Chereads / Winona, Ibu Tiri Idaman, atau Janda Pujaan? / Chapter 40 - Siapa yang Memberitahunya?

Chapter 40 - Siapa yang Memberitahunya?

Keesokan paginya, Pak Tono bangun dan keluar untuk berjalan-jalan di pagi hari. Ketika dia kembali, dia kebetulan bertemu dengan Tito yang keluar dari paviliun timur. "Halo, pak." Saat melihat Tito, burung kakak tua di sana berkicau lebih keras. Pak Tono dan Winona berjalan bersama ke aula depan.

Winona tidur sepanjang malam. Itu adalah tidur malam yang nyenyak. Dia bangun setelah jam lima. Dia melihat sekilas saat kakeknya memasuki rumah.

"Duduklah, sekarang waktunya sarapan." Orang tua itu mengamati Tito. "Lihat, apa kamu tidak punya energi? Tidak tidur nyenyak kemarin? Atau kamu merasa tidak nyaman?"

"Tidak, aku tidur larut kemarin." Bagaimana dia bisa mengatakan bahwa dia tidak tidur nyenyak karena Winona?

Sementara lelaki tua itu memberi makan burung-burung, dia tersenyum lembut, "Apakah Winona mengganggu istirahatmu tadi malam?"

"Ah, itu…" Tito menjadi salah tingkah.

"Apa? Dia tidak mendatangi kamarmu kemarin?" Pak Tono bertanya dengan nada tidak percaya.

"Dia pergi sebentar ke kamarku." Butuh waktu lebih dari sepuluh menit untuk mengucapkan kalimat itu.

Pria tua itu tertawa lebih keras, seolah-olah dia tahu segalanya. "Kamu habis memberi makan burung, cuci tangan lalu segera makan."

Ketika Tito melihat sarapan, dia tanpa sadar menggosok jari dua kali. Dia suka makan sarapan, tapi ada beberapa hal yang unik di kota ini. Walaupun di Manado menyediakan sarapan layaknya di daerah lain, itu bukan sarapan biasa.

Tapi karena Tito tidak tidur nyenyak tadi malam, jadi dia tidak memiliki nafsu makan sekarang. Semua makanan lezat dan makanan laut di hadapannya tampak tidak menarik baginya. Dia hanya minum sedikit dan tidak menggerakkan sendoknya lagi.

Winona yang baru saja tiba di sana sedikit mengernyit. Bukankah sarapan buatannya menggugah selera?

____

Di rumah Keluarga Jusung, mereka baru saja makan pagi. Saat ini Nyonya Jusung sedang memegang ponsel. Dia melihat gambar di sana. Ketika melihat sekilas orang yang menuruni tangga, dia menghentikannya, "Kemarin aku membiarkan Winona mendapatkan info tentang Tito. Aku mengirimkan daftar makanan kesukaan Tito, tapi sepertinya aku tidak melihat dengan hati-hati. Daftarnya berubah. Makanan yang tidak dia sukai juga ada di sini."

Nyonya Jusung tahu bahwa hanya kakak Tito yang bisa mengubah pesan itu. "Apakah ada masalah? Kenapa kamu mengubahnya?"

"Aku hanya ingin menyembuhkan penyakit pilih-pilih makanannya. Ibu juga terlalu banyak mencantumkan makanan favoritnya."

Pernyataan kakak Tito itu terdengar masuk akal.

____

Di sisi lain, Tito memiliki keraguan tentang masalah kemarin. Adalah kebetulan untuk mengatakan bahwa Winona secara berturut-turut memberikan hal yang tidak disukainya dan hal yang sangat disukainya. Dalam perjalanan kembali ke paviliun, Tito telah memikirkan siapa yang membocorkan tentang ini pada Winona. Setelah memikirkannya, dia tidak bisa menebaknya.

Winona kembali bersama Tito. Dia juga memikirkan satu hal. Dia mulai meragukan daftar makanan kesukaan Tito yang diberikan oleh Nyonya Jusung. Awalnya, ibu Tito itu mengatakan bahwa Tito suka ketumbar, tapi Winona bingung. Saat sarapan hari ini, Tito jelas tidak menyentuh makanan yang mengandung ketumbar. Daripada menebak-nebak, tanyakan saja.

Begitu mereka memasuki paviliun, ketika Tito hendak kembali ke kamarnya, Winona menghentikannya, "Tito, apakah sarapan hari ini tidak menggugah selera?"

Tito menoleh untuk melihatnya, "Apa?" Dia sedang memikirkan tentang sesuatu, jadi dia tidak mendengar dengan jelas. Dia langsung berjalan dua langkah ke arah Winona, "Apa yang baru saja kamu katakan?"

Ciko berdiri di satu sisi, tidak bisa berkata-kata dan tidak bisa bergerak sama sekali. Adegan macam apa ini? Ketika Tito berbicara dengan Winona, dia tidak membiarkan ada jarak di antara mereka.

"Aku ingin bilang, apakah sarapannya tidak enak? Menurutku kamu tidak makan banyak." Winona memandang orang di depannya yang semakin dekat dan dekat. Dia ingin mundur, tapi merasa agak salah, jadi dia hanya bisa bertahan di tempatnya. Dia membiarkan Tito melangkah lebih dekat dan lebih dekat sampai dia berdiri di depannya.

Matahari terbit di timur, dan sinarnya jatuh di paviliun ini. Sinar itu jatuh tepat di sisi wajah Tito, menciptakan cahaya keemasan di sekelilingnya. Itu membuat Tito jauh lebih menawan. Seperti dewa.

"Apa kamu yang menyiapkan sarapan?" Suara Tito lembut, selalu membuat Winona gemetar.

"Ya."

"Menurutmu aku menyukainya?"

Winona tidak bisa berkata-kata. Dia baru saja menatap Tito, tapi matanya jadi tidak menentu. Akhirnya, kini pandangannya jatuh ke pot bunga di satu sisi. "Sepertinya akhir-akhir ini aku sering masak masakan Manado. Aku khawatir kamu tidak terbiasa, jadi aku menyiapkan beberapa hidangan dari Jakarta. Tapi aku tidak melihat kamu mengambil banyak tadi, jadi aku hanya ingin bertanya." Winona jelas tidak bisa mengatakan bahwa itu adalah saran dari ibu Tito.

Sebelum Winona menyelesaikan kata-katanya, dia mendengar orang di depannya mengatakan sesuatu dengan suara rendah. "Aku sangat menyukainya."

Mata Winona kini menatap lagi. Napasnya tidak beraturan. Pria ini selalu mengatakan semuanya dengan berbeda dan cenderung ambigu. Selain itu, mata Tito sangat membara saat ini, berbeda dari biasanya. "Aku hanya kurang tidur semalam dan tidak nafsu makan. Sebenarnya aku suka apa pun yang kamu masak untukku," jelasnya lagi.

Napas Winona mengikuti detak jantungnya, sedikit tidak teratur. Dia langsung mengalihkan topik, "Ngomong-ngomong, kakekku suka sekali bicara omong kosong, jangan menganggap serius apa yang dia katakan."

Winona tidak berpikir bahwa Tito tidak tidur nyenyak karena mengobrol dengannya tadi malam. Dia hanya ke kamar Tito selama kurang lebih sepuluh menit, dan saat itu masih jam sembilan lewat.

Tito mengangkat alisnya, "Apa yang kakakmu katakan, aku tidak boleh menganggapnya serius?"

Winona mengangguk. "Ya sudah, aku akan kembali ke kamar dulu. Kamu tidak tidur nyenyak tadi malam, jadi kamu bisa kembali tidur lagi." Setelah itu, pintu kamar Winona ditutup. Di saat yang sama, Tito tiba-tiba melengkungkan bibirnya. Sambil tersenyum, dia kembali ke kamarnya sendiri.

Tito ingin memastikan apakah Winona meminta seseorang untuk mengetahui makanan kesukaannya. Ciko dan Cakka sama-sama orang pintar. Begitu mereka memasuki kamar, Ciko buru-buru menjelaskan, "Tuan, kami tidak mengungkapkan apa saja kesukaanmu. Sungguh, tuan harus percaya pada kami."

"Aku tahu." Tito sudah menebak siapa itu.

Ciko mengerutkan kening, "Kalau begitu tentang tuan yang tidak suka ketumbar, ini pasti bukan hanya tentang makanan yang tuan sukai, tapi semuanya."

Cakka yang ada di sebelah Ciko segera berbisik, "Hei, kamu berkata terlalu banyak, toh, itu bukan urusan kita. Apa kamu mau tuan jadi curiga pada kita?" Ketika Cakka berbicara, Ciko berada dalam kekacauan.

Ciko pun menyusun kalimat dengan cepat. "Singkatnya, tidak peduli siapa itu, Nona Winona sudah menanyakan tentang semua kesukaan Anda dan menyiapkan makanan untuk Anda, tuan. Menurutku dia memiliki Anda di dalam hatinya dan peduli dengan Anda."

Tito mengangkat alisnya, artinya dia mengizinkan para anak buahnya itu mengatakan beberapa kata lagi. Dia sebenarnya ingin mengetahui pendapat mereka tentang Winona, tapi malu untuk menanyakannya. Jadi, saat mereka berdua buka mulut, ini kesempatan baginya untuk mengetahui apa yang dipikirkan Ciko dan Cakka tentang Winona.

"Jika dia tidak peduli, dia tidak akan melakukan ini semua, tuan." Cakka menimpali.

"Ya, tuan, Nona Winona peduli pada Anda. Setidaknya itulah yang saya lihat selama kita tinggal di rumah ini."