Mendengarkan Pak Benny menyebutkan pertunjukan seni itu, mata semua orang tiba-tiba berbinar, terutama para gadis di kelas.
Untuk pemilihan pemeran utama wanita di pertunjukan kali ini, para gadis di kelas telah ribut sendiri.
Alasan mengapa pemeran utama wanita itu belum diputuskan adalah karena para gadis di kelas mengalami perpecahan tentang siapa yang paling tepat untuk memerankannya.
Yang paling kejam adalah Emma dan Sisil. Keduanya memiliki latar belakang gadis baik-baik. Tapi keduanya bersitegang begitu parah sampai hampir berkelahi di sekolah. Perkelahian itu membuat Pak Benny kewalahan. Karenanya dia menangguhkan hal ini sampai usai ujian.
Pak Benny melanjutkan, "Demi keadilan dan agar semua siswa memiliki kesempatan untuk berpartisipasi, aku memutuskan bahwa tokoh utama wanita akan ditentukan oleh lotre! Tidak seorang pun boleh memprotes hasil pengundian ini!"
Ini adalah resolusi terakhirnya. Sebelum ini diadakan pemungutan suara. Hasil pada saat itu adalah Emma memiliki satu suara lebih banyak daripada Sisil, tapi Sisil masih merasa tidak puas setelahnya. Sisil mengungkapkan pada semua orang bahwa Emma telah membeli suara teman-teman sekelasnya, dan Emma melapor padanya bahwa Sisil mengancam teman-teman sekelasnya agar mereka memilihnya.
Kedua siswa tersebut memiliki latar belakang yang baik, dan dia tidak ingin menyalahkan siapapun diantara keduanya.
Jadi Benny memikirkan cara yang lebih adil agar tidak ada yang berkelahi lagi.
"Guru, aku tidak keberatan!"
"Aku juga tidak keberatan, mari kita undi saja!" Para siswa setuju dengan keputusan Pak Benny.
Awalnya, peluang untuk menjadi tokoh utama hanya ada di tangan beberapa gadis, tapi sekarang peluang itu dibagi rata dan setiap orang memiliki peluang untuk menjadi tokoh utama. Jadi, tentu saja mereka akan setuju.
Emma dan Sisil hanya bisa saling menatap dengan enggan.
Pak Benny menghela nafas lega ketika dia melihat ini, dan meminta ketua kelas untuk menuliskan nama setiap gadis di kelas pada selembar kertas kecil, dan kemudian memasukkannya ke dalam sebuah kotak kecil.
"Biar Dimas yang mengambil undiannya!" kata Pak Benny.
Kalau tidak begitu, gadis-gadis itu mungkin akan merasa tidak puas kalau orang lain yang mengambil kertas undian itu.
Semua gadis mengangguk patuh.
Wow! Si pangeran yang akan mengambil undiannya sendiri!
Kalau dia yang mengundi... itu akan menyelamatkan seluruh kelas dari keributan tanpa akhir!
Ketua kelas memegang kotak itu dan melangkah ke baris pertama, "Dimas."
Dimas merasa tertekan saat ini. Moodnya jadi buruk. Di bawah pandangan mata penuh harap yang tak terhitung jumlahnya, dia tidak sabar lagi dan mengambil kertas dari dalam kotak lalu melemparnya ke arah ketua kelas tanpa melihatnya.
Ketua kelas mengambil kertas itu dan merasakan tatapan tajam para gadis di kelas.
"Ah, gadis yang diundi Dimas adalah ..." ketua kelas membuka catatan kecil itu dengan hati-hati sambil mengatakan itu.
Dia baru akan mengatakan namanya, tapi di detik berikutnya ...
Ketua kelas tampak seolah disambar petir, menatap tulisan di catatan itu dan tetap diam.
Dimas melihat ketua kelas terlihat aneh, dan sedikit mengernyit sambil menatapnya.
Ekspresi si ketua kelas secara misterius memberinya firasat yang tidak menyenangkan ...
Pada saat ini, ketua kelas hampir tidak berani menatap mata Dimas, apalagi melihat ekspresi gadis-gadis itu, sampai dia didesak oleh semua orang yang membuatnya harus menelan ludah. Dia tergagap, "Itu ... Hani ... yang mendapatkan perannya..."
"Apa katamu?" Dimas mengambil kertas catatan itu dari tangan si ketua kelas.
Dia melihat kata-kata "Hani" di catatan itu, sangat jelas!
Hani terbangun oleh suara berisik di sampingnya, menyeka air liur dari sudut mulutnya, membuka matanya dengan linglung, dan melihat ke meja yang sama, "Ada apa ..."
Dimas menatap wajah menakutkan gadis itu. Rambutnya yang berantakan, air liur dan mata mengantuk. Dia tidak bisa berkata-kata.
Oke, lupakan, lupakan saja, ini sama sekali tidak berguna!
Begitu hasil undian itu keluar, kelas tiba-tiba heboh.
"Hani? Putri Salju? Apa kamu bercanda denganku!"
"Ketua kelas, apa yang kamu lakukan! Apa kamu bikin ulah?"
Ketua kelas hanya bisa diam menghadapi semua tuduhan gadis-gadis di kelas, "Ini ... ini bukan ulahku. Benar!"
Ada apa dengan mereka semua, bukankah sudah jelas Dimas yang mengambilnya sendiri?
"Tidak! Tidak mungkin membiarkan mereka berpasangan dalam pertunjukan itu. Bukankah itu sama saja dengan mengantarkan kita ke dalam jurang kematian?"
"Pertunjukan ini begitu penting, bagaimana mungkin membuat Hani berakting di dalamnya. Apa ini lelucon dari kelas F?"
Dari podium guru di depan kelas, wajah Benny benar-benar berubah gelap karena geram.
Hani!
Kenapa Hani lagi?
Tapi dia sudah mengatakan di depan semua muridnya barusan bahwa tidak ada yang diizinkan untuk merasa keberatan dengan hasil undian.
Pak Benny tidak bisa menahan diri untuk tidak melihat ke arah Dimas, dan bertanya, "Dimas, bagaimana menurutmu? Bagaimanapun juga, dia akan jadi rekanmu."
Pada saat ini, anak laki-laki itu masih memegang secarik kertas di tangannya, masih tidak dapat mempercayai kertas itu. Dia benar-benar telah menariknya sendiri.
Dia mungkin tidak pernah merasakan membuat pilihan yang begitu buruk dalam hidupnya.
Entah berapa lama, bocah itu dengan enggan mengeluarkan satu kata dari mulutnya, "Terserah."
Dia menarik undian itu sendiri, apa dia masih bisa menyesalinya saat itu?
Mendengar apa yang dikatakan Dimas, semua gadis itu merasa cemas, dan mereka semua meminta Pak Benny untuk mengatur undian lagi.
Pak Benny melirik ke arah tampilan berantakan Hani, merenung sejenak, lalu berkata, "Diamlah semua. Aku hanya ingin mengatakan bahwa demi keadilan, kita harus mengikuti hasil undian. Sekarang Dimas tidak keberatan, jadi tokoh utama wanita di pertunjukan itu sudah diputuskan dan tidak ada yang boleh merasa keberatan!"
Saat ini dia tidak takut Hani akan menimbulkan masalah, tapi dia justru khawatir kalau Hani tidak akan menimbulkan masalah.
Memikirkan hal ini, Pak Benny melirik ke arah Hani dengan tatapan memperingatkan, "Pertunjukan seni ini sangat penting. Kalau kamu mengacaukannya, bahkan aku tidak akan bisa menolongmu!"
Baru pada saat itulah Hani akhirnya kembali tersadar.
Kenapa dia terpilih untuk memainkan peran Putri Salju dan menjadi duri di mata semua gadis setelah dia tertidur?
Di kehidupan sebelumnya, dia dibawa kembali oleh Johan karena surat cinta, jadi dia tidak mengalami hal ini. Kali ini dia sama sekali tidak berdaya.
Kalau dia sudah mengetahuinya lebih awal, dia akan bisa mencegah hal ini terjadi!
Dengan sikap posesif dan kecemburuan Johan itu, kalau dia tahu bahwa dia berakting sebagai pasangan dengan anak laki-laki lain di sekolah, dan ada adegan ciuman di bagian akhirnya ...
Bukankah ini curang!
"Brengsek! Kenapa aku harus dipilih saat aku sedang tidur!" Rambut Hani tampak acak-acakan dan dia hampir roboh melihatnya seperti itu.
Dimas yang ada di sampingnya hanya bisa melihat reaksi Hani, dan wajahnya hampir meneteskan air mata.
Siapa yang mau berbohong?
Wanita ini terlihat seperti pembawa sial.
"Tunggu ... pak guru! Bisakah aku mengundurkan diri?" Hani buru-buru mengangkat tangannya.
Mendengar ini, gadis-gadis yang dipenuhi dengan kemarahan kini nyaris benar-benar marah.
Bagaimana mungkin ini terjadi? Hani adalah monster jelek! Dimas bahkan belum berakting dengannya dan dia sudah mau mengundurkan diri!
Pak Benny tiba-tiba menjadi marah, "Hani, apa kamu pikir kamu sedang berada di rumah? Dimana kamu bisa melakukan apa yang kamu inginkan tanpa ada aturan? Jangan lupa kalau kamu masih berada dalam masa percobaan!" Setelah mendengarkan ancaman Pak Benny, Hani hanya bisa mengutuk diam-diam, "Sialan!"
Pada saat ini, anak laki-laki di sampingnya akhirnya tidak tahan lagi, "Hani! Kenapa kamu mau mengundurkan diri?"
Hani melirik ke luar jendela dan mencoba berpikir jernih. Dia memegang dagunya dan bergumam dengan sedih, "Aku punya pacar yang sangat mudah cemburu. Bagaimana kalau dia tahu dan jadi cemburu? Aku sangat hancur, oke!"
Dimas menatap wajah Hani. Wajahnya itu tampak sangat jelek dan membuatnya terdiam sesaat.
Gadis itu punya pacar ... Apakah pacarnya ... manusia?