"Siram yang benar Kim Hyuna!"
Hyuna menggembukan pipinya kesal, memfokuskan arah selangnya ketanaman yang ada didepannya, bukannya menyirami tanah sampai becek seperti yang di lakukannya barusan.
dia sama sekali tidak rela melakukan hal sia-sia seperti ini sebenarnya. Oh, baiklah ini bukan hal yang sia-sia, tapi tetap saja ini pekerjaan perempuan dan dia sangat membencinya.
Kalau bukan karena omelan ibunya yang tiada henti sepanjang pagi ini, dia akan tetap berada di tempat tidurnya yang sangat nyaman dan bergelung dalam selimut tebalnya sampai siang.
Mereka baru saja pindah ke rumah ini dua hari yang lalu dan masih dalam tahap penyesuaian diri.anehnya dia menyukai desain rumah ini saat memasukinya untuk pertama kali dan langsung merasa betah setelah menghabiskan beberapa waktu di dalamnya.
Tapi rasa nyaman itu hanya bertahan sekejap, karena ibunya dengan cepat merusaknya dengan memanfaatkan fasilitas rumah ini untuk menyiksanya.
pertama, merecokinya dengan kursus kilat penjelasan tentang nama-nama bahan makanan yang sedang dimasukan ibunya satu persatu ke dalam kulkas saat mereka sedang menata dapur.
Dan yang kedua adalah, pagi ini ibunya membangunkannya denga paksa, menariknya dari tempat tidur dan menyuruhnya menyirami kebun bunga yang indah di pekarangan rumah.dia bahkan tidak bisa membuka matanya sangking ngantuknya.
Kalau bukan karena ibunya itu yang terus menerus menempel di dekatnya seperti lintah, dia pasti sudah membaringkan tubuhnya dan melanjutkan tidurnya yang tertunda.
"Kalau menyiram bunga saja kau tidak becus, bagaimana kau bisa mengurus rumah tanggamu dengan baik? kau mau ditinggalkan oleh suamimu?"
"Ibu," sahut Hyuna kesal, " umukur saja baru 19 tahun dan aku belum tertarik dengan pernikahan sedikit pun. jadi berhentilah merecokiku dengan nasihatmu itu."
"memang benar, umurmu 19 tahun dan kau bahkan belum pernah menunjukkan ketertarikan terhadap seorang priasedikit pun. itu mengkhawatirkan, kau tahu itu? bahkan wajahmu tidak jelek, tapi kau harus menghilangkan kebiasaan burukmu berkencan dengan laptop dan komik-komikmu itu, tidur larut malam, bangun kesiangan, dan pergi kuliah tanpa mau berepot-repot untuk mandi terlebih dahulu"
"kau pikir pria mana yang mau mengkencani gadis sepertimu?"
Hyuna mematikan selang air dan berbalik menatap ke arah ibunya yang menurutnya sangat cerewet itu.
"ibu," ucapnya dengan suara yang sedikit di sabar-sabarkan,
"apa yang eomma inginkan dariku? menantu? atau cucu yang lucu-lucu?"
Dan sebelum ibunya menjawab, gadis itu melanjutkan perkataannya "Kalu gitu, apa aku boleh tahu nama anak dari keluarga yang tinggal di samping kita? yang balkon kamarnya tepat di depan kamarku."
In-Jung mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan dari anak gadisnya itu. pertanyaan yang kedengarannya tidak ada hubungannya, tapi setelah pengalamannya hidup bersama anaknya selama bertahun-tahun, jika Hyuna mau, gadis itu bisa mengatakan sesuatu yang bisa membuatnya terkena serangan jantung.
dan itu tentu saja bukan suatu yang ingin Di cobanya.
"kenapa kau menanyakannya?" In-Jung bertanya waspada.
"ibu, jawab saja pertanyaanku," desak Hyuna.
"Hyun-Shik. choi Hyun-Shik." ucap In-Jung.
Hyuna sedikit mengerjap. nama itu kedengarannya cukup bagus. ah, tidak, nama itu memang bagus. bagaimana kalau kemungkinan ketampanan wajah pria itu? dengan nama sebagus itu, pasti pria tersebut seharusnya memiliki wajah yang tampan, kan?
"Jadi, ibu," ucap Hyuna kemabli konsentrasi dengan topik pembicaraan.
"Aku tidak habis pikir kenapa kau harus memasang terali besi di sekeliling balkon kamarku kalau kau memang ingin aku cepat menikah dan memberikan cucu untukmu."
In-Jung merasakan aura buruk yang akan menghampirinya sesaat lagi. jika Hyuna sudah memasang wajah polos seperti itu, hal tersebut bisa saja di artikan sebagai pertanda kiamat kecil di sekitarnya. wanita paruh baya itu tidak tahu bagaimana mungkin dia bisa melahirkan seorang anak jauh dari kata normal seperti ini.
"apa maksudmu?"
"menurut mu, bagaimana aku akan punya anak kalau Hyun-Shik tidak bisa meloncat ke kamarku untuk menghamiliku?"
Hyuna tersenyum puas melihat wajah syok ibunya setelah dia dengan entengnya mengucapkan kalimat tersebut. ibunya itu tidak pernah menang jika harus beradu mulut dengannya, tapi masih saja mempertaruhkan kesehatan jantungnya sendiri.
Hyuna mengerutkan keningnya ketika melihat ibunya menganga karena syok,tapi mata wanita paruh baya itu tidak melihat kearahnya, melainkan ke sesuatu yang ada di belakang tubuhnya.
Gadis itu membalikan tubuhnya dengan cepat dan membeku di tempat seketika. bukan karena wajah terlalu tampan itu yang di miliki oleh pria yang sedang di tatapnya, atau karena aura penuh intimidasi yang sangat kuat yang terpancar dari tubuh pria itu, atau karena tatapan tajamnya yang tertuju padanya
tapi karena ucapan mengejutkan pria itu setelahnya. ucapan yang membuatnya tersadar bahwa dia baru saya mempermalukan dirinya sendiri dan menjatuhkan harga dirinya ke level terendah di depan seorang pria.
Masih ada sisa keterkejutan di wajah pria itu, tapi pria itu sepertinya senang-senang saja karena berhasil mendapatkan bahan ejekan baru yang bisa memberikannya hiburan di pagi hari ini.
"kau..." ucap pria itu pelan, "mau ku hamili? begitu?"
~~~
"Hyun-Shik~a, ambilkan koran untuk ayahmu di teras!" teriak Sang-Jae dari ruang makan.
Hyun-Shik bergerak keluar kamarnya dengan malas. itu adalah kalimat favorit yang diteriakkan ibunya setiap pagi.
tidak peduli jika anak laki-lakinya itu sudah menginjak usia 22 tahun ini.
"Hyun-Shik~i!!! Tampangmu kusut sekali rupanya!" komentar sang kakak Eun-Jung yang juga baru keluar dari kamarnya dengan cengiran lebar di wajah cantiknya.
"Diamlah, kak! dan berhenti memanggilku dengan nama yg menyebalkan seperti itu!" dengus Hyun-Shik kesal.
Dia baru tidur pukul tiga pagi demi menyelesaikan level terakhir game yang sudah ia mainkan dua minggu terakhir ini, dan ibunya, dengan suara teriakannya yang menggelegar di indra pedengaran itu, malah membangunkannya pagi-pagi buta seperti ini.
Oh astaga!!! ia bahkan tidak bisa membuka matanya samasekali.
"dek, ibu bilang kau harus datang ke rumah tetangga baru di sebelah. undang mereka untuk sarapan bersama di sini," ujar Eun-Jung sambil melongokkan wajahnya di balik pintu yang membatasinya.
Hyun-Shik berbalik dan membuka matanya sedikit menatap sang kakak dengan bingung.
"Mana ada orang yang mengundang tetangga barunya sarapan? bukankah itu seharusnya di lakukan saat makan malam?"
"kau kan tahu ayah jarang bisa makan malam di rumah dia ingin bertemu dengan tetangga baru kita, jadi sarapan adalah jalan keluar satu-satunya. sudalah kau lakukan saja!"
"Aish," omel Hyun-Shik sambil memutar kunci yang sudah berhasil dimasukkannya ke lubang pintu.
pria itu segera keluar dan menggambil koran yang tergeletak di teras rumahnya, dan berjalan ke arah tembok rendah yg memisahkan rumah mereka dengan rumah sebelah.
"menurut ibu bagaimana aku akan punya anak kalau Hyun-Shik tidak bisa meloncat ke kamarku untuk menghamiliku?"
Hyun-Shik seketika menghentikan langkahnya gara-gara ucapan gadis itu. ataga, apa gadis di hadapannya sudah tidak waras? dia? meloncat ke kamar gadis itu? dan... menghamilinya? sudah dapat ia pastikan bahwa gadis yang ada di hadapannya memang sudah tidak waras.
Hyun-Shik menyadari tatapan wanita paruh baya, yang dapat ia pastikan bahwa wanita itu adalah ibu dari gadis tidak waras itu, tertuju padanya.
Dan detik itu pula, saat gadis itu berbalik ke arahnya, rasanya sepertu ada sesuatu yang aneh sedang terjadi.pria mana yang tidak akan terpana melihat wajah gadis tersebut?
Gadis itu memiliki bentuk wajah oval, dengan mata yang indah, hidung mancung, dan bibir bawahnya yang sedikit lebih tebal daripada bibir bagian atas.
Dia tidak pernah memperhatikan gadis lain dengan begitu lamat sebelumnya, sudah bisa dipastikan bahwa gadis itu adalah gadis pertama yang akhirnya diberi label cantik olehnya.
Tidak, gadis itu tidak semenarik itu, mungkin gadis itu belum sempat mandi atau sekedar mencuci muka sama sekali.
"kau..." ucap pria itu pelan setelah berhasi mengendalikan dirinya dari keterdiamannya.
"mau kuhamili? begitu?"