Bryana segera melepas rangkulan tangannya pada Dean saat Tania si pemilik butik itu sedang memilihkan tuxedo untuk bodyguard nya itu.
"Maaf, Dean, aku sudah lancang bersandiwara tanpa meminta persetujuan mu," ucapnya kemudian dengan tatapan canggung.
"Tidak apa-apa, Jill, tapi apa pria tadi adalah mantan suamimu?" tanya Dean sembari mengingat Alex.
Bryana menghela napas, kemudian mendudukkan dirinya di kursi tunggu yang tersedia atas empat kursi yang berderet rapi dekat sebuah etalase. "Iya dia mantan suamiku, dia ingin mengambil Calvin dariku dengan berdalih dia sudah memiliki istri baru yang bisa mengasuh Calvin, dia akan menjadikan pekerjaan ku sebagai alasan untuk tidak mempercayai aku mampu merawat Calvin dengan baik."
"Tapi kamu tidak seperti itu," sahut Dean dengan tatapan iba pada Bryana.
"Maksudmu?" Bryana mengerutkan keningnya.
"Kamu ibu yang baik dan selalu ada waktu untuk Calvin meski kamu sangat sibuk," jelas Dean dengan tersenyum hangat, berandai-andai bahwa wanita di hadapannya itulah yang akan menjadi ibu untuk putrinya juga.
Untuk beberapa saat Dean terhanyut dalam khayalan itu kemudian dia merasa seperti dipukul oleh palu pengingat supaya dia tidak terlalu jauh berharap dengan majikannya itu.
Bryana menghela napas kemudian mendengar suara langkah Tania dari arah kanan dalam butik. Dia segera menggandeng tangan Dean kembali lalu melirik dan mengedipkan matanya pada bodyguard nya itu. "Kita harus bersandiwara lagi, karena sudah terlanjur," bisiknya.
Tania tersenyum menghampiri Bryana dan juga Dean. "Ah, Bryana. Kamu bahkan tidak akan melepas calon suamimu itu lagi setelah memakai tuxedo yang ini, warna dan kainnya sangat nyaman dan dijamin ORI."
"Benarkah? Kalau begitu biarkan dia mencoba memakainya." Bryana mengambil tuxedo berwarna hitam pekat dengan kain yang sangat lembut dan tebal, kemudian memberikannya pada Dean sambil berkata, "Sayang, coba kamu pakai yang ini. Sepertinya, ini sudah memenuhi kriteria seleramu."
Dean tersenyum kaku kemudian mengambil tuxedo itu. "Baiklah aku akan mencoba memakainya."
Dean segera berjalan menuju ruang ganti sambil membawa tuxedo itu dengan perasaan tidak karuan dan dia tersenyum geli mengingat kekonyolan Bryana yang mendadak menjadikannya seperti calon suami.
'Bagaimana jika aku jadi calon suami sungguhan untuknya? Ah, itu mungkin hanya mimpi karena aku sangat tidak setara dengannya. Bahkan harga tuxedo ini dua kali lipat dengan gajiku,' batin Dean sambil menatapi tuxedo yang akan dia kenakan.
Dean segera melucuti setelan tuxedo yang tadi dia coba kemudian mengganti dengan tuxedo yang dipilihkan oleh pemilik butik. Dia bertelanjang dada memperhatikan tubuhnya yang kekar dari pantulan cermin sambil mengenakan setelan tuxedo hitam itu.
Bryana yang menunggu di luar bersama Tania pun mengobrol seputar tentang hubungannya dengan Dean. Dia tidak menyangka harus terjebak bersandiwara dengan pemilik butik itu juga, padahal tidak penting tapi sudah terlanjur dan akan malu jika membongkar bahwa sejak tadi dia hanya bersandiwara.
"Apa calon suamimu itu dari kalangan bangsawan? Dia lebih tampan dari Alex dan badannya sungguh kekar. Kamu sangat pandai mencari pengganti Alex." Tania tersenyum memuji Bryana.
Bryana hanya menanggapinya dengan terkekeh. "Ahahaha ... kamu jangan berlebihan. Aku hanya kebetulan tidak sengaja bertemu dengannya saat ada pertemuan antar CEO di Bali dan dia sangat tertarik kepadaku."
"Kamu sangat beruntung dan Alex malah buntung. Aku tadi melihat dia ke sini bersama istri barunya yang ternyata hanya seorang model yang pandai mencari sensasi saja," ucap Tania bernada sinis membayangkan saat Alex bersama istrinya tadi hanya datang dan memilih pakaian tapi tidak jadi beli.
"Ah iya, aku juga melihatnya tadi. Mereka pasangan yang serasi," balas Bryana dengan tersenyum simpul. 'Serasi karena sama-sama penghianat,' batinnya dengan kesal.
Saat masih asik mengobrol, pandangan Bryana dan Tania teralihkan pada Dean yang baru keluar dari ruang ganti dengan mengenakan tuxedo pilihan Tania. Pria itu sungguh terlihat tampan, berwibawa dan terlihat begitu terhormat seperti seorang konglomerat.
Untuk beberapa saat Bryana tercengang melihat Dean yang sungguh terlihat berbeda dari biasanya. 'Benarkah ini bodyguard ku? Pantas saja semua mengatakan dia pantas menjadi calon suamiku. Dia sangat tampan dan kekar,' batinnya dengan penuh kekaguman, membayangkan mungkin di balik tuxedo itu terdapat perut sixpack.
"Apa ada yang salah dengan diriku?" tanya Dean dengan menaikkan alisnya sambil menatap Tania dan Bryana yang sedang terpesona kepadanya.
"Oh, God! Kamu harus membeli tuxedo ini, karena sangat pas di tubuhmu," seru Tania kemudian melirik Bryana yang masih terpana akan ketampanan Dean. "Bahkan calon istrimu sampai tidak berkedip hanya untuk melihatmu memakai tuxedo ini."
Bryana tersadar dari lamunannya dan segera menghampiri Dean. "You looks perfect, aku akan belikan ini untukmu."
Dean menggeleng sambil berkata, "Tidak perlu karena aku tidak ...."
"Ini sangat cocok untukmu, Sayang, kamu harus mengenakannya saat kita ke pesta pernikahan Soraya. Dan biarkan aku yang membelikan ini untukmu karena kamu sudah membelikan tas mewah untukku kemarin." Bryana menyela sebelum Dean mengatakan tidak sanggup membeli tuxedo mahal itu atau akan ketahuan jika dia hanya seorang bodyguard dan pasti Tania akan mencibir merendahkannya.
Dean menghela napas, menatap tidak enak pada Bryana seolah hatinya berkata, 'jangan terlalu baik padaku atau aku akan semakin menyukaimu.'
Bryana segera menghampiri Tania kembali untuk menanyakan harga tuxedo itu kemudian segera membayarnya. Dia meminta Dean untuk langsung memakai tuxedo itu dan meminta paper bag untuk membungkus pakaian bodyguard Dean yang tadi dipakai. Kebetulan saat baru datang dan masih memakai pakaian bodyguard, Tania tidak melihatnya.
Bryana dan Dean segera keluar dari butik itu dengan tetap bergandengan tangan hingga harus terpisah saat tiba di mobil. Mereka segera naik dan kembali ke kantor karena sudah saatnya kembali bekerja.
Selama dalam perjalanan, Dean melirik paper bag yang berisi pakaian bodyguard miliknya dan merasa risih karena memakai tuxedo sangat mahal. Dia sungguh merasa tidak enak dan tidak pantas jika kembali ke kantor mengenakan pakaian berbeda dan sangat berkelas, pasti para karyawan akan salah paham dan mengira dia memanfaatkan kebaikan Bryana.
"Jill," panggil Dean sembari menoleh menatap Bryana yang sedang melamun sambil menatap pemandangan dari balik kaca mobil.
"Kenapa?" tanya Bryana agak terkejut.
"Em, sebaiknya kita berhenti sebentar. Aku harus mengganti pakaian ini dengan pakaian ku yang tadi," ucap Dean agak ragu.
Bryana menghela napas dan memutar bola matanya. "Kenapa harus ganti, pakai itu saja tidak akan jadi masalah karena setelan tuxedo itu milikmu."
"Tapi nanti karyawan akan salah paham," sergah Dean dengan tatapan tidak nyaman sambil terus fokus mengemudi.
"Huh, anggap saja ini perintah. Kamu harus tetap memakai tuxedo itu karena tidak ada waktu untuk berhenti hanya untuk ganti pakaian." Bryana berdecak kesal pada Dean yang terlalu polos dan tidak enak akan sikapnya.b
"Tapi, Jill ...."
"Sudah lah, pakai saja. Jangan menolak atau kita bukan teman lagi," seru Bryana agak ketus kemudian memalingkan wajahnya. Dia masih kepikiran tentang Alex yang akan mengambil Calvin darinya. 'Jika aku tidak punya suami dan terus sibuk bekerja, Calvin akan diambil Alex. Jika aku menikah mungkin semua akan aman, tapi dengan siapa?'
Bryana merasa bingung dan menoleh melirik Dean yang kini fokus mengemudi tanpa berani membantah perintahnya lagi. Dia tersenyum sambil menggigit bibir bagian bawahnya kala menyadari bahwa bodyguard nya itu sudah tampak seperti bos besar yang pantas bersanding dengannya. Oke, apa dia akan melamar Dean?
"Tidak mungkin," gumam Bryana sangat lirih.
"Apanya yang tidak mungkin?" tanya Dean karena mendengar perkataan Bryana.
"Bukan apa-apa," jawab Bryana kemudian kembali memalingkan wajahnya dengan menatap ke arah jendela. 'Tidak mungkin seorang wanita melamar pria, aku harus membuatmu melamarku dan jatuh cinta kepada ku!' batinnya yang mulai mengakui keinginan untuk mendapat kan bodyguard nya itu.