Byuurr!
"Arjun!!" pekik para gadis itu bersamaan.
"Tolong!! Ada yang tenggelam!!" teriak mereka kembali.
Deg!!
"Ayah...
Papa...
Daddy...
Dada Jun sesak. Maafkan Joon."
Di dalam air, ingatan Joon seolah menggambarkan suatu kejadian.
Seorang wanita cantik memeluk bocah berusia 4 tahun yang menangis.
"Taku-chan ... jangan menangis, ya?"
Prang!!
Pyarr!!
Trang!!
Seorang lelaki tampan membanting apapun yang dilihatnya tepat di depan wanita dan bocah tadi.
"Hentikan, Takeyuki-sama! Jangan bersikap seperti ini di depan Takumi!"
"Jangan munafik, Zenkyo! Kau menemui pria itu lagi 'kan? Pacarmu si gondrong kumisan itu!"
"Pria siapa? Aku tak pernah mengkhianatimu, Takeyuki-sama!"
"Wanita jalang! Kalau kau tak siap menikah kenapa kau ingin menikah denganku, hah?!"
"Kau salah paham, Takeyuki-sama!"
Plak!!
Lelaki itu menampar wanita tadi dengan kejamnya.
"Pergi dari rumahku! Bawa juga anak sialan itu!"
"Takumi putramu, Takeyuki-sama! Kenapa kau meragukannya?"
"Pendusta! Aku sudah tak percaya ucapanmu! Pergi kataku!!"
Lelaki itu mendorongnya.
"Takeyuki-sama, kumohon percayalah!" Wanita tadi berlutut di kaki lelaki yang bernama Takeyuki.
Pyar!!
Lelaki itu membanting vas bunga kembali.
"Oeeee ... huaaaa ... Taku aus, mau mimik cucu, okacan," tangis bocah berusia 4 tahun sambil menarik baju wanita yang ia panggil okasan.
"Hentikan tangis anak sialan itu! Aku muak mendengarnya!" ucap lelaki itu sambil mendorong wanita beserta bocah tadi keluar dari rumahnya.
***
Di tempat lain, Kevin masih bersantai di pinggir kolam saat ini, melihat-lihat foto Joon saat masih kecil. Joon yang pertama kali masuk playgroup, lalu masuk TK, SD dan SMP.
"Astaga, kenapa aku merasa waktu begitu cepat? Seingatku baru kemarin aku melihatnya menangis saat pertama masuk playgroup," gumam Kevin.
Tiba-tiba banyak orang yang berlarian menuju dermaga tak jauh dari ia berada saat ini. Kevin bertanya pada salah satu dari mereka.
"Ada apa, Tuan?"
"Ada yang tenggelam di Laut Ancol, Tuan? Seorang remaja, sepertinya masih SMA," jawab pria itu.
Entah kenapa, di saat seperti ini ia merasa dadanya begitu sesak, hingga tanpa sadar ponselnya terjatuh ke kolam.
Kevin mengikuti orang-orang yang berlarian menuju ke dermaga. Kevin jadi teringat Joon kalau ada orang yang tenggelam. Joon, putra angkat satu-satunya yang ia miliki. Joon memiliki trauma dengan air.
"Semoga remaja itu dapat terselamatkan." Kevin memanjatkan doa.
***
Kevin sudah berada di atas tanggul yang berada di sisi dermaga Marina Bay saat ini. Sudah banyak orang juga di sini. Tim penyelamat juga sudah berada di dalam laut untuk mencari korban.
Di antara kerumunan orang, Kevin menangkap sosok bayangan Gilang. Dia teman sekelas Joon.
Kenapa dia berada di sini? Apa Joon bersamanya? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul dalam benak Kevin.
Pandangan Kevin berkeliling, siapa tahu saja juga ada Joon di sini, pikirnya.
Kevin mendekat ke arah Gilang dan menyapanya, "Gilang, kau bersama siapa ke sini? Apa korban yang tenggelam itu temanmu?"
Kevin melihat raut muka Gilang berubah pucat karena gugup. Tubuhnya juga terlihat bergetar.
"Hahaha, kenapa kau setakut itu padaku, Lang?" ucap Kevin sambil menepuk bahu teman putranya.
"Paman, ma-maafkan a-aku!" ucap Gilang sambil terbata.
"Apa maksudmu, Lang? Minta maaf untuk apa?"
Kevin sama sekali tak mengerti kenapa bocah itu bertingkah seperti ini.
Sesaat kemudian Gilang jatuh terduduk dan menangis di kaki Kevin.
"Huks, ma-maafkan aku, Paman! Seharusnya aku tak membawa Joon ke sini." Gilang menangis sesenggukan sambil berlutut.
"Kau bersama Joon? Lalu di mana dia berada?" tanya Kevin kembali.
Tangis Gilang semakin menjadi-jadi.
"Pa-paman, aku sungguh minta maaf! Sebenarnya yang tenggelam itu adalah Joon."
Gilang semakin terisak.
Plak!!
Kevin menampar bocah itu dengan keras.
"Bodoh! Kenapa tak memberitahuku dari tadi, hah?!" bentak Kevin.
Sedetik kemudian Kevin menjeburkan diri ke dalam air untuk mencari keberadaan Joon, putra angkatnya.
"Kau harus baik-baik saja, Putraku!" gumam Kevin.
Sudah lima menit Kevin bersama tim penyelamat mencarinya, tapi Joon belum juga ditemukan.
"Tuhan, kumohon jangan ambil orang yang kusayangi lagi!" Kevin kembali memanjatkan doa.
"Sudah ditemukan!"
Sebuah suara yang membuat Kevin naik ke permukaan.
Kevin melihat pria memakai kemeja putih yang muncul dari dalam air sambil membopong Joon. Kevin rasa sosok itu bukan anggota tim penyelamat. Tapi Kevin tak peduli, ia berlari menuju mereka.
Pria tadi membaringkan tubuh lemas Joon di daratan yang rata. Para tim penyelamat mencoba menyadarkannya dengan melakukan CPR dan mengkompresi dada Joon.
Dengan gemetar Kevin menggosok-gosok telapak tangan putranya agar hangat.
"Joon-chan! Papa mohon buka matamu!" teriak Kevin histeris.
Beberapa menit setelah itu, ia melihat para tim penyelamat menghentikan mengkompresi dada Joon.
"Kenapa? Kenapa kalian berhenti, hah?!" bentak Kevin kepada semua tim penyelamat.
"Putera Anda terlalu lama dalam air, Tuan. Bahkan lebih dari 10 menit. Orang dewasa pun tak akan mampu bertahan sampai selama itu."
"Apa maksudmu, hah?!"
"Kami minta maaf, jantungnya sudah tak berdetak lagi." Salah seorang tim penyelamat berucap.
Duaaghh!
Kevin menonjok kedua tim penyelamat itu.
"Jangan sebut diri kalian tim penyelamat! Kenapa mudah sekali putus asa, hah? Dasar bodoh!" Kevin mendorong mereka semua menjauhi tubuh puteranya.
Ia menempelkan telinga ke dada Joon. Detak jantungnya, sudah tak terdengar.
"Tuhan, kumohon jangan ambil dia dariku!" gumam Kevin kembali.
Ia menekan-nekan kembali dada Joon.
"Joon-chan! Buka matamu! Ini Papa, Joon!"
Joon masih bergeming.
"Joon-chan! Papa tak mengijinkanmu pergi semudah ini!" teriak Kevin. Ia masih terus menekan dada putranya.
"Pa-paman, biar kubantu memberi napas buatan!" ucap salah satu gadis.
"A-aku saja, Paman!" seru gadis lainnya.
"Jangan! Aku saja ya, Paman!" Teman si gadis ikut menyahut.
"Diam! Pergi dari sini kataku! Bodoh! Kenapa malah bertengkar saat kondisi Joon seperti ini, hah? Semua perempuan sungguh merepotkan!" Kevin kembali berteriak.
"Biar aku saja yang memberi napas buatan. Anda terus kompresi dadanya dan terus panggil namanya!" Itu suara pria yang membawa Joon ke permukaan tadi.
Pria itu terlihat menjepit hidung Joon dan mulai menghembuskan udara ke rongga mulut Joon secara perlahan.
"Joon-chan! Sadarlah! Papa janji akan membelikan apapun yang kau inginkan," ucap Kevin setengah membentak.
"Joon-chan!" Kevin berteriak kembali.
Kevin mulai frustasi. Ia tekan kembali dada putranya hingga,
"Uhuk! Uhuk!"
Air keluar dari mulut dan hidung Joon.
"Ka-kau sudah sadar, Nak?" Kevin mengangkat kepala Joon dengan hati-hati dan meletakkannya di lengan.
"Papa ... dada Joon sesak. Uhuk uhuk!"
Suaranya masih lemah.
Sedetik kemudian, ia muntah-muntah. Kevin miringkan kepala Joon agar tak tersedak.
"Joon-chan, kau bisa mendengar papa?"
Joon mengangguk sambil tersenyum. Kevin bersyukur sekali. Ia mendekap erat tubuh Joon yang masih dingin.
"Pa?" lirih Joon.
"Ngg?" sahut Kevin.
"Berjanjilah jangan cerita pada ayah tentang ini!" pinta Joon pada papanya.
"Kenapa?" Kevin sedikit mengernyit.
"Tidak apa-apa. Pokoknya papa harus berjanji!" putus Joon yang begitu takut pada Ayah Jaya-nya itu.
Kevin mengangguk menyanggupi.
"Aakkhhh! Pa, kepala Joon pusing. Arrggh ..." erang Joon. Sedetik kemudian Joon kehilangan kesadarannya kembali.
"Joon-chan!" Kevin berteriak panik. Ia melihat sekeliling. "Hey, di mana ambulansnya?!"
"Be-belum datang, Paman," sahut Gilang.
"Bodoh! Tim penyelamat dan bantuan medis benar-benar tak bisa diandalkan saat ini," teriak Kevin memaki-maki semua orang yang ada di sana.
"Pakai mobilku saja!" tawar pria yang membopong Joon tadi.
"Aku juga bawa mobil, Tuan," ketus Kevin.
"Tapi harus ada orang yang menjaganya saat Anda menyetir."
Ucapan lelaki itu ada benarnya juga Kevin rasa.
"Baiklah, gunakan mobilku saja. Tapi tolong Anda yang menyetirkan," ucap Kevin sambil melempar kunci mobil ke arah lelaki yang menyelamatkan putranya tadi.
Kevin membopong tubuh lemah Joon menuju mobil sebelum lelaki tadi menghentikan Kevin kembali.
"Biar saya saja yang bopong anak itu!"
Kevin melotot ke arah lelaki asing itu.
"Apa maksudmu? Dia putraku!"
"Hahaha, maksudku pakai pakaian Anda dulu! Kami akan menunggu di mobil."
Astaga ... saking paniknya hingga Kevin lupa hanya memakai celana dalam saat ini. Ah iya, dia kan sedang enak-enakan berenang tadi.
Sebelum Kevin serahkan Joon pada lelaki itu, ia memandangnya dari ujung kaki hingga ujung rambut. Kevin agak sensitif dengan pria asing setelah kejadian 8 tahun lalu, ketika Joon kecil diculik.
"Tenanglah... aku tak akan menculiknya," ucap lelaki asing itu sambil mengulurkan kedua tangannya.
Sepertinya memang pria baik-baik. Kevin memindahkan tubuh Joon ke lengan lelaki itu dengan hati-hati.
"Bawa dia dengan hati-hati! Lima menit lagi aku sampai. Ah iya, mobilku berwarna biru kuparkir paling ujung selatan," ucap Kevin sambil berlalu menuju ruang ganti.
"Pa-paman, aku boleh ikut?"
"Jangan dekati putraku lagi, Gilang!" bentak Kevin saat berpapasan dengan Gilang.
Bersambung ....