Jam sudah berputar dengan cepat, jam ini di mana menunjukkan tepat pukul 7 malam, menandakan acara resepsi akan segera dilaksanakan. Khaibar yang masih sibuk di make up di kamar bersama Kimberly. Ia galau dengan meremas terus kedua tangannya. Ketakutannya sungguh luar biasa, membayangkan hal yang di luar pemikirannya, hal yang memalukan bahkan sangat rendah terjadi nanti.
Khaibar pun menggelengkan kepalanya dengan berteriak kencang. "Tidaaaaaak! Jangaaaaan! Aaaaa." Kimberly yang mendengarnya dia langsung melempari Khaibar dengan bantal yang sedari tadi dipangkuhannya. Membuat Khaibar langsung tersadar dan menoleh. Ia terkekeh saat Kimberly menggerutukkan giginya.
"Kamu kenapa? Tidak waras ya? Berteriak tidak jelas, dari pada berteriak seperti itu mending kamu segera ke bawah saja dan menemui tamu-tamu untuk menyapa mereka!" perintah Kimberly dengan suara yang agak meninggi, tangannya menunjuk ke arah pintu agar Khaibar segera pergi. Tapi Khaibar hanya berdiri dan berjalan mondar-mandir karena ragu.
"Ta—tapi aku gak percaya diri Kim, aku menunggu kamu saja ya, bagaimana?" rengek Khaibar dengan mengatupkan kedua tangannya seraya mengedipkan kedua matanya dengan kedipan menggoda. Kimberly hanya berdecih dan tak bisa menolak rengekan maut itu karena terpesona.
"Oke baiklah!"
Khaibar menunggu Kimberly hingga sekitar 30 menit lamanya. Dia yang sedari tadi menunggu Kimberly di luar kamar akhirnya tak sabaran dan masuk ke dalam. Berharap agar Kimberly cepat dengan berniat merengek kembali. Tapi ternyata dia tak jadi merengek, hanya memandangi Kimberly tanpa berkedip dan mulutnya menganga karena takjub. Melihat kecantikan Kimberly yang bertambah dan semakin luar biasa yang disulap oleh MUA. "Kim, kamu kah itu?" tanya Khaibar merasa tak percaya.
Kimberly hanya tersenyum senang dan mengangguk dengan cepat, setelah itu tangannya mengulur ke arah Khaibar dengan malu-malu. Khaibar dengan semangat meraih uluran tangan itu dan menyematkan tangan itu dalam genggamannya, hingga saling menyatu dengan sangat romantis.
Keduanya bergandengan menuruni tangga bagaikan pangeran dan cinderella yang membuat iri semua orang, semua yang melihatnya pun saling bersorak juga berbisik dengan histerisnya, apalagi teman-teman Kimberly itu, semuanya sungguh berisik dan cewet jadi sangat heboh kalau melihat Kimberly berjalan semakin mendekat ke arah mereka.
'Wah aku rasanya jadi deg-degan takut, beginikah rasanya mempunyai istri konglomerat? Semua disorot dan penuh dengan hati-hati, capek rasanya, dan juga teman Kimberly kenapa sangat berisik semua ya ... apa memang mulutnya ada dua semua hmmmm, aku sungguh tak tahan rasanya dengar ocehan mereka.' Batin Khaibar yang bergejolak.
Suara teman Kimberly semakin lama semakin riuh, teriakan mereka yang didengar Khaibar adalah:
"Kim, kami di sini ... jangan lupa cepat punya anak ya kalau perlu kembar dan 11."
Ada juga yang seperti ini. "Nanti kalau belah duren videoin ya setelah itu kirim ke aku."
"Jangan lupa ya Kim, mabuk dulu supaya menggelegar." Semua itu membuat nyali Khaibar menciut. Dia menelan salivanya dengan susah payah membayangkan semua ucapan teman Kimberly yang gila itu.
Ditambah lagi sorotan kamera sungguh sangat silau, memotret bukan hanya satu kali tapi puluhan kali, membuat Khaibar terus mengedipkan mata, berharap segera usai karena rasanya Khaibar tak sanggup, matanya seperti akan buta dan lebih baik berpura-pura pingsan saja kalau seperti itu.
Khaibar pun menarik Kimberly dan berbisik di telinganya. "Kim, masih lama kah acaranya? Aku sungguh tak kuat." Kimberly menarik Khaibar kembali karena merasa geram lalu berbisik kembali.
"Kenapa? Kamu tak kuat apa? Apa sudah tak tahan untuk melakukan tarian ular di kamar bersamaku?" goda Kimberly yang membuat Khaibar mengernyit.
"Maksudnya tarian ular?"
'Dia benar-benar polos apa bodoh sih, cih malas aku kalau menggodanya tapi tak paham arti itu semua.' Batin Kimberly.
"Sudah lupakan! Memang belum selesai acaranya, kamu tahu kan pesta ini 7 hari 7 malam, sekarang resminya jadi harus anggun dan molek, ikuti saja semua gerakanku, kita memang disuruh mengitari ruangan ini, itu tradisi yang wajib ditempuh sebagai tanda menyapa para tamu," seru Kimberly yang akhirnya diangguki pasrah oleh Khaibar.
Mau gimana lagi, dia harus menurut, kalau pun membantah akan gimana? Dia juga hanya orang tak punya, kalau memalukan dan disuruh ganti rugi sekarang juga mana mampu, ya sudah tinggal menjalankan saja sesuai aturan yang berlaku.
Kini Khaibar menepuk jidatnya saat melihat kerabat jauhnya berdatangan dengan sangat memalukan. Mereka semua memakai adat jawa, kebaya dan batik-batik seperti mau melenong saja. Sungguh membuat mata yang melihatnya silau dan sangat mencolok, karena tradisi yang dibuat Kimberly adalah adat modern serba memakai baju yang elegant, jas buat para pria, para perempuan memakai rok mini.
Semua yang memandanginya saling berbisik dan membuat malu Kendrick. Karena gosip yang mereka bicarakan adalah mereka tahu kalau itu adalah keluarga Khaibar, jadi dengan cepat Kendrick yang sudah murka menghampiri Khaibar dan mencengkeram bahunya erat dengan berbisik. Kendrick seperti itu agar tak terlihat kalau dia sangat garang di mata semua orang.
"Pa, ada apa?" tanya Kimberly yang melihat tingkah laku aneh papanya yang tiba-tiba menghentikan langkah mereka dan menengahinya. Khaibar sudah paham kenapa papa Kendrick marah, sedangkan Kimberly tak paham karena asyik melihat dan melambai ke arah temannya. Khaibar hanya melirik ke arah Kimberly dan memberinya isyarat menunjuk ke arah keluarganya dengan dagunya.
Kimberly langsung menoleh dan membelalakkan matanya saat melihat itu semua. "Apa! Me—mereka? Memalukan! Kenapa ada di sini?" Khaibar hanya menggedikkan kedua bahunya karena dia benar-benar tak tahu dan tak mengundang mereka.
"Khai! Cepat jelaskan!" bentak Kendrick yang matanya seperti ingin keluar karena terus melototi Khaibar sedari tadi. Tangannya juga masih mencengkeram bahunya belum juga dilepaskan.
"Jelaskan apa Pa, beneran Khaibar tak tahu Pa, Khaibar sungguh tak dekat dengan mereka, dan tak mungkin mengundang mereka, coba mereka ditanya Pa, apa masuk memakai undangan? Bukankah peraturan hanya memakai undangan? Mungkin mereka mengelabui satpam dengan liciknya," ucapan Khaibar masuk akal juga. Kendrick akhirnya melepaskan cengkeramannya dan menuju ke para kerabat Khaibar dengan cepat.
Khaibar ingin rasanya menyusul Kendrick agar tahu kejelasannya. Namun, Kimberly mencekal tangannya dan menggeleng, menghentikan Khaibar agar tak ikut campur.
"Ta—tapi Kim, aku ingin melihatnya secara jelas."
"Sudah di sini saja! Bukankah mereka hanya kerabat jauh kamu? Dan kamu juga membenci mereka karena tidak ada disaat kamu membutuhkannya? Jadi untuk apa mendekat? Apa kamu mau membela mereka dan membuat Papa semakin murka?" ucapan Kimberly masuk akal juga. Khaibar pun patuh dan menatapi mereka dari kejauhan saja. Dia tak bisa berbuat apa-apa. Melihat Kendrick dengan ganasnya mengotot memarahi mereka.
Bahkan sorotan mata mereka terlihat jelas seperti akan membunuh Khaibar di dalam kejauhan, meskipun tak jelas ucapan papa Kendrick tentang memaki mereka, tapi Khaibar yakin akan menjadi mala petaka suatu saat kelak.
'Semua ini benar-benar gawat, kenapa tak dengar ya Papa berucap apa, mungkin itu karena kekeluargaan jadi Papa Kendrick tahu tidak untuk dipublikasikan.' Batin Khaibar.
pada akhirnya makian para keluarga jauh Khaibar terdengar nyaring, mungkin karena sangat kesalnya. Padahal papa Kendrick sudah jelas pembicaraan hanya inti jadi jangan keras-keras, ancamannya sangat jelas, tapi mereka tak perduli, mereka memang sengaja mempermalukan keluarga Kendrick untuk yang terakhir kali.
"Semoga keluarga ini hancur, sehancur-hancurnya!"