Chereads / Like The Moon / Chapter 3 - Siuman

Chapter 3 - Siuman

Ruang UGD

tut...tut

" Gimana dok ? Pasien sekarang mulai kritis ke habisan darah, " Ucap suster Rena.

Mereka semua mulai khawatir akan kesadaran si pasien, " Cepat ambil stok darah yang ada dirumah sakit ini ! " Suruh dokter Zul.

" Baik dok "

Suster pun melakukan apa yang dipinta oleh sang dokter, dia berjalan keluar mengambil stok darah yang masih ada dengan golongan yang sama dengan pasien.

Ketika suster itu keluar dari ruang UGD membuat Ijah dan Retno bertanya, namun suster tersebut tidak menjawabnya. Dia buru-buru ke ruangan yang lain untuk mengambil darah golongan O di stok rumah sakit.

suster tersebut tampak tergesa-gesa dengan gerakan kilatnya, memasuki ruangan UGD dan berkali-kali tidak menjawab pertanyaan si keluarga pasien.

" Ini dok, " tanya suster itu yang merasa was-was. " Masih pendarahan, cepat infuskan darah tersebut ke pasien ! " suster mengambil suntikan, lalu ia memasukkan selang ke dalam pergelangan tangannya, untuk di infuskan.

tut tut

" Gimana keadaannya dok ? " dokter tersebut menghela nafas lega melihat detak jantung pasien sudah mulai membaik.

" Sudah mulai normal, sus " jawabnya merasa lega telah menyelamatkan nyawa pasien yang bahkan muda, dan dilihat dari perawakannya masih dibangku sekolah.

" Syukurlah jika keadaannya mulai membaik " suster melepas maskernya lalu membereskan kapas yang habis membersihkan darah pasien, suster juga merasa lega karena tugas ini dikatakan misi dengan taruhan nyawa manusia. Jika saja dia tidak berhati-hati sekecil apapun itu dan tidak bergerak cepat maka nyawa si pasien akan terancam.

setelah selesai operasinya dokter keluar dari ruang UGD, bersamaan dengan suster itu. ketika membuka pintu tersebut Ijah dan Retno menghampirinya.

" Bagaimana keadaan nona dok, ? " tanya Ijah merasa khawatir. " Dengan keluarga pasien ? " tanya suster tersebut.

" Bukan dok, kami hanya pembantu dan seorang supir gadis tersebut dok, " Jawab Retno menenangkan Ijah yang terlalu gugup.

"Kalau begitu dimana keluarga pasien?"

" Mereka sedang ada urusan pekerjaan dok, lebih baik dokter memberitahukan kita saja, " Jawab pak Retno yang diangguki oleh bi Ijah.

" Baiklah, pasien sekarang sudah melewati masa kritisnya. Kini tinggalah kita pindah ke rawat nginap, " Ucap Dokter Zul.

Dokter pun pergi meninggalkan mereka berdua menuju ke ruanganya. Sementara itu suster pun keluar dari balik ruangan itu.

" Silahkan urus administrasi terlebih dahulu, " tutur suster Rena, " Baik dok, biar saya saja yang mengurusnya " jawab Retno.

" Permisi sus, saya boleh masuk ke dalam untuk melihat keadaannya?" izin bi Ijah

Dengan rasa khawatir yang mulai mengurang.

Suster menjawab " Silahkan hanya satu orang saja yang boleh masuk " suster itu pergi dari hadapan mereka setelah membicarakannya.

Ijah melihat menoleh arah Retno dengan tatap bingung siapa yang harus membayar tagihan rumah sakit, sementara gajinya saja sudah ia kirimkan ke kampung.

" Tidak usah khawatir bi, saya masih ada kok buat bayar administrasinya " ujarnya memberitahu, Retno memang sudah tau arti tatapan wanita paruh baya yang selalu menjadi ibu nona dan mengasuhnya dengan kasih sayang, itu tidak memiliki uang untuk membayarnya karena dia sendiri mendengar bi Ijah menelpon orang rumah dikampung nya bahwa ia sudah mentransfer gajiannya.

Dengan langkah penasaran dan khawatir bi Ijah langsung beranjak ke tempat nona mudanya terbaring lemah.

"Nona, kenapa nona melakukan ini?" Ucapnya yang berbicara sendiri dikarenakan gadis yg terbaring lemah itu tak kunjung sadar. "Nona, cepat sembuh yah biar kita bersama lagi " lanjutnya.

" Nona, cepatlah bangun bibi kangen non muda ceria kembali " tanpa sadar air mata yang sudah ia hapus tadi keluar kembali tanpa izin.

Sedangkan gadis itu tetap masih tak kunjung sadar, ia masih lemah terbaring dalam raungan mimpinya.

•••

Ijah membuka ruang kamar rawat inap nonanya, dengan pelan dan perlahan. Bi Ijah menaruh bubur yang sudah ia beli di kantin rumah sakit tadi setelah bergantian berjaga dengan pak Retno.

kemudian ia menarik kursi yang kosong kesamping tempat tidur nonanya, Kella yang masih terbaring dalam keadaan lemah dengan alat infusnya, keadaannya masih tetap koma tanpa ada pergerakan sedikit pun.

" Nona, bibi mohon non bangun yah cepat lah sembuh, kuatlah non demi orang tua nona " tangis bibi sambil sesekali mengecup punggung telapak tangan Kella.

hingga tanpa sadar, salah satu ujung jari gadis tersebut bergerak sedikit demi sedikit. Sehingga membuat orang yang mengkhawatirkannya terhenti dari tangisannya.

" Nona " Ijah berdiri kemudian segera menekan tombol darurat. Tak lama dokter datang bersama suster dan pak Retno.

Semerjab menit mata gadis itu kini mulai membuka, dengan jari telunjuk yang bergerak. Walaupun masih dalam keadaan lemah, namun itu membuat kedua orang yang mengkhawatirkan nya merasa senang.

Dokter mengecek kembali Kella, melihat jika ada yang masih bermasalah. " Pasien sudah mulai membaik, namun masih dalam keadaan lemah sehingga harus beristirahat dulu " titahnya.

Kella yang tersadar tampak menatap langit ruangan dengan tatapan bingung oleh keadaan sekitarnya, semuanya seakan baru ia lihat " Aku ada dimana ? " tanya Kella dengan suara lirihnya.

Gadis itu melihat ke kanan dan ke kiri untuk mengetahui dirinya ada dimana. Namun, ia masih bingung barada dimankah ia sekarang.' pikirnya.

Semua orang merasa senang termasuk bi Ijah, walaupun hanya ada dokter, suster, pak Retno.

" Non Kella ada dirumah sakit " jawab Ijah, gadis itu terdiam karna masih dalam keadaan lemah. Sungguh ia tak menyangka perbuatanya ini akan menjadikan semua orang khawatir. Tapi tidak dengan orang tuannya.

" Bi Ijah, pak Retno. Saya minta maaf sudah merepotkan kalian berdua. Dan satu lagi terimakasih sudah menyelamatkan saya." senyumnya yang tulus dari dalam hati.

" Gak papa non, bibi sudah anggap non Kella sebagai anak sendiri, jadi bibi mohon jangan tinggalkan kami yah non " pinta bi Ijah. Kella tersenyum serta mengangguk sebagai jawaban ya, meskipun dalam kondisi lemah.