapi biarlah karena pria itu memang sudah membuatnya kesal.

Tok … tok ….

"Xiao Yi, keluarlah. Aku akan meminta pelayan untuk memasaknya lagi," bujuk Li Zheng.

Sang pemilik rumah tapi di sini justru ia yang menjadi seolah-olah sebagai pencuri. Bukankah wajar ia makan di rumahnya sendiri? Semua makanan di rumahnya berarti miliknya pula.

"Xiao Yi, keluar atau aku akan mendobrak pintunya," ancam Li Zheng Yu. Ketukannya semakin keras.

Xiao Yi menutup telinganya dengan bantal agar tidak mendengarkan Li Zheng Yu. Biarlah sesekali menjadi kurang ajar pada yang punya rumah. Itu salahnya karena dia tidak punya etika.

Li Zheng Yu berdecak kesal ingin sekali mendobrak pintu tapi mengurungkan niatnya. Jika pintunya rusak dirinya juga yang repot.

Li Zheng Yu mengangkat bahu kemudian memilih masuk ke dalam kamarnya. Tidak masalah jika tidak mau makan karena dia sendiri yang akan rugi.

Xiao Yi menyingkirkan bantal yang menutupi kepalanya setelah tidak terdengar lagi suara ketukan pintu.

"Aku sangat lapar," rintih Xiao Yi. Ingin keluar tapi gengsi jika sampai ketahuan pria itu. Bisa-bisa mati jika harus menunggu besok pagi saat sarapan.

Padahal jam dinding masih menunjukkan pukul satu malam. Masih enam jam lagi menunggu sarapan.

Xiao Yi mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar. Tidak ada apapun yang bisa dimakan. Seharusnya tadi tidak marah sehingga tidak akan terjadi seperti ini.

Terpaksa Xiao Yi memejamkan matanya agar bisa melupakan rasa laparnya.

"Dasar pria tidak punya hati! Pantas saja istrinya pergi meninggalkannya," gerutunya.

==============================

Pagi-pagi sekali Mei-Yin sudah bangun. Buru-buru ia pergi ke depan kamar Xiao Yi untuk membangunkannya. Hari ini ia akan sekolah untuk pertama kali setelah pindah. Anak kecil itu ingin Xiao Yi mengantarkannya.

Mei-Yin mengetuk pintu sambil menempelkan telinganya di pintu kamar Xiao.

"Apakah Bibi sudah bangun?" seru Mei-Yin.

Anak kecil itu terus memanggil Xiao Yi hingga beberapa kali. Namun tak ada jawaban sekalipun dari dalam. 

Li Zheng Yu yang justru terusik oleh suara putrinya yang cukup kencang berteriak. Dengan mata menahan kantuk, pria itu keluar dari kamarnya.

"Mei-Yin, apa yang kau lakukan di pagi buta seperti ini?" ujar Li Zheng Yu sembari menguap dan menyandarkan kepalanya pada sisi pintu.

"Ayah, hari ini pertama aku masuk sekolah. Aku ingin bibi Xiao Yi menemaniku," rengek Mei-Yin dengan nada manja.

"Ini masih terlalu pagi. Bibi Xiao Yi mungkin masih tidur," terang Li Zheng Yu dengan malas.

"Pasti bibi marah gara-gara Ayah. Kemarin bibi terjatuh karena mengejar mobil ayah," gerutu Mei-Yin sambil melipat tangannya di dada.

"Itu salahnya sendiri, lagi pula kemarin ayah sangat terburu-buru. Sekarang kembalilah ke kamar dan tidur lagi," perintah Li Zheng Yu.

Matahari bahkan belum menampakkan sinarnya tapi putrinya sudah sibuk.

"Aku tidak mau. Ayah, bangunkan dulu Bibi Xiao Yi." Tangan mungil Mei-Yin memegang tangan Li Zheng Yu kemudian menariknya.

Li Zheng Yu menghembuskan nafasnya secara kasar. Tidak mungkin menolak kemauan Mei-Yin yang sangat keras kepala. Entah apa kesalahannya sehingga selalu dikelilingi oleh orang-orang yang keras kepala.

"Xiao Yi, jangan membuatku repot dengan membangunkanmu setiap pagi," ujar Li Zheng Yu sambil mengetuk pintu kuat-kuat.

"Ayah, dobrak pintunya," ujar Mei-Yin sambil melompat sambil mendongakkan kepalanya memandang Li Zheng Yu.

"Mei-Yin, tidak sopan mendobrak pintu kamar seseorang. Mungkin dia sedang mandi sehingga tidak mendengarkan kita." Li Zheng Yu tidak ingin mengulangi kesalahan seperti saat menginap di rumah Fang Yin.

Mei-Yin memainkan jemarinya dengan bibir cemberut.

"Tunggu setengah jam lagi. Jika belum keluar juga maka kita akan mendobraknya," ujar Li Zheng Yu sembari melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar.

Mei-Yin terus membuntuti Li Zheng Yu bukannya kembali ke kamarnya sendiri.

"Mei-Yin, kenapa kau ikut kemari?" tanya Li Zheng Yu sembari mengerutkan keningnya. Putri kecilnya pasti akan mengganggu dan tidak akan membiarkannya tidur lagi.

"Aku tidak ingin Ayah tidur," sahutnya sembari naik ke atas ranjang kemudian membaringkan tubuhnya. Berguling kesana kemari.

Tadinya Mei-Yin adalah tipe anak yang pendiam dan cuek. Tapi tidak tahu kenapa belakangan ia sangat cerewet dan aktif sekali. Terutama setelah bertemu dengan Xiao Yi.

"Ayah, aku ingin bertemu ibu," ucap Mei-Yin sambil memandang foto bersama mereka yang ada di atas meja.

"Sebaiknya kita bangunkan saja Bibi Xiao Yi. Jangan-jangan dia pingsan," ujar Li Zheng Yu untuk mengalihkan pembicaraan. Sulit baginya untuk membujuk jika Mei-Yin sudah mengatakan ingin bertemu dengan ibunya.

"Baiklah." Mei-Yin segera turun dari ranjang dengan penuh semangat.

Sejak kecil Mei-Yin kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang seorang ibu. Itu mengapa ia sangat bersemangat setelah melihat Xiao Yi yang mirip dengan ibunya. Dekat dengannya bisa menumpahkan rasa rindu Mei-Yin pada ibunya.

Dengan langkah berat Li Zheng Yu kembali ke depan kamar Xiao Yi. Ia terus mengetuk pintu dengan sangat keras tapi tidak ada terdengar Xiao Yi melakukan aktivitas apapun.

"Jangan-jangan dia mati karena semalam kelaparan." Mata Li Zheng Yu terbelalak lebar. Seketika rasa kantuk kini sudah menghilang semua.

"Mei-Yin minggirlah," ujar Li Zheng Yu sembari mengambil ancang-ancang. Sepertinya ia harus mengorbankan pintu rumahnya.

Brakk….

Dalam satu kali tendangan, Li Zheng Yu sudah berhasil membuat pintu itu terbuka. Suaranya juga terdengar sangat keras.