Chereads / CINTAKU VS HOBI SUAMIKU / Chapter 2 - Bab 2 Awal Penghianatan Andry

Chapter 2 - Bab 2 Awal Penghianatan Andry

Pov Andry

Aku dan Mira bercumbu mesra di dalam tenda, kami saling berbalas cumbuan. Kususuri leher jenjang Mira dengan lidahku. Kuberikan tanda kepemilikan di lehernya.

Suara desahan Mira menerima cumbuanku, membuatku semakin bernafsu. Kubaringkan tubuh Mira di atas matras dengan perlahan, kubuka sweater yang dikenakannya. Terlihatlah dadanya yang putih mulus, dengan payudaranya menyembul dari balik bra sport yang dikenakannya.

Kuremas payudaranya dari balik bra yang ia kenakan. Namun, tiba-tiba saja melintas bayangan wajah Ida yang merintih kesakitan saat keguguran calon anak kami.

Ku lepaskan cumbuan ku pada tubuh Mira, ku tatap Mira, penampilannya tampak begitu menggoda dengan tubuh bagian atas yang hanya tertutup bra, dan rambut yang tergerai di atas matras.

Namun, nafsuku untuk mencumbu Mira telah menguap begitu saja. Mira menatap ke arahku seakan-akan bertanya mengapa aku menghentikan cumbuanku.

Diulurkannya tangannya, seakan memintaku untuk kembali mencumbu dirinya.

Aku bergeming, kuremas rambutku frustasi, "Maaf, aku tidak bermaksud untuk...um...melakukan hal ini padamu." Kataku pada Mira, "Sungguh, aku benar-benar menyesal."

Aku segera keluar dari tenda, akupun kembali duduk mengelilingi api unggun bergabung bersama dengan teman-temanku.

Fikiranku menerawang jauh. Terbersit rasa bersalah di dadaku kepada Ida, aku tidak tahu kebodohan apa yang telah kuperbuat. Di saat kami sama-sama masih berduka dengan kehilangan anak kami, aku malah bermain gila dengan wanita lain.

"Kok, cepet banget bang?, gak bisa on ya?, ledek Toni padaku.

Sambil tertawa aku berucap, "Elu kali yang gak bisa on, ampe mesti harus nyetok minyak mak Erot, kalo gue mah always on fire," balasku mendengar candaan Toni.

Mendengar jawabanku teman-temanku tertawa terbahak-bahak.

Tak lama berselang Mira keluar dari tenda, ia terlihat telah rapi kembali. Untunglah sweater yang dikenakan Mira memiliki potongan leher turtle neck, sehingga bekas cumbuanku di lehernya tidak terlihat.

Melangkahkan kakinya ke arahku. Ia duduk tepat di depanku. Diambilnya kedua tanganku, lalu dirangkulkan ketubuhnya.

Kujatuhkan kepalaku di pundak Mira, kedua tangan kami saling bertautan dengan erat, seakan-akan kami tidak ingin berpisah.

Randy memetik gitar yang dibawanya, dimainkannya lagu lawas yang berjudul 'Kemesraan', tanpa dikomando kami menyanyikan lagu itu bersama-sama.

Malam semakin larut, satu persatu teman-temanku kembali ke tenda mereka. Mira mengajakku untuk tidur satu tenda, tetapi aku menolaknya. Meski tadi aku sempat khilaf dan hampir meniduri Rima. Namun, syukurlah akal sehatku kembali menyadarkanku.

Rimapun berjalan menuju ke arah tenda, ia akan tidur berdua dengan Ranti. Dapat kulihat tatapan kecewa dan kesal di wajah Mira saat aku menolak ajakannya untuk tidur bersama.

Kuambil sebatang rokok, kuhembuskan asapnya dengan perlahan. Aku terhanyut dalam lamunanku, hingga tak kusadari kalau Randy telah duduk di sebelahku. Ditepuknya bahuku dengan pelan.

Kutolehkan kepalaku ke arah Randy. Kupersilahkan ia duduk di sebelahku. Melihat raut wajahnya, aku yakin ada hal serius yang ingin dikatakannya padaku.

Aku tahu kau sudah dewasa, aku juga bukan bermaksud mencampuri urusan pribadimu. Namun, tidakkah kau sadar, apa yang kau lakukan dengan Mira dapat menyakiti perasaan istrimu. Kau sedang bermain dengan api yang dapat mengancam keutuhan rumah tanggamu." Kata Randy kepadaku.

"Ingatlah itu Dry!, kau mempertaruhkan keutuhan rumah tanggamu, sebagai seorang teman yang mengenalmu semenjak kita kuliah, hingga sekarang, aku tidak ingin melihatmu melakukan kesalahan yang membawa kehancuran bagimu.

Setelah mengatakan hal itu, Randy bangkit dari duduknya, ditepuknya pundakku, "Sudah malam, tidurlah!."

"Sebentar lagi, kuhabiskan dulu rokokku," kataku kepada Randy.

Setelah kepergian Randy, aku memikirkan kata-katanya. Ya, aku tahu apa yang kulakukan dengan Mira dapat melukai, istriku Ida, juga keutuhan rumah tanggaku.

Namun, bagaimana lagi sepertinya aku sudah mulai jatuh ke dalam pesona Mira. Apakah, aku mulai mencintai Mira, tidak, kurasa tidak. Tidak mungkin aku mencintai Mira. Aku hanya mencintai istriku, Ida.

Setelah menghabiskan rokokku, akupun beranjak menuju tendaku. Tak berapa lama kemudian, aku terlelap dalam tidurku.

Menjelang subuh, aku terbangun dari tidurku, kurasakan ada yang memelukku, dengan perlahan kubalikkan badanku.

Aku terkejut, ternyata yang memelukku adalah Mira. "Kapan Mira masuk ke dalam tenda?, mengapa aku sama sekali tidak mendengar kedatanganya di tendaku.

Kuletakkan tanganku di perut Mira, kakiku membelit kakinya, "Tak ada kucing yang menolak diberi ikan, bukan?," gumamku dalam hati. Lalu akupun tidur kembali dengan memeluk Mira

Paginya aku terbangun, dengan sambutan senyuman dari Mira.

"Morning kiss" bisiknya dibibirku.

Ciuman yang awalnya hanya ciuman sekilaspun berubah menjadi lumatan yang menimbulkan suara decapan dan desahan.

Tiba-tiba kurasakan tendaku di goyang dari luar diikuti dengan suara teriakan.

"Woi...pagi sudah!, ayo cepatan bangun!," teriak suara dari luar. Entah siapa yang berteriak, aku tidak mengenalinya. Yang ada, aku merasa kesal, karena orang itu mengganggu kemesraanku dengan Mira.

Mira segera merapikan penampilannya yang acak-acakkan akibat ulahku. Setelah rapi kembali, kami berdua keluar dari tenda.

Randy menatap sinis dan marah ke arahku. Tak kuhiraukan tatapan Randy ke arahku.

"Kita sarapan dahulu, selesai sarapan, kita bereskan perlengkapan berkemah dan bersihkan sampah sisa makanan kita,jangan sampai kita meninggalkan sampah." Perintah Randy kepada kami.

Kembali kami menjadikan mi instan dan kopi sebagai menu sarapan kami kali. Aku dan Mira kembali duduk bersebelahan. Dapat kulihat beberapa teman-teman memandang ke arah kami, dengan tatapan seakan menuduh kami telah berbuat mesum.

Mira menundukkan wajahnya melihat tatapan tajam dan marah dari Randy. Entahlah apa yang ada dibenak Mira, apakah ia merasa malu atau apa?, aku tidak dapat menebaknya.

Selesai sarapan, kami membereskan perlengkapan berkemah kami dan memunguti sampah sisa-sisa makanan kami.

Setelah semua sudah beres dan bersih, kami menuruni gunung dengan beriringan. Lagi-lagi Mira berjalan di sampingku. Seolah-olah ia mengklaim diriku sebagai miliknya.

Setelah tiba di basecamp, kami beristirahat sebentar di warung yang ada di sekitar basecamp. Selesai melepas lelah, kami memutuskan melanjutkan perjalanan.

Lagi-lagi Mira berboncengan denganku, ia minta diantarkan ke apartemennya yang terletak di daerah Jakarta Selatan.

Akupun membonceng Mira menuju aparrtemennya dengan menunggangi motor Ninjaku. Tangan Mira memelukku dengan erat, sesekali tangannya dengan berani mengelus pahaku, sementara dadanya dengan sengaja ditekannya ke punggungku. Dapat kurasakan kelembutan dari gunung kembar milik Mira menggesek punggungku.

Sebagai lelaki normal, gairahku seketika naik. Kulajukan motorku dengan kencang, agar segera sampai dikediaman Mira. Aku tidak mungkin salah mengartikan sinyal yang diberikan oleh Mira, kalau ia bersedia untuk kuajak tidur.

"Tidak mungkin salahkan, Mira memberikan kode kepadaku agar segera menidurinya," gumamku dalam hati.

"Tidak mungkin salahkan, Mira memberikan kode kepadaku agar segera menidurinya," gumamku dalam hati.

Tangan Mira sungguh-sungguh nakal, dia dengan berani menyentuh "dede kecilku.' seketika aku mendesis menahan erangan mendapat sentuhan malu-malu dari Mira.

"Mir please,jauhkan tanganmu, tunggu sampai kita sampai di apartemenmu!!," peringatku kepada Mira.

Mira terkekeh pelan. Namun, diturutinya perintahku. Tak berapa lama kemudian kami sampai di basement apartemen Mira. Dengan terburu-buru kami segera turun dari motor, dan berjalan menuju ke lift.

Tak berapa lama kemudian kami sampai di depan apartemen Mira, dengan cepat dibukanya pintu apartemen.

Begitu pintu apartemen terbuka, kudorong tubuh Mira masuk ke dalam, lalu kubalikkan tubuhnya menghadapku sambil kuciumi bibirnya dengan penuh nafsu. Tanganku bergerak menutup pintu apartemen dan menguncinya.

Kami saling melucuti pakaian yang kami kenakan dengan cepat, tanpa melepaskan ciuman kami. Tiba-tiba saha telponku berdering tiada henti.

"Sial," makiku dalam hati. Kuambil gawaiku dari saku kemejaku yang sudah jatuh ke lantai.