Tidak lama kemudian, pelayan rumah membawakan sarapan, dan mereka berlima duduk dan mulai makan.
Hani memandang Johan di sebelahnya, lalu mengalihkan pandangannya pada Bagas, Denny dan Rama di sisi yang berlawanan. Duduk di meja yang sama untuk sarapan bersama keempat tuan muda ini memberinya perasaan yang sangat misterius.
Bagaimanapun, keempat orang ini akan menjadi sosok yang luar biasa di berbagai bidang di masa depan.
Karena keluarga Wijaya berada di industri hiburan, yang paling diperhatikan Hani saat ini adalah si aktor Rama.
Mungkin merasakan pandangan Hani pada dirinya, Rama mencondongkan kepalanya dan mengedipkan matanya ke arahnya, "Hani, apa kamu menginginkan tanda tanganku?" Sial! Setelah melihatnya seperti itu, hampir saja dia juga terpancing!
Pria itu ibarat seekor rubah jantan. Tidak heran kalau dia telah berhasil mengambil hati semua gadis di kota ini.
Tanda tangan! Tentu saja dia menginginkannya!
Rama adalah aktor pemenang penghargaan Oscar masa depan! Aktor pertama di negara ini yang berhasil memenangkan Oscar! Kalau dia menjual tanda tangan itu di masa depan, dia akan bisa meraup banyak uang!
Bahkan sekarang, Rama telah memenangkan banyak penghargaan dan merupakan aktor paling populer di industri hiburan saat ini, membuat gadis-gadis di negara ini menjadi gila karenanya.
Jangankan tanda tangannya, bahkan bilik telepon yang muncul di salah satu foto promosinya pun akan menjadi tempat wisata yang populer. Setiap hari, tak terhitung berapa banyak penggemar yang antri untuk berfoto di bilik telepon tersebut.
Tapi, mengingat sifat posesif abnormal seseorang di ruangan ini, Hani menggelengkan kepalanya dengan tegas.
Ingin menjual tanda tangan pria lain? Dia bisa melakukannya kalau dia memang ingin mati!
Melihat bahwa Hani jelas-jelas menginginkannya, Rama melirik diam-diam ke arah Johan dan segera menggelengkan kepalanya dengan enggan, Rama terkekeh, "Hani kecil sangat lucu."
Hani sama sekali tidak bisa mengatakan apa-apa.
Terima kasih, aktor tampan, cukup! Persetan denganmu, aku akan memalingkan wajahku! Apa kamu tidak melihat kakakmu yang mengerikan itu sudah membentuk awan jamur di atas kepalanya?
Bagas melirik Rama dan mengerutkan bibirnya dengan jijik, "Rama, bagaimana dengan moralmu? Apa kamu tidak bisa menahannya, bahkan dengan Hani yang seperti itu ..."
Jari Rama dengan lembut membelai vas bunga di dekatnya. Dia memandang kelopak mawar sambil berkata pelan, "Semua gadis di dunia ini adalah bunga yang harus disayangi dan dicintai."
Dia menggunakan kata-kata itu untuk merujuk pada hati Hani. Hani segera menatap Bagas dan berkata, "Aku dengar itu. Kamu dengar, tidak? Belajarlah memuji orang lain seperti itu, dasar anjing!"
Bagas tiba-tiba meledak marah "Sial! Siapa yang kamu bilang anjing! Kamu-lah yang anjing!"
Hani menoleh untuk melihat ke arah Johan di sampingnya, "Sayang, Bagas menyebutku anjing. Apa maksudnya mengatakan itu? Bukankah dia mengutuk kita untuk putus?"
Johan mendengar panggilan "sayang" dari Hani. Ucapannya itu terdengar seperti aliran air yang manis mengalir di otaknya yang cemas. Setelah mendengar ini, tatapan matanya yang dingin tertuju pada Bagas di dekatnya.
Bagas langsung menyusut dan tampak ketakutan "Kak, itu salahku..."
Hani, dasar penjahat!
Rama memiringkan kepalanya ke arah Johan dan menatap gadis dengan riasan tebal dan rambut hijau di sisi berlawanan, "Heh, Jo, aku tidak melihatmu selama beberapa hari, tapi pacar kecilmu sudah berubah. Kamu suka?"
Johan melirik gadis itu.
Dia berubah?
Satu-satunya perubahan yang dibuatnya adalah menjadi sedikit lebih pintar, dan melarikan diri darinya dengan cara yang berbeda.
Melihat Johan memandang pacarnya saat itu, Rama melanjutkan perkataannya, "Yah, kurasa kamu menyukainya, tapi kamu bisa memaafkannya? Ini tidak seperti dirimu yang biasanya,"
"Aku tidak peduli! Aku pergi ke sekolah!"
Saat ini, Hani telah selesai sarapan. Dia mengambil tas sekolah dan koper di sampingnya, lalu berpamitan pada Johan.
Dia baru akan pergi, dan berbalik ketika dia sudah setengah jalan menuju pintu. Dia kembali menuju ke sisi Johan sambil masih membawa tas sekolahnya, lalu memeluk leher Johan dengan lembut. Dia bahkan mencium sudut bibir pria itu. "Ingatlah untuk merindukanku!"
Setelah selesai mengatakan itu, empat orang yang ada disana masih tercengang, dan hanya bisa melihatnya pergi.
Setelah beberapa saat, Johan bersandar malas di kursinya, dan melirik teman-temannya di samping dengan mata cuek, "Ternyata aku memang… lebih suka makan melon."
**
Sekolah Menengah Atas Pangudi Luhur.
Sekolah yang terletak di Ibukota negara ini adalah sekolah berusia puluhan tahun dengan kualitas pengajaran terbaik dan tingkat penerimaan tertinggi.
Hani belajar di luar negeri sebelum dia berumur enam belas tahun, dan dia kembali ke Indonesia setelah dia berumur enam belas tahun. Dia tidak mengikuti ujian masuk sekolah menengah, jadi dia seharusnya tidak bisa masuk SMA Pangudi Luhur.
Hanya karena ayahnya adalah ketua Grup Sina pada saat itu yang membantunya mendapatkan koneksi dan akhirnya berhasil masuk melalui jalan belakang.
Dari usia enam belas sampai dua puluh tahun, dia telah duduk di sekolah menengah selama empat tahun dan masih belum lulus.
Pada awalnya, itu disebabkan karena cinta yang datang terlalu awal. Hati gadis muda itu tertuju pada Andre Pambudi, tunangannya yang tinggi dan tampan. Dia harus rela berkorban sepanjang hari hanya untuk membuatnya senang. Ada beberapa ratus surat cinta yang ditulis, dan ribuan bangau kertas ditumpuk. Tidak hanya ratusan melainkan ribuan.
Kemudian, nilai sekolahnya menjadi tidak karuan, tentu saja itu karena dia lalai.
Matahari pagi menyinari rambut hijaunya yang mempesona, Hani berdiri di depan gerbang Sekolah Menengah Atas Pangudi Luhur, melihat huruf besar yang menyusun "Sekolah Menengah Atas Pangudi Luhur" yang seolah bersinar di atas kepalanya, dan diam-diam mengambil keputusan tegas — kali ini tekadnya sudah bulat. Tidak boleh ada yang menghentikannya belajar keras kali ini!
Berjalan di lingkungan yang akrab dan sekaligus asing, jalannya terdiri atas dua baris pohon yang sangat tua, udaranya dipenuhi keharuman tumbuh-tumbuhan, dan di kejauhan terdapat deretan gedung sekolah berlantai merah, dan musik merdu diputar di radio. Sekelompok siswa membawa tas sekolah mereka dan mengobrol sambil berjalan menuju ke ruang kelas ... Untuk pertama kalinya sejak dilahirkan kembali selama berhari-hari, Hani benar-benar merasa bahwa dia telah hidup kembali.
Melihat langit biru di atas kepalanya, dia merasa ingin menangis.
Dia tidak peduli dengan tampilan anehnya dan bisik-bisik di sekitarnya.
Dibandingkan dengan apa yang dia derita di kehidupan sebelumnya, rumor di sekolah ini tidak menyakitkan baginya.
"Brengsek! Siapa itu! Aku sangat takut sampai aku hampir menabrak pohon!" Seorang anak laki-laki menghindari pohon besar secara berbahaya dengan ekspresi seperti baru saja melihat hantu di wajahnya.
Gadis di sebelahnya berteriak, "Kamu bahkan tidak mengenalnya? Dia Hani dari Kelas F!"
"Sial! Dia Hani? Lebih baik aku melihatnya lagi!" Anak laki-laki itu terkesima.
Seorang gadis lain berkata dengan wajah yang menjijikkan, "Dia diperbolehkan memakai riasan tebal dan pakaian mewah sepanjang hari, tapi nilainya sangat buruk. Dia belum lulus selama empat tahun. Kudengar kalau bahwa kehidupan pribadinya tidak pantas dibicarakan dan dia tidak tahu harus berbuat apa di luar. Kenapa siswi seperti ini belum juga dikeluarkan? Sungguh memalukan sekolah PL kita!"
Salah satu siswa menyela,"Kurasa mungkin tidak ada cara untuk mengeluarkannya! Kalau tidak salah keluarganya kaya, bukankah dia masuk melalui jalan belakang?"
Gadis itu segera mencibir, "Ayo pergi! Kudengar Sari mengatakan bahwa ayah Hani telah dikeluarkan dari perusahaan karena menggelapkan dana publik, dan dia masih berhutang pada rentenir! Aku tidak tahu lagi apa yang bisa dia lakukan. Dia melanggar peraturan sekolah setiap hari dan bertindak sesukanya!"
"Tapi, hari-hari baiknya mungkin takkan bertahan hingga beberapa hari lagi, dan kudengar kalau pihak sekolah siap untuk menghalanginya kembali. Bagaimanapun juga, para petinggi sekolah akan datang untuk memeriksa setelah beberapa waktu, kalau mereka tahu bahwa sekolah kita punya murid seperti itu, reputasi sekolah kita akan hancur!" Semua orang yang mendengarnya mengatakan itu tampak lega. Akhirnya, mereka tidak perlu terus berada di sekolah yang sama dengan orang seperti ini!