Chereads / Suami Pungutan Mama / Chapter 15 - Malu tapi Mau

Chapter 15 - Malu tapi Mau

"Aku? Kenapa dengan aku?" Khaibar menunjuk dirinya sendiri dengan polosnya, sedangkan Kimberly matanya sudah semakin melotot ke arah Khaibar sampai rasanya hampir lepas.

"Kenapa? Kenapa kamu bilang! Kamu tau kamu begitu berani denganku, memangnya ada apa sampai-sampai kamu mengagetkanku hah!" balas Kimberly dengan ketusnya. Ia mencoba beranjak dari tempat duduknya, tapi dengan cepat Khaibar memegangi tangannya.

Kimberly hanya terbelalak karena tubuhnya sudah terkunci rapat. Tangannya digoyangkan, berusaha memberontak dan agar terlepas dari tangan Khaibar.

"Lepaskan! Atau aku akan berteriak," tolak Kimberly disertai dengan ancaman. Khaibar tak perduli, ia tersenyum menyeringai. Malah Khaibar juga semakin mendekat dan mendekap tubuh Kimberly dari belakang. Dekapannya sungguh sangat erat sehingga dada bidang Khaibar menyentuh tubuh Kimberly yang hanya berbalut baju setengah terbuka itu.

Khaibar yang semakin berani. Dia menunduk dan menaruh dagunya di pundak Kimberly sehingga nafas panasnya menyembul dan menyentuh kulitnya. Salah siapa Kimberly memancing kejantanan Khaibar, dengan memakai baju yang terbuka punggungnya seperti itu, terlihat mulus dan menodai kesucian mata Khaibar.

'Ehhh dia mau apa? Apa dia mau mesum? Lantas kenapa aku juga menikmatinya, kenapa sentuhannya sangat lembut? Apakah karena aku sudah lama tak tersentuh oleh lelaki sejak putus dengan mantanku Koko waktu itu? Ahhh lalu aku harus bagaimana? Apa membiarkan Khaibar bergerilya atau menghentikannya.' Batin Kimberly yang benar-benar frustasi, pikirannya sunguh menjurus ke mana-mana.

Khaibar yang melihat kegalauan Kimberly karena tak memberikan perlawanan, ia hanya tersenyum tipis dan mencoba menjahili Kimberly. Kali ini bibirnya semakin menyentuh ke leher Kimberly dan berpura-pura, bersiap untuk menyesapnya.

Kimberly yang juga sudah tak tahan, ia memejamkan matanya, bersiap dan pasrah dengan apa yang Khaibar lakukan. Kepalanya dimiringkan karena menurutnya agar Khaibar semakin leluasa menyesap lehernya.

'Tuh kan, dia pikir aku akan melakukan itu semua haha, dasar mesum! Nanti saja pasti aku akan mencicipimu, lagian juga kan sudah sah jadi tak berdosa, sekarang bukan waktunya untuk ini, aku masih harus mengurus jenazah ibuku terlebih dahulu.' Batin Khaibar.

Dia langsung melepaskan dekapannya dari tubuh Kimberly, menjauh dari Kimberly dan beralih ke jenazah ibunya. Kimberly yang merasa aneh dan tiada beban berat yang menumpu di tubuhnya dia langsung membuka matanya.

Wajahnya sungguh malu, hingga berubah menjadi memerah saat menoleh mencari keberadaan Khaibar dan tau kalau Khaibar hanya menjahilinya, karena dikira Kimberly Khaibar sungguh-sungguh jadi dia menjadi sangat kesal sekarang.

Kimberly langsung berjalan ke arah Khaibar dan menginjak kaki Khaibar dengan dahsyatnya, hingga Khaibar menjerit kesakitan.

"Ada apa, kamu kenapa, Nona? Mau ikut memakamkan ibuku kah? Atau pulang ke rumah?" tanya Khaibar dengan penuh kepura-puraan tak paham dengan tingkah laku dan kekecewaan Kimberly saat ini. Dalam hati Khaibar terkikik geli, merasa senang sudah membuat Kimberly malu.

Kimberly hanya menggerutukkan giginya dengan sesekali memasang wajah garangnya, tapi ia benar-benar tak mengeluarkan suara sepatah kata pun. Hanya mengangguk dan menyetujui perkataan Khaibar. Kimberly seperti itu karena tak ingin semakin terlihat jelas rasa malunya.

"Maksudnya mengangguk, apa Nona? Apa mau ikut? Yakin?" tanya Khaibar lagi, karena tak jelas dengan maksud Kimberly yang hanya mengangguk.

"Banyak omong! Iya, iya, aku ikut, cerewet sekali, lagian apa kamu tau rumahku? Setelah memakamkan ibumu kan kamu ke rumahku, jadi aku mendampingimu sesaat, kalau sudah tau rumahku sih gak masalah, aku gak akan ikut, tau?" balas Kimberly memperjelas semuanya.

Khaibar hanya tersenyum dan bergumam kecil. "Heleh, bilang saja kalau mau dekat denganku, alasan saja, padahal share lokasi kan bisa dan aku nanti jelas sampai rumahnya sendiri, malu tapi mau." Gumaman Khaibar sangat lirih sehingga Kimberly hanya terdengar samar dan tak jelas.

"Heeey, kamu ngomong apa? Apa kamu mengumpatiku?" Khaibar hanya menggeleng seraya menahan tawa. Ia hanya melirik Kimberly sesekali.

"Dan juga satu lagi, jangan panggil aku, Nona, emang aku mbak kamu?"

"Lalu apakah aku harus memanggil sayang? Bagaimana kalau istriku?" usul Khaibar yang semakin berani. Membuat Kimberly wajahnya semakin memerah dan tak bisa menjawab, ia kehilangan kesadarannya. Namun, saat sudah tersadar Kimberly tersentak dan menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Hmmm terserah kamu saja mau manggil apa, pokoknya jangan, Nona, aku mau keluar dulu, menunggumu di luar." Kimberly pun pergi tanpa menoleh ke arah Khaibar, dia benar-benar sangat malu dan memegangi pipi dengan kedua tangannya.

Langkah kakinya sungguh dipercepat dan tak mau lagi ada di ruangan hanya bersama Khaibar saja. Kimberly duduk di kursi tunggu dengan mengacak-acak rambutnya karena kesal.

"Hais, dia apa-apaan sih, apa dia sengaja memperlakukanku seperti ini? Hah benar-benar menjengkelkan! Awas nanti akan aku balas kau!"

Sementara Khaibar, ia membereskan barang-barang ibunya yang ada di dalam ruangan itu, mulai dari baju gantinya dan selimut yang ia bawa, setelah itu Khaibar menghubungi dokter dan suster untuk mengurus jenazah ibunya agar bisa segera diantarkan ke rumahnya dengan bantuan ambulance.

Khaibar menatapi wajah pucat ibunya seraya tersenyum sedih. "Bu, Khaibar janji akan sepenuhnya bahagia, ibu lihat kan Kimberly tak seburuk itu, semoga saja dia bisa ada di genggamanku dan berjalan lurus menjadi istri yang baik di sampingku, ibu do'akan saja yang terbaik ya buat Khaibar. Khaibar sungguh sangat menyayangi ibu." Khaibar mencium seluruh wajah ibunya lalu menutup ibunya dengan selimut kembali. Mencoba tegar kembali dan tak ingin menangis, tapi apalah daya air mata keluar dengan sendirinya.

Khaibar mengusap air matanya dengan kasar saat dokter dan suster sudah hadir di ruangan itu, sementara Kimberly yang penasaran, ia mengintip di balik jendela dan berwajah sedih juga saat melihat Khaibar sedih.

"Ehhh dia benar-benar sangat sedih, apa kehilangan seseorang benar-benar menyakitkan ya? Tapi aku pernah kehilangan Koko biasa saja, malah sekarang sudah bisa move on dan sangat membencinya, hmmm mungkin dia saja yang lebay, ish terserahlah, kenapa aku jadi ikut melow gara-gara Khaibar sih," celoteh Kimberly.

Kimberly berdiri saat melihat Khaibar berjalan ke luar bersama dokter dan suster, ia mengikuti Khaibar di belakangnya dengan sesekali memainkan ponsel yang sedari tadi dipegangnya. Kimberly tak mau terlihat ikut sedih di mata Khaibar, bisa-bisa Khaibar akan GR dan membuatnya malu kembali.

Kimberly sangat kaget saat menabrak Khaibar yang mematung dan tak berjalan lagi mengikuti jenazah ibunya. Ia sungguh heran dengan tingkah Khaibar yang aneh, tapi setelah beberapa detik Kimberly tau kalau Khaibar sungguh terluka hingga tak kuat berjalan.

"Kamu kenapa? Apa kamu sakit? Apa mau aku bantu?" Khaibar menggeleng dan tiba-tiba dia terkulai lemah dan tak sadarkan diri.

Kimberly melongo dan kaget karena saat ini Khaibar berada di pelukannya. Kimberly mencoba membangunkan Khaibar dengan menepuk-nepuk pipinya.

"Khaibar, bangun! Kamu kenapa? Ish merepotkan saja!"