Seperti biasa, usai makan malam, Arsyla pergi ke ponpes putri untuk mengajar, diantar oleh abahnya. tiba di sana, ia melihat sesuatu yang berbeda dengan temannya yang merupakan abdi bu Nyai. Mbak Nuraini.
Jelas sekali, terlihat perbedaannya. Selama ini dia adalah sosok yang dikenal tenang, kalem dan selalu memasang wajah datar. Tapi, kenapa hari ini keliatan seneng banget, kan sangat menyita perhatian.
"Ada apa, Mbak? Kok kayaknya lagi seneng banget?" tegur Arsyla begitu sampai di mushola putri.
Sambil mengenakan Mukena, Ruroh yang juga seorang ustadzah sekaligus santri turut nimbrung, "Dia baru saja melihat mobil pria yang disukainya sejak lama di depan dalem."
Arsyla menautkan kedua keningnya lalu turut tertawa bersama Ruroh. Dalam hati, ia merasa geli aja. Masa iya, cuma melihat mobilnya aja bisa seseneng itu? Ah, wajar. Namanya juga seorang santri, melihat orang yang disukai aja jarang. Tentu saja, akan merasa senang jika melihat benda miliknya. Jika sampai melihat orangnya langsung, walau dari jauh, dan mengintip dari celah, pasti sudah cukup membuat deg-degan dan panas dingin.
"Ruroh ini apaan, sih? Ngarang gaya bebas kamu, ya?" ucap Nuraini, malu-malu. Kemudian, ia ngeloyong, berjalan menuju barisan sof paling depan.
Sudah, ayo kita jamaah dulu, bu Nyai sampun rawuh (sudah tiba)." Arsyla memberikan intruksi kepada dua teman baiknya itu.
Usai jamaah dan memberi pelajaran kepada santriwati, Arsyla masih engan pulang, karena besok tidak ada kuliah, ia berniat untuk menginap di pondok bersama, mbak Nuraini, Ruroh dan yang lainnya.
Sepanjang malam, Arsyla yang biasanya nampak ceria, kini dia lebih terlihat banyak diam dan sedikit murung, hingga menimbulkan banyak pertanyaan bagi kedua teman baiknya itu.
"Syl, kenapa kok murung saja? Ada masalah?" tanya mbak Nuraini.
"Tidak, Mbak. Cuma kepikiran sesuatu, saja." Gadis itu tersenyum, dan menunduk untuk menghindari kontak mata dari mbak Nur. Wanita yang usianya dua tahun lebih tua darinya.
"Cerita saja pada kami, tidak apa-apa."
"Bukan apa-apa, kok Mbak. Ya udah, kita tidur saja, ini sudah pukul 22.00." Arsyla pun segera meletakan kepalanya di atas bantal dan menarik selimut menutupinya hinggal leher. Arsyla sendiri memang terkenal sebagai sosok pendiam. Dia memang mudah bergaul. Namun, dalam pergaulannya dia lebih sering menjadi pendengar dari pada yang curhat. Bahkan, dia sendiri hampir tidak pernah menceritakan permasalahan hidupnya pada siapapun. Apalagi, yang berkaitan dengan hati san perasaan.
Sudah hampir sejam Arsyla belum juga bisa tidur. Sementara, teman-temannya sudah terlelap semua sejak tadi. Untuk mengisi kegabutan, dibukanya ponsel yang sebelumnya ia letakkan di bawah bantal. Dengan tidak tenang, seolah menanti kabar dari seseorang yang tak kunjung menghubunginya.
Dibukanya sosial media, hanya untuk melihat profil orang yang sudah beberapa hari ini ada dalam pikirnnya. Tapi, dia sepertinya tidak online sama sekali sejak kejadian hari Minggu siang itu.
Terlalu asik melihati foto-foto di IG Jordhan, Arsyla tanpansadar telah ketiduran dengan memandang foto pria berdarah Spanyol itu hingga terlelap.
Pukul 02.00 dini hari Arsyla terbangun dari tidurnya, ia langsung duduk serta nampak sedikit bingung, dilihatnya sekitar, semua teman-temannya masih pada terlelap.
Masih dalam posisi duduk, diingatnya kembali mimpi yang baru saja ia alami.
Di balik biasan cahaya, berdiri seorang pria berambut pirang mengenakan jubah dan peci serba putih, serta sajadah di pundak kirinya. Pria itu mungulurkan tangan kanan ke arahnya, menggandeng tangan kanan Arsyla yang terbungkus mukna berjalan bersama menuju sebuah masjid yang sangat besar nan indah. Bahkan, di kehidupan nyata pun Arsyla belum pernah melihat masjid seindah itu. Di mimpi itu adalah yang pertama.
"Pria itu adalah Jordhan, bagaimana bisa?" gumam Arsyla seorang diri.
Tidak mau larut dalam pikirannya sendiri, seta tak ingin ambil pusing, Arsyla pun beranjak mengambil wudhu dan bersiap sholat tahajud.
Usai tahajud ia perbanyak membaca istigfar. Ia sadar, sebagai wanita yang sebentar lagi mau menikah, sangat salah jika masih memikirkan pria lain selain suaminya, tapi bayangan Jordhan sungguh sangat erat susah dilepaskan dari pikirannya. Yang ia bisa lakukan saat ini hanyalah berdoa dan meminta agar Allah segera menghapus perasaannya pada Jordhan, dan segera menggantikan kesayangan di hatinya nanti hanya untuk Rayyan yang hari Minggu kemarin sempat dia lihat sekilas.
"Ya Allah... sejak awal aku tahu kami berbeda keyakinan. Sejak awal hamba juga sudah menolak perasaan ini hadir. Tapi, kenapa? Kenapa ya Allah kau tanamkan cinta yang harusnya tidak ada? Jika memang cinta ini atas kehendakmu, hamba yakin, atas kehendakmu pula, cinta ini juga akan luluh. Jatuhkan lah cinta dalam hati ini hanya pada pria yang akan jadi imamku saja, ya Allah."