Chereads / Eternal Love #Klein Series 2 / Chapter 7 - Eternal Love #6 Welcome to Jakarta

Chapter 7 - Eternal Love #6 Welcome to Jakarta

Allicia Pov

Suara hiruk pikuk bandara Soekarno hatta, menyadarkanku akan perbedaan suasana dengan di New York, bahasa yang berbeda kadang mommy ajarkan padaku, bahkan kak Daffa dan kak Bella juga sering bercerita tentang tanah kelahiran mereka. Entahlah euforia baru ini membawaku seakan dalam dimensi yang berbeda, memberikan harapan baru padaku, sebuah Kesempatan kedua, sebuah kebahagiaan. Hidup Baru!!

Yeayyy

Ah rasanya tak sabar menjelang hari baru, lingkungan baru, teman baru. Sekolah? Apa papa Aby mengijinkannya untuk sekolah? Kenapa ini tidak terpikirkan olehku sebelumnya, dia cuma orang asing...Tapi aku ingin sekolah, apa aku tanyakan saja?

"Pa...apa nanti aku juga sekolah?" tanyaku penuh harap.

"Tentu sayang, didekat rumah papa ada sekolah internasional jadi kamu bisa sekolah disana," kata Papa Aby penuh kelembutan membuat perasaanku menghangat.

"Asik... nanti aku dapat teman baru ya pa?" sahutku senang

"Pasti, siapa sih yang tidak mau berteman dengan gadis secantik kamu, papa yakin nanti bakalan banyak cowok yang ngantri pingin jadi temen deket kamu," goda papa Aby sambil menoel hidung mancungku, papa ih...dia nggak tahu apa aku kan sudah milik Marc.

"Nggak mau pa... aku udah ada yang miliki, aku milik Marc, Marc milik Cia," Mengingat Marc membuat senyumku terbit. Bagaimana kabarnya sekarang, bocah kecil itu pasti sudah sebesar kak Austin, mengingat kakakku itu membuatku sedih

"Oh... Marc ya...?" goda papaku lagi, kucoba mengenyahkan kesedihanku, aku harus melupakam keluarga yang sudah membuangku.

"Iya... Marcnya Cia," jawabku penuh keyakinan.

***

Kulihat kamar yang akan kutempati, tak sebesar kamarku di New York. Tapi pemandangan dari sini tak kalah cantik, diluar sana ada burung yang berkicau merdu, pasti peliharaan Papa. Wah banyak banget, mana suaranya merdu banget, bikin damai.

Kurebahkan tubuhku lelah, sekelebat bayangan wajah marah daddy, wajah Aurora yang pucat pasi, wajah mommy, kak Daffa, kak Bella dan kak Austin yang memandangnya dengan penuh kecewa, mendesak airmata jatuh membasahi pipiku perlahan jatuh kebantal dan membuat basah disana.

Bagaimana kabar mereka? Apa mereka mencariku? Apa mereka masih marah padanya?

Kak Aurora apa dia baik baik saja?

Begitu banyak pertanyaan di kepala cantikku, membuat kepalaku terasa semakin berat, antara beban pikiran dan rasa lelah yang berkumpul menjadi satu.

Mungkin di depan papa Aby aku bisa terlihat tegar dan tertawa tapi saat ini saat ingat mereka kenapa rasa sedih merayapi hatiku.

Apa aku begitu nakal? Sampai membuat mereka semua kecewa padaku. Mulai sekarang aku akan jadi anak baik, anak berprestasi, anak ceria, biar papa tidak menyesal sudah membawaku ke sini.

Pikiranku berkelana hingga rasa lelah membawaku terlelap dalam pelukan mimpi.

Kernyitan di dahi Allicia menandakan kegelisahan dalam tidurnya, bahkan dalam tidurpun dia tidak bahagia. Anak seusianya yang harusnya masih bergelung nyaman dalam pelukan orang tua, kini terpisah dengan alasan yang paling menyakitkan untuknya.

***

Sekolah baru, ya papa Aby mendaftarkannya di BIS. Bukan Bis alat transportasi, tapi singkatan dari British International School Sekolah bertaraf internasional. Sebenarnya sama dengan di New York, jadi tinggal transfer aja, nggak harus ngulang dari awal.

Dia melangkahkan kakinya dengan langkah pasti, ketika turun dari mobil papa Aby tadi Cia hampir urung turun saking gugupnya.

Tuhan, tolong bantu Cia...

"Hai kamu anak baru ya?" sapa seorang gadis berambut pirang, bermata hazel tersenyum ramah padanya.

"Hai juga, aku pindahan dari New York, namaku Allicia, kamu bisa memanggilku Cia, kamu?" senyum kecil Allicia membuatnya semakin cantik.

"Namaku Sophie, kamu kelas berapa?" tanyanya ramah

"Entah, kata papaku aku harus ke ruang tata usaha dulu," sahut Cia

"Ya sudah kuantar ya," awal yang baik buat Cia, dihari pertama nya sekolah, dia sudah punya teman. Sekarang dia hanya mengandalkan dirinya saja, tak ada perlindungan saudara saudaranya...tak ada Austin...my deares brother.

**

"Wah... jadi kita sekelas, kelas VIII B," Sophie memang sangat ramah dan baik, dia mengantarku ruang tata usaha, dan paling semangat saat tau kami sekelas, aku hanya bisa geleng-geleng dengan tingkahnya.

"Kamu fasih ya bahasa Indonesianya, sudah lama tinggal disini?"tanya Sophie, saat mereka sudah duduk dibangku setelah tadi guru memperkenalkan dirinya didepan kelas.

"Tidak, aku baru tiba di Jakarta kemarin, tapi mommyku pernah tinggal disini, begitu juga kedua kakakku, Bahkan mommyku bisa bahasa Jawa lo, karena mommy pernah menikah dengan orang Indonesia, dan tinggal disini sekitar empat belas tahun," ujarnya getir saat mengucapkan kata mommyku dan Kakakku, apa aku masih bisa mengakui mereka menjadi bagian dariku.

"Enak ya punya banyak saudara, memang berapa saudaramu?"tanyanya riang, memang sangat menyenangkan pada saat mereka ada untuknya, tapi tidak lagi sekarang.

"Lima," ujarku singkat.

"Waw... kau sangat beruntung, kau tahu aku anak tunggal," pekik Sophie .

Ya, batinku getir, tapi mereka semua membuangku, lanjut batinku pilu.

**

Sudah seminggu Aurora dirawat di rumah sakit, untung luka tusuknya tidak dalam jadi kata dokter tinggal tunggu lukanya tertutup sempurna.

Tak ada yang menanyakan tentang kabar Allicia, seakan nama itu terlarang. Hanya Jashon yang tahu jika Cia sekarang berada di Indonesia. Semua seakan tidak perduli dengan kepergian Cia.

Hari ini Jashon baru bisa pulang dan konsentrasi pada pekerjaannya, selama ini semua keperluannya istri dan asistennya yang membawakan ke rumah sakit, sejak Aurora dirumah sakit dia tidak pernah beranjak dari sana, apalagi Aurora sempat kritis.

Dia melangkah memasuki ruang kerjanya yang ada dirumah sudah seminggu juga dia tidak masuk kesini.

Dia buka laptopnya dan mulai melanjutkan pekerjaannya yang sudah menumpuk. Tanpa sadar dia melihat ke folder CCTV, dengan jantung berdegup kencang dia membukanya. Jashon ketik tanggal dan jam kira kira kejadiannya, dan tampaklah gambar yang sama saat dia melihat putri kecilnya sedang memakai headseat, dan merebahkan kepalanya ke pilar disana. Dan dia melihat dua putri lainnya menghampiri Allicia di sana, bisa terlihat Allicia bahkan tak bergeming. Allicia masih asik dengan dunianya, matanya semakin fokus memperhatikan gambar didepannya , sehingga dia tidak menyadari istrinya sedang memasuki ruang kerjanya sambil membawa teh mint kesukaan suaminya itu. Wanita itu berdiri dibelakang suaminya ikut melihat tayangan di laptop suaminya. Dahi Kanaya mengernyit, sejak kapan Jashon memasang CCTV disana, batinnya, tapi tayangan didepannya membuat pikirannya serasa kosong. Dia sungguh tidak menyangka anak itu pelakunya...Kanaya membekap mulutnya tak percaya, kakinya melangkah mundur merasa gamang dengan kenyataan yang baru saja dilihatnya. Jashon langsung dibakar amarah.

"Bukan Cia , bukan putri kecilku, dia tidak bersalah. Aku tahu Cia bukanlah anak yang berhati buruk seperti itu. Dia bukan malaikat nama itu tidak pantas untuknya dia anak setan... kita telah membesarkan anak setan, apa yang sudah kulakukan? Aku bahkan meragukan putriku sendiri, apa? Tuhan... Cia... Cia..," teriaknya, tubuhnya lemas serasa seluruh persendiannya dilolosi, tak kuat dia menyender ketubuh suaminya yang memeluknya membawanya kepangkuannya.

"Kita sudah menyakitinya, sangat dalam," gumam Jashon, suaranya penuh kegetiran.

Betapa dia ayah yang buruk, sangat buruk. Dia mengingat kalimatnya yang begitu kejam, dia tanpa bertanya sudah mengatakan hal buruk pada putri kecilnya.

Dia sudah menyakiti putri kecilnya LAGI dan LAGI...

Bahkan luka lamanya belum tertutup, dia sudah membuat luka baru yang lebih parah..

Putri kecilnya, batinnya memanggil Cia, betapa banyak luka yang sudah daddy torehkan pada hatimu sayang, bisakah kau memaafkan daddymu ini??

Dia bahkan tidak berpikir mencari tahu terlebih dahulu, ini sudah lebih dari seminggu tapi baru kini dia terpikir untuk melihat cctv, bodoh!!

"Kau menyakitinya, tidak kita semua menyakitinya..," pekik Kanaya, dia menatap Jashon marah

"Aku mau bertemu putriku," teriak Kanaya, menepis pelukan Jashon, dia berlari seperti orang gila.

"Cia... maafkan Daddy nak, maaf," gumamnya lirih, airmatanya tak terbendung, apa putrinya mau memaafkannya??

~~~~~~