Chereads / Winona, Ibu Tiri Idaman, atau Janda Pujaan? / Chapter 42 - Beraninya Mereka!

Chapter 42 - Beraninya Mereka!

Hujan badai melanda, dan awan hitam menekan Kota Manado. Winona kembali ke kamar dan mandi. Ketika dia keluar, ponselnya menyala. Ternyata BMKG mengeluarkan beberapa peringatan akan hujan badai. Dia meletakkan jaket Tito di satu sisi untuk dikeringkan, dan kemudian pergi ke lobi dengan payungnya. Saatnya menyiapkan makan malam. "Dimana kakek?" Winona menatap Bu Maria.

"Tuan agak tidak sehat, jadi dia kembali tidur dan berkata bahwa nona tidak perlu memanggilnya untuk makan malam."

Winona mengerutkan kening. Dia menuangkan secangkir teh panas dan mengetuk pintu kamar lelaki tua itu.

"Masuk." Dari pintu, suara Pak Tono terdengar pelan.

Setelah mendorong pintu masuk, Winona melihat lelaki tua itu bersandar di kepala tempat tidur. Ternyata dia menderita rematik. Kakinya pegal-pegal dan lemah. Kekuatannya serasa terkuras. Sudut mulutnya masih putih, dan TV di seberang tempat tidur juga menayangkan film-film klasik.

"Apakah kakek sudah minum obat?" Winona duduk di samping tempat tidur.

"Tidak ada gunanya."

"Aku akan menggosok kakimu, mungkin akan membuatnya lebih nyaman."

"Tidak, ini masalah lama, aku tidak bisa…" Sebelum Pak Tono menolak, Winona meletakkan tangannya di lututnya. Namun, pijatan semacam ini tidak menghilangkan rasa sakit, ini lebih kepada menenangkannya.

"Kakimu pasti sakit sekali. Aku tidak tahu kenapa kakek menungguku kembali, padahal kakek bisa beristirahat lebih awal. Aku sudah sangat besar. Kamu tidak perlu menunggu aku kembali. Jika kamu merasa tidak nyaman, kamu bisa kembali ke kamar dan berbaring."

"Siapa bilang aku menunggumu? Aku bermain catur Tito tadi." Orang tua itu berkata keras, "Winona, bagaimana menurutmu tentang Tito?"

Winona terkekeh, "Aku tidak tahu."

"Kamu tidak tahu tentang orang tentangnya sama sekali? Apa yang kamu lakukan dengan menemuinya di kamarnya di tengah malam?" tanya Pak Tono.

"Apakah ada masalah dengan itu, kek?"

"Jika ada sesuatu yang tidak dapat kamu lakukan di siang hari, itu pasti di tengah malam. Aku beritahu kamu, jika ini beberapa dekade yang lalu, kalian berdua benar-benar akan mendapat fitnah."

Winona berkata, "Kamu terlalu banyak berpikir."

"Sebenarnya, aku tidak ingin memaksamu untuk menikahi Tito. Aku hanya ingin melihatmu menikah di sisa hidupku. Jika tidak, aku khawatir aku tidak akan memiliki sedikit pun kegembiraan di paruh kedua hidupku ini." Pak Tono berkata dan mengambil foto di meja di samping tempat tidur, "Istriku, akhirnya aku akan kembali padamu. Aku khawatir tidak ada cara untuk menyaksikan Winona menikah. AKu tidak mengerti sekarang apa orang-orang di luar ingin menikahi cucu kita ini?"

Winona jadi sakit kepala dan berbicara dengannya sebentar. Dia terus memijat kaki kakeknya. Kaki lelaki tua itu terasa sakit sepanjang malam, dan keesokan paginya, dia terlalu lelah hingga tertidur sangat lama.

Winona sedang duduk di ruang kerja, melihat bahan yang dibeli sehari sebelumnya. Dia memikirkannya selama lebih dari satu jam, dan kemudian menggigit jarinya dan memanggil Pak Caraka. "Pak Caraka." Anak-anak Pak Caraka semua di sekolah menengah, jadi bisa dibilang kini orang itu tidak terlalu sibuk mengurus anak.

"Ada apa Winona?"

"Bisakah kamu berbicara dengan pihak lain tentang kerja sama itu dan membatalkannya?"

"Pak Tono tidak dalam kesehatan yang baik?"

"Kadang baik dan terkadang buruk. Aku tidak nyaman dalam pekerjaanku dan aku tidak dapat berkonsentrasi. Jika memang bisa ditunda sampai musim kemarau tahun depan, mungkin akan bagus. Jika mereka tidak setuju dengan proyek ini untuk ditunda, mungkin aku tidak bisa mengambilnya."

"Aku mengerti. Aku juga masih belum menandatangani kontraknya, aku akan pergi untuk berbicara dengan mereka."

"Baiklah, Pak Caraka. Terima kasih."

Di sebuah gedung yang menjulang tinggi, seorang asisten bersetelan profesional sedang memegang setumpuk dokumen. Kini dia mengetuk pintu kantor.

"Masuklah." Suara pria di dalam ruangan itu sengaja diturunkan.

Asisten itu mendorong pintu dan masuk. Dia memasukkan dokumen yang perlu diproses, dan kemudian berbicara tentang bisnis, "Pak Caraka, orang yang baru saja memberi proyek untuk membuat perhiasan untuk sebuah drama menelepon dan mengatakan bahwa dia ingin menunda waktu kerja sama kita."

"Menundanya? Hingga kapan?" Pria itu agak heran.

"Musim kemarau tahun depan."

Wajah pria itu langsung menjadi hitam. "Alasan?"

"Katanya seseorang yang bertanggung jawab atas produksi dalam kondisi kesehatan yang buruk dan perlu waktu untuk mengurusnya."

Alasan paling umum bagi karyawan untuk meminta cuti adalah karena mereka sedang pilek dan demam. Mereka ingin ke dokter, atau tinggal di rumah karena merasa tidak nyaman. Tapi untuk proyek sebesar ini, alasannya karena ada yang sakit dan harus ditunda? Apakah ini bercanda?

Pria itu meletakkan pekerjaan yang ada. Dia menatap asistennya, "Apakah aku sedang diremehkan oleh mereka? Kita telah lama meminta bekerjasama dengan mereka, dan akhirnya mereka memiliki niat untuk menandatangani kontrak. Lalu sekarang mereka berkata akan menunda proyek ini? Dari mana asal keberanian mereka dan bagaimana mereka bisa tawar-menawar dengan kita? Apa syarat yang kita berikan tidak cukup baik?"

Asisten itu mengerutkan kening, "Mereka sepertinya tidak peduli, dan kami sudah mencoba yang terbaik untuk memfasilitasi kerjasama ini. Sejak awal, mereka yang jual mahal pada kita, pak. Saya juga tidak tahu kenapa."

Pria itu menarik napas dalam-dalam, "Di mana studio mereka?"

"Manado."

"Siapkan tiket untukku."

"Tapi, pak…"

"Sebagai mitra dan mendengar seseorang di tim mereka sakit, apakah ada masalah dengan kunjunganku?" Pria itu merasa kesal. Asisten itu mengangguk sebagai jawaban. Sebenarnya dia takut itu bukan untuk mengunjungi tim yang sakit itu, tetapi untuk membuat masalah dengan sengaja.

"Baru-baru ini di Manado terjadi hujan deras, pak. Banyak maskapai yang telah membatalkan penerbangan."

"Aku akan tetap pergi!"

____

Ketika mobil melaju keluar dari gerbang tol Jakarta, seorang pria merasa menyesal. Dia ingin naik mobil di malam hari dan tiba di Manado keesokan paginya. Dia tidak ingin menunda bisnis atau bolak-balik Jakarta-Manado. Namun, pada malam hari, hujan deras melanda. Beberapa tempat di jalan raya terhalang yang menyebabkan dia dan asistennya harus terjebak di pintu tol pada tengah malam.

Keesokan paginya, mata pria itu penuh dengan amarah. Setelah dia pergi ke hotel untuk mandi dan istirahat, dia meminta asistennya untuk memanggil Pak Caraka. Pak Caraka gemetar ketakutan. Mengapa tuan ini datang ke sini? Tapi ini bukan hal yang bisa untuk dipusingkan lagi saat ini.

Pak Caraka segera menelepon Winona, dan Winona juga kaget. Mereka baru saja mencoba menunda kerjasama kemarin, tapi hari ini orang-orang itu sudah bergegas ke Manado. Mereka berkata bahwa mereka datang untuk mengunjungi anggota tim yang sakit. Tapi kunjungan ini jelas karena mereka di sini untuk mencari sesuatu.

____

Pria di hotel sedang mengganti pakaiannya. Dia mengangkat tangan untuk meluruskan dasinya, dan dia berpakaian sangat formal. Di sinilah dia akan mengunjungi orang sakit itu, tapi dia jelas ingin mencari masalah. Pertama-tama, dia tidak boleh kehilangan momentumnya. Jika dia muncul, dia harus membuat Pak Caraka dan Winona mati kutu.

"Tito juga ada di Manado, apakah kita tidak memberi tahu dia?" tanya seseorang di belakang pria itu. Dia asisten pria itu

"Aku akan membicarakannya nanti. Aku tidak ingin melihat ke belakang dan aku akan memberinya kejutan."

Kejutan? Asisten itu tidak bisa berkata-kata. Dia takut kejutan ini tidak berakhir dengan baik.