Chapter 15 - PERUBAHAN PART 3

Octans, seseorang yang telah diberi gelar ksatria, kemampuan pedang dalam pertarungan-pertarungannya memang sudah tidak perlu diragukan lagi. Dengan kecepatan yang luar biasa, dia menyerang Zero dengan pedangnya. Zero hanya bergerak menghindari serangan Octans. Sama halnya dengan Octans, Zero pun sangat lihai dalam bertarung sehingga gerakannya yang cepat selalu membuatnya berhasil menghindari semua serangan Octans.

Akan tetapi, Octans tentu saja tidak pantang menyerah. Tanpa sedikit pun mengurangi kecepatan gerakannya, dia terus berusaha menebas Zero dengan pedangnya. Zero sama sekali tidak memegang senjata apa pun sehingga dilihat dari sudut mana pun, pertarungan ini terasa tidak adil. Zero tampak kewalahan, pedang Octans bahkan berhasil merobek pakaiannya.

Kali ini ... Kemarahan Zero tampaknya telah mencapai puncaknya, dia berhenti menghindari serangan Octans dan kini dia membalas serangan Octans. Kemampuan bela diri Zero memang selalu berhasil membuatku takjub. Dia berhasil memukul perut Octans dengan tangan kosong dan menendang wajah Octans dengan salah satu kakinya.

"Uwaaaaakh!"

Octans berteriak kesakitan karena pukulan Zero yang memang terlihat sangat kuat dan keras. Darah menyembur dari mulut Octans yang menandakan betapa kerasnya pukulan Zero.

"Uukkkhh!"

Octans merintih kesakitan sambil memegangi perutnya yang tadi dipukul oleh tangan Zero. Dia terus terbatuk dan berulang kali memuntahkan darah. Aku merasakan suatu kejanggalan di sini. Padahal Zero hanya memukul perut Octans dengan kepalan tangan kosong tapi bagaimana bisa Octans terluka separah itu bahkan sampai memuntahkan darah?

Aku tahu kekuatan Zero memang luar biasa, akan tetapi … sungguh kekuatannya sangat mengerikan. Aku menatap ke arah Zero yang sedang menunduk, terlihat dia sedang memungut sesuatu. Mataku terbelalak ketika melihat Zero mengambil sebuah batang pohon yang tergeletak di tanah.

"Kau ... Si-Siapa kau sebenarnya? Tenagamu ... Kuat sekali?"

Hanya dengan satu pukulan, Octans sang pemimpin pasukan perang itu terlihat begitu kesakitan. Benarkah kekuatan Zero sebesar itu?

Zero menatap dengan penuh kemarahan pada Octans. Aku belum pernah melihat kemarahan sebesar itu di wajah Zero sebelumnya semenjak aku berkenalan dan berpetualang bersamanya. Zero memasang gerakan siap menusukkan batang pohon itu pada Octans yang masih merintih kesakitan.

Orang yang tidak mengetahui kekuatan Zero pasti tidak akan merasa takut atau khawatir ketika melihatnya bermaksud menusukkan batang pohon itu pada Octans. Tapi berbeda denganku ... Sejauh ini aku telah mengetahui kemampuan Zero. Memori di ingatanku kembali terbayang, ketika aku menyaksikan benda-benda yang digenggam oleh Zero selalu berhasil menjadi senjata yang mematikan. Senjata yang bisa membunuh dengan mudahnya. Sebuah keajaiban yang sulit dipercaya oleh akal namun memang sebuah kenyataan. Aku tahu betul batang pohon itu akan menjadi pedang yang sangat tajam begitu berada di genggaman Zero. Jika batang pohon itu menusuk tubuh Octans, aku tidak berani membayangkan apa yang akan menimpa pria itu.

Aku sangat menyadari jarakku yang terpaut cukup jauh dari mereka, membuatku tidak mampu melakukan apa pun untuk menghentikan Zero. Hanya ada satu cara yang terpikirkan olehku sekarang untuk menyelamatkan Octans. Ya, aku harus menyelamatkan pria itu dari serangan mematikan Zero karena jika dia sampai terkena serangan itu, aku ragu Octans akan selamat.

"Like fire the wind blow with anger... the evil sleep the evil wake the evil laugh"

Ayat hina itu terlontar dengan sendirinya dari mulutku. Seketika itu juga angin berhembus dengan hebat. Aku merasa lega karena tindakanku ini berhasil mengalihkan perhatian Zero. Dia menghentikan gerakannya dan menatap ke arahku. Ya, tampaknya Zero menyadari bahwa aku telah membaca ayat hina untuk menghentikannya.

Darah mengalir keluar dari hidungku, aku pun merasakan kekakuan pada bibirku. Memang seperti inilah efek yang akan aku rasakan setiap kali membaca ayat hina. Efek yang sangat menyebalkan untuk tubuhku karena setelah ini aku akan menjadi sosok rapuh tak berdaya karena jangankan untuk menggerakan badan, untuk mengeluarkan suara pun, kemampuan itu untuk sementara waktu akan menghilang sebelum pengaruh pengucapan ayat hina berakhir.

Zero masih menatap tajam ke arahku mungkin marah karena aku terkesan sedang melindungi Octans darinya. Walau tak kupungkiri memang itulah yang sedang kucoba lakukan, menyelamatkan Octans dari kekuatan Zero yang mengerikan. Aku tidak bisa mengeluarkan suara sehingga aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala untuk memberinya isyarat bahwa aku melarangnya membunuh Octans. Meskipun kemarahan masih terlihat jelas di matanya, tapi aku kembali merasa lega ketika melihat Zero berjalan menghampiriku dan menjatuhkan batang pohon yang sejak tadi dia genggam.

"Kau selamat kali ini, tapi aku bersumpah akan membunuhmu jika kau muncul lagi di hadapanku."

Tanpa menatap ke arah Octans, Zero mengutarakan kemarahannya. Kemudian dia berjalan semakin mendekatiku.

Aku mengulas senyum sebagai bentuk ucapan terima kasih karena dia mau mengabulkan permintaanku. Tapi dia tak merespon apa pun karena tak sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Sepertinya setelah kondisi tubuhku kembali pulih, aku harus menjelaskan alasanku menyelamatkan Octans dengan menghalangi Zero menyerangnya.

"Dasar bodoh. Kau pasti tidak bisa bergerak lagi," katanya, mengumpatiku. Tentu aku hanya diam saja karena memang suaraku belum bisa keluar.

"Keluar kalian! Tangkap mereka!"

Namun teriakan Octans tiba-tiba menggema dan tak lama setelah itu banyak prajurit bermunculan dari semak-semak. Rupanya Octans membawa begitu banyak prajurit istana bersamanya. Aku merasa sangat kecewa karena tampaknya Octans benar-benar ingin membawaku kembali ke istana meskipun harus dengan paksaan dan kekerasan.

Semua prajurit istana lengkap dengan senjata mereka kini tengah mengepung kami. Tidak ada celah bagi kami untuk melarikan diri.

"Tangkap mereka!!!"

Semua prajurit itu bersiap menangkap kami, ingin sekali aku berteriak memerintahkan mereka untuk menyingkir dari hadapan kami. Namun percuma ... Kekakuan pada tubuhku karena efek menggunakan sihir ini masih belum hilang.

Aku menoleh ke arah Zero yang berdiri tepat di sampingku. Zero menatap tajam ke arah para prajurit yang menghadang jalan kami, mulutnya terlihat bergerak-gerak yang menandakan dia sedang melafalkan sesuatu. Tatapan Zero sangat tajam dan menakutkan, kemudian keajaiban kembali terjadi. Satu persatu prajurit yang berada tepat di depan kami, tiba-tiba tumbang dan ambruk di tanah seolah mereka baru saja kehilangan kesadaran. Tapi bagaimana bisa? Mungkinkah ini karena Zero baru saja membacakan ayat hina untuk membuat musuh kehilangan kesadarannya? Ya, jika dipikir-pikir hanya kemungkinan itu yang mungkin terjadi barusan, hanya ilmu sihir yang mampu membuat para prajurit itu tiba-tiba tumbang padahal tidak ada yang menyerang mereka. Dan tentu saja memang Zero pelakunya karena pria itu terlihat jelas menggerakan bibirnya sebelum para prajurit itu tumbang di tanah. Jalan pun terbuka untuk kami, karena prajurit yang tidak terkena sihir Zero kini mulai melangkah mundur. Dari sudut mataku terlihat dengan jelas, keterkejutan dan ketakutan dari para prajurit itu begitu melihat betapa kuat sosok Zero.

"Apa yang kalian lakukan? Cepat tangkap mereka!"

Octans kembali berteriak, kemarahan di wajah Zero terlihat semakin meluap-luap. Aku sama sekali tidak ingin melihat jatuh korban lagi, kali ini aku tidak yakin mampu menghentikan kemarahan Zero.

Aku memaksakan diriku melawan kekakuan ini. Aku berusaha untuk berteriak. Sangat sulit, namun aku sama sekali tidak menyerah. Aku tetap berusaha membuka mulut, walau sulit awalnya tapi kegigihanku berhasil memenangkan kekakuan ini.

"Berhenti kalian! Jangan ikuti kami! Biarkan kami pergi jika kalian tidak ingin terluka!" Suaraku sudah kembali bahkan dengan lantang aku berteriak sekencang yang kubisa.

"Jangan dengarkan tuan putri, Perintah raja adalah mutlak! Cepat tangkap mereka!"

Kekecewaanku kepada Octans bertambah besar. Aku tidak menyangka dia akan bersikap keras kepala seperti ini. Dia bahkan tidak merasa khawatir pada keadaan sebagian prajuritnya yang saat ini tidak sadarkan diri bergeletakan di tanah.

"Ini perintah dari tuan putri kalian, biarkan kami pergi!!" Aku berteriak sekali lagi memberikan perintah pada para prajurit yang saat di istana begitu mematuhiku.

Para prajurit itu mengubah posisi siaga mereka setelah mendengar teriakanku. Tampaknya mereka masih menganggapku sebagai tuan putri mereka, karena kini mereka menuruti perintahku. Mereka tetap diam mematung meskipun aku dan Zero mulai melangkahkan kaki kami. Aku bersyukur karena bukan hanya suaraku yang telah kembali, aku pun sudah bisa kembali menggerakan tubuh. Memang seperti biasa efek penggunaan ayat hina tak bertahan lama, akan hilang dengan sendirinya dalam hitungan menit.

Aku dan Zero terus berjalan meninggalkan mereka yang kini menatap kami berdua dengan raut ketakutan. Para prajurit yang menyadari kami berdua memiliki kekuatan sihir yang bisa menumbangkan mereka bahkan tanpa perlu menyentuh apalagi beradu senjata dengan mereka.

"Giania! Bagaimana pun caranya, aku pasti akan membawamu kembali ke istana!"

Namun sepertinya Octans tak akan menyerah semudah itu. Ya, memang seperti itu sosok Octans yang kukenal. Begitu keras kepala dan pantang menyerah. Walau dulu dia begitu penurut padaku karena dia tak berani melawan perintah putri raja sepertiku, aku terkejut sekarang dia banyak berubah. Bukan hanya melawan perintah, dia bahkan sudah berani menjebak dan membohongiku seperti tadi.

Untuk sesaat aku menghentikan langkah lalu menatap ke arah Octans yang masih memegangi perutnya. Dari dasar hatiku yang paling dalam, aku meminta maaf pada Octans karena walau dia sangat menyebalkan hari ini tapi tetap saja aku tahu niatnya baik. Berbeda dengan Ivan dan Charls yang tidak peduli meskipun melukaiku, mereka akan memaksaku untuk kembali ke istana. Octans berbeda karena aku tahu persis dia tak akan berani melukai atau memaksaku dengan kekerasan, karena itu pula dia menggunakan cara halus dengan membujukku tadi. Ah, bukan membujuk mungkin kata menipu dan menjebak lebih tepat.

Tapi aku sudah memantapkan hati untuk melanjutkan perjalanan bersama Zero. Tanpa mempedulikan teriakan Octans, aku melanjutkan langkah bersama dengan Zero yang berjalan di sampingku.