Chereads / Suami Pungutan Mama / Chapter 16 - Baju Turkey

Chapter 16 - Baju Turkey

Beberapa menit kemudian. Khaibar pun mengerjapkan kedua bola matanya, ia memegangi pelipisnya yang masih sedikit pening sembari menatapi sekitar.

Khaibar terjingkat saat melihat Kimberly yang menatapnya dengan remeh. Tatapan itu seperti bersifat membunuh, tak ada rasa kasihan sedikit pun dengan Khaibar. Tangannya dilipatkan di dada. Kaki disilangkan se-arah disertai menggigit bibir bawahnya.

Kimberly lalu menjentikkan jari-jemarinya tepat di depan muka Khaibar seraya berdecak keras. "Ckckck, kamu cowok bukan?" Khaibar mengangguk pelan. "Lalu? Kenapa sungguh lemah sekali, pingsan segala cihhh ... sungguh merepotkan, ya sudah cepat bangun ditunggu pemakaman tuh, mereka semua sudah berada di rumahmu," lanjut Kimberly dengan kasar tak ada halus-halusnya dalam tutur kata, memang begitulah ciri khasnya dengan watak yang keras.

Khaibar hanya diam dan mencoba bangkit. Wajahnya sungguh malu dan memerah, dalam benaknya, bisa-bisanya ia pingsan, malah menjadi bahan ejekan Kimberly, suatu saat nanti pasti akan terus diungkit olehnya.

Khaibar dan Kimberly saat ini sudah berada di dalam taksi, mereka diam dan tak berbicara sepatah katapun, hanya sesekali melirik dan saling bertukar pandangan saja, senyum juga tak terlihat di wajah keduanya, yang ada cuma wajah datar dan rasa tidak suka.

Tiba di rumah Khaibar keduanya pun turun dari dalam taksi. Semua orang menatap Kimberly saat dia sedang membayar taksi dengan mata yang tak berkedip. Kimberly hanya tersenyum dan malah ia mengeluarkan jurus kesombongannya dengan mengibaskan rambutnya ke kanan dan ke kiri, ia berjalan dengan kaki yang dilenggok-lenggokkan.

Khaibar yang merasa aneh dengan tatapan mata semua orang itu. Dia langsung mendekat ke arah Kimberly dan menutupi tubuh Kimberly dengan tubuhnya. Mendekap pundaknya dan menggandeng erat tangan Kimberly, setelah itu menyeret Kimberly agar berjalan dipercepat, tak genit seperti itu.

"Apa sih ... kamu ini! Kenapa? Apa kamu iri? Kamu tidak dengar tadi semua orang memujiku, katanya aku cantik, dia siapa, dan masih banyak lagi, apa kamu tak bangga semua orang perhatian denganku, jelasnya kalau tau aku adalah istrimu mereka syirik, kan keren kalau seperti itu, kamu itu sungguh kuno sekali, cihhh mana tau kamu era globalisasi seperti ini, apa manusia desa kumuh begini kurang paham dengan hal seindah ini, dasar!" ujar Kimberly panjang lebar. Dia membanggakan diri sendiri, mencemoh dengan gampangnya.

Malah Kimberly menatap lekukan tubuhnya di cermin yang berukuran sedang dengan melenggokkan tubuh itu ke kanan dan ke kiri dan tersenyum dengan bangganya, setelah puas menjelaskan itu semua kepada Khaibar. Khaibar hanya menggelengkan kepalanya menatapi tingkah laku istrinya itu dan menghembuskan nafasnya dengan kasar, setelah itu ia ikut berdiri di samping Kimberly. Bercermin dan berusaha untuk menyadarkan Kimberly.

Khaibar mulai menyentuh baju Kimberly yang sebelah lengan. Ia pun mulai menariknya dengan keras, hingga terdengar bunyi pantulan baju bergesekan dengan kulit saat Khaibar melepaskan tarikan itu. Membuat Kimberly meringis kesakitan dan langsung diusap dengan tangannya.

"Heeeey, apa kamu gila menyakitiku seperti itu!" sentak Kimberly yang melirik Khaibar dengan tajam. Khaibar hanya tersenyum lembut membalas perlakuan Kimberly. Sejenak, Kimberly pun diam mematung terpana oleh senyuman manisnya.

Khaibar berdehem keras. "Bagaimana? Apa sakit? Sakit tidak memakai baju ketat seperti itu, bahkan tak ada ruang buat kulitmu bergerak sekalipun, tersayat sedikit saja misal terkena benda tajam pasti akan sobek dan kamu ikut terluka, apa itu yang dinamakan era globalisasi atau apa tadi, masa bodoh dengan era gak jelas seperti itu, yang aku tau sakit itu mahal," balas Khaibar dengan ngototnya. Dia kali ini sungguh kesal dan tak takut sedikitpun oleh Kimberly. Malah Kimberly yang merasa takut dengan menundukkan kepalanya.

Khaibar yang melihat ketakutan Kimberly dia hanya terkikik geli dan tersenyum sangat tipis, lalu berjalan ke arah lemari ibunya karena sedari tadi mereka berbincang-bincang di kamar ibunya.

Khaibar membuka lemari itu dan memilah juga memilih baju yang cocok buat Kimberly. Ia meraih dress Turkey di gantungan lemari milik ibunya yang baru dipakai beberapa kali. Mengambilnya dan menyodorkan ke arah Kimberly.

Kimberly yang sedari tadi menunduk langsung menaikkan kepalanya saat melihat baju yang dibawa Khaibar. Dahinya berkerut karena merasa heran. Tangannya pun lalu menunjuk ke arah baju itu.

"Ehhh apa itu?" tanya Kimberly.

"Kamu tidak tau apa ini? Baju gini kok, masak karung," canda Khaibar tapi kaku.

"Maksud aku buat apa? Cihh siapa yang gak tau kalau itu baju, menjengkelkan!" protes Kimberly dengan berkacak pinggang. Ia pun lalu duduk di atas kursi plastik yang dekat dengan ranjang karena capek sedari tadi hanya berdiri saja, tak diajak Khaibar untuk duduk.

"Pakailah!" perintah Khaibar. Seketika Baju pun langsung ditaruh di atas pangkuhan Kimberly.

"Apa kamu bilang? Memakai baju gembel seperti ini? Mana mungkin! Kamu bercanda ya, bagaimana bisa secantik Kimberly pakai baju compang-camping seperti ini! Benar-benar tidak waras kau!"

Khaibar tak membalas ejekan Kimberly, malah dia tertawa terbahak-bahak sampai terlihat deretan gigi gerahamnya yang putih.

"Compang-camping? Enak saja! Itu baju kesayangan ibuku yang aku belikan khusus untuknya, baru dipakai beberapa kali kenapa kamu mengganti alih nama mereknya haha, nanti kamu dituntut oleh pihak baju Turkey bagaimana? Hmmmm," protes Khaibar dengan tenang, tapi sebetulnya hatinya sungguh sangat kesal, Khaibar belajar menahan amarahnya dan menerapkan amanah ibunya agar membawa istrinya ke jalan yang benar, apabila sudah sangat tak bisa dinasehati, tinggalkanlah! Begitu nasehat ibunya.

"Sudah cepat pakai, Sayang, untuk kali ini saja, bukankah kamu mau ikut ke pemakaman? Jadi harus memakai baju yang sopan, kalau terbuka nanti kamu bisa-bisa masuk angin, bahkan kesurupan juga, mau?" Kimberly menggeleng.

Akhirnya ia patuh dan bangkit, berjalan ke arah kamar mandi yang ada di luar dengan malas. Kimberly menggerutu seraya memegangi baju dengan kesal. Ingin rasanya membuang baju itu ke tong sampah, tapi belum saatnya ia untuk membalas dendam, nanti saja bila tiba waktunya nanti.

"Ciiih baju apaan ini, jelas setelah memakai ini aku bagaikan badut atau gembel di jalanan. Dan juga gak ada kamar mandi dalam apa di kamar, merepotkan sekali ke kamar mandi saja pakai ke luar juga ke belakang, jauhnya, ribet sekali!"

Sementara Khaibar di dalam kamar ibunya. Dia tertawa keras, tak kuasa membayangkan tingkahnya yang begitu berani. Menggelengkan kepalanya yang juga merasa lucu dengan tingkah Kimberly.

"Kimberly, Kimberly, kamu itu aslinya penurut, tapi mungkin jalanmu masih salah, semoga aku bisa meluruskan jalanmu menjadi lebih baik."

Saat Khaibar masih asyik tersenyum sendiri sembari memainkan ponselnya, tiba-tiba dari arah luar terdengar deheman keras.

"Ehem, ehem."