Hari telah berganti, Dasha mulai bingung harus melakukan apa. Ia sudah mandi dan hanya mengurung diri di kamar. Biasanya pagi-pagi begini Dasha pergi ke sekolah, pulang sekolah pergi nongkrong atau belanja, mau makan apapun tinggal makan. Ahya.. makan. Dasha hampir lupa akan hal itu. Karena Dasha tidak terbiasa sarapan, dia sampai lupa memikirkan makan siang.
"Makan apa ya nanti?" bingung Dasha. Terbesit steak daging di benaknya. Makan siang makan steak, hmmm.. Dasha memejamkan mata membayangkan kelezatannya. Nanti dia akan mengatakannya pada Putra tentang keinginannya ini. Untuk makan siang kali ini, biar Dasha membayar makanannya sendiri.
Kemarin, sebelum Putra meninggalkan Dasha sendirian setelah urusannya selesai menemani Dasha, Putra berpesan agar mengatakan apapun yang Dasha butuhkan termasuk tentang apa yang ingin dia makan dan minum. Putra bersedia menanggung kebutuhan perutnya selama Dasha di kontrakan sampai Dasha mendapatkan pekerjaan. Tentunya dalam harga relatif murah yang dapat di jangkau Putra.
"Kerja apaan ya? Jaga toko enak kayaknya," ucap Dasha yang disambut tawa renyah Putra.
"Lo pengen kerja jaga toko? Yang bener aja lo. Ijazah aja ngga bawa. Mau kerja begituan. Mana bisa," ucap Putra kembali tertawa.
Iya juga ya... Dasha tersadar. Jadi, pekerjaan apa yang bisa ia dapatkan tanpa ijazah???
Suara anak kecil di luar memecah lamunannya. Sepertinya di luar kamarnya sedang ada anak kecil. Dasha pun keluar dari kamarnya. Sinar matahari langsung menerpa penglihatannya. Cerah. Di bandingkan kamarnya yang remang. Di pelataran kontrakan yang beralaskan semen, seorang anak kecil laki-laki berbadan gendut nampak asyik mewarnai di buku bergambar. Mulutnya asyik menyanyikan sebuah lagu, walau Dasha tidak tau lagu apa yang di senandungkan.
"Hay. Lagi mewarnai apa?" sapa Dasha berbasa-basi.
Anak kecil itu berhenti mewarnai dan memandang ke arah Dasha sejenak, lalu asyik mewarnai lagi. "Mewarnai orang," ucapnya.
"Oooo.." Dasha terdiam sejenak. "Nama kamu siapa?" tanya Dasha lagi.
"Firman," jawabnya tetap fokus mewarnai. Dasha terdiam. Entah harus menyebutkan namanya atau tidak. Anak laki-laki itu juga tidak menanyakan namanya. Tak lama, datang seorang anak kecil perempuan. Berlari kecil menghampiri Firman, dengan tangan kiri memegang buku mewarnai dan tangan kanan memeluk pensil warna. Sementara jari jemari tangan kanannya menggenggam dua pensil warna. Cream dan biru.
"Firman, ikutan dong," ucapnya. Lalu ikutan tengkurap di samping Firman yang tidak menyahutinya. Menyadari kehadiran Dasha, anak kecil perempuan itu melihat ke arah Dasha.
"Haii.." sapa Dasha sembari tersenyum.
Anak kecil perempuan itu tersenyum. "Hai, kak," sapanya balik lagu membuka buku mewarnainya.
"Siapa namanya?"
"Ika," jawabnya sembari tersenyum. Hmm.. anak yang ramah.
"Kalian ngga sekolah?" tanya Dasha.
Keduanya menggeleng.
"Ibu sama Bapak ngga ada duit," ucap Firman polos. Yang langsung di sahut oleh Ika.
"Ya ya.. Ibu sama Bapakku juga ngga ada duit," ucapnya polos seraya mengangguk-anggukan kepalanya.
Dasha terenyuh. Merasa iba dan kasihan dengan dua anak kecil di depannya. Mereka nampak bersemangat belajar, tapi tidak bisa sekolah karena terkendala biaya. Sementara di luar sana, banyak yang bisa sekolah karena memiliki banyak uang. Namun, mereka menyia-nyiakan dengan bolos sekolah. Termasuk dirinya. Rasa penyesalan pun singgah di hati Dasha.