Hari di mana ditetapkan untuk Rayyan kembali bertugas di pulau Nias pun tiba. Bersama kedua, mertua dan istrinya, Rayyan menuju bandara untuk mengantarkan dirinya.
Di sana, sebelum ikut bergabung dengan kesatuannya, Rayyan bersalaman kepada kedua orangtuanya. Maksudnya, dua abah, dan kedua uminya. Terakhir, dia berpamitan pada Arsyla. Gadis cantik yang sudah sah secara agama menjadi pendamping hidupnya.
"Mas berangkat dulu, ya Dek. Adek jaga diri di rumah," ucap Rayyan. Kedua tangannya memegang pundak arsila sambil menunduk karena dia lebih tinggi dari istrinya.
"Iya, Mas. Adek akan jaga diri, begitu juga Mas di sana, ya? Kabari kami jika ada waktu dan apabila sudah sempat," jawab arsila dengan lemah lembut.
Rayan mengangguk pelan dan tersenyum tipis lalu menjawab, "Pasti, Dek!" Pria itu memejamkan matanya mendekatkan wajah kepada kening arsila lalu memberikan kecupan di sana. "Mas berangkat dulu. Jaga diri di rumah, ya? Assalamualaikum."
"Waalaikumssalam!"
***
Jordhan menikmati sesapan rokok terakhirnya di jari tangan kanan, kemudian pria itu melempar nya bersama puntung rokok yang sudah berserakan banyak diatas lantai.
Selama kurang lebih 3 bulan ini, keseharian pria itu hanya seperti itu. Begadang merokok minum-minuman keras sampai kedua matanya membentuk lingkaran hitam seperti mata panda.
"Masih nggak mau tidur dan makan juga? Kamu melakukan hal bodoh seperti itu menunggunya mati perlahan? Cewek yang kamu pikirkan sama sekali tidak peduli sama kamu dia udah nikah kemarin!" cetus Dion sambil meletakkan dua bungkus nasi bebek yang dia bawa.
Mendengar kalau arsila sudah menikah seketika kedua mata Jordan terbelalak lebar ia bangkit dari duduknya yang seperti orang tidak berguna menghampiri Dion dan kedua tangannya mencengkeram erat kedua kerah baju sahabatnya.
"Apa yang baru saja kau katakan? Apakah benar arsila sudah menikah dengan pria itu? Kau tahu dari mana?"
"Kamu mau tahu?" tanya pria itu. Acuh tak acuh.
"Tentu saja, apakah yang kamu katakan itu benar?" tanya Jordan, memaksa ingin tahu.
"Ya sudah... kalau gitu, kamu makan dulu, gih!"
"Aku perlu jawaban dari kamu kenapa kau malah memintaku untuk makan katakan saja dulu benar atau tidak."
"Sudah berapa hari kamu seperti ini hanya minum minuman keras dan merokok tidak makan tidak minum air putih. Apakah kau ada tenaga dan kekuatan untuk mendengarkan pernyataan yang akan aku sampaikan padamu?" ejek Dion.
"Tidak peduli ada tenaga atau tidak. Mendengarkan sebuah kenyataan bukanlah beban."
"Ya memang bukan beban untuk fisik kamu, tapi untuk hati dan mental kamu bisa bisa kau menjadi gila berpikir juga butuh tenaga, kita manusia tenaga didapatkan dari makanan bukan dari minuman keras kecuali apabila kau motor dengan diisi solar 5 tangki mungkin cukup."
"Baiklah!" Tidak ada pilihan lain untuk Jordan selain menuruti permintaan sahabatnya Dion. Dia akhirnya mau memakan makanan yang dibawakan oleh temannya mentah rasanya enak atau karena lapar beberapa hari ini dia tak makan. Dua bungkus yang sebenarnya satu untuk Jordan dan satu untuk dirinya sendiri malah di habiskan semuanya oleh Jordan.
"Aku sudah memakan semuanya sekarang katakan!"
"Apa yang mau kamu dengarkan? Berapa kali pun aku berkata juga kan sama dia sudah menikah dengan seorang TNI tampan yang tinggi dan gagah," jawab Dion. Ia tidak jadi makan. Akhirnya memesan makanan online.
"Itu hanyalah suami diatas kertas. Dia menikah karena tidak bisa menolak permintaan kedua orang tuanya sementara pria yang dia cintai hanyalah aku."
Dion tertawa terbahak sampai memegangi kedua perutnya. "Bro! Kau ini jangan bego! Di hatinya memang ada kamu, mungkin benar kok adalah cinta pertamanya namun sebesar apapun cintanya terhadapmu tidak menyalahkan besar rasa cinta yang dimilikinya untuk Rabbnya... Jika tidak, sudah sejak dulu dia mau jadi pacarmu... Tapi, nyatanya tidak, kan?"
"Siapa itu, Rabbnya?" tanya Jordan bingung. Karena itu terdengar sangat asing di telinganya. Baru kali ini dia mendengar kata Rabb.
"Rabb itu adalah Tuhan. Rabbnya berarti Tuhannya, Allah. Seperti kau, Tuhanmu adalah Jesus. Gak usah aku jelaskan Kau pasti juga sudah mengerti dalam agamanya yang juga agamaku melarang supaya tidak menjalin pernikahan dengan yang berbeda agama. Pria adalah seorang imam dalam rumah tangga maka dia harus memiliki ilmu agama yang lebih bagus dari si istri supaya bisa mendidik dan membawa ke jalan surga. Membahas soal cintanya kepada kamu.... Hahaha!" kembali, Dion tertawa kian parah seperti orang kesurupan saja.
"Kenapa Apakah tidak mungkin, dia tidak bisa melupakannku?"
"Aku tidak tahu tapi melihat cewek seperti arsila yang sangat alim dan sejak kecil sudah dididik dengan ilmu agama yang kuat, dalam rumah tangganya memiliki suami seperti suaminya saat ini pasti akan sangat mudah melupakan dirimu. Selain Dia gagah tampan dan seorang perwira tingkat 2, dia juga lulusan pondok pesantren pasti ilmunya sangat mumpuni untuk menjadi imam bagi Arsila."
"Ya, aku mengerti," jawab Jordan lemah, seperti tidak bertenaga. Dua porsi nasi bebek lalapan seolah tidak memberi efek apapun untuk tenaganya.