Untungnya, tidak banyak kelas hari ini. Kelas terakhir juga berakhir pada sore hari pada pukul empat. Sarah Giandra sudah kembali ke asrama dan mengambil beberapa barang. Sekarang dia sudah keluar dari gerbang sekolah, dan siap naik bus untuk pulang ke rumahnya.
Langit sangat cerah. Dia mengenakan gaun bergaris hitam putih, membawa tas kanvas, dan memakai sepatu Converse model klasik di kakinya. Dia sudah terbiasa menjadi begitu sederhana dan polos, ini adalah salah satu alasan pertama yang membedakannya dengan Laras Giandra.
Dia juga tahu, jika dia mengejar hal-hal secara berlebihan itu akan membuatnya menjadi egois dan sombong.
Ketika Sarah Giandra naik bus, dia memikirkan sesuatu.
'Apakah aku harus memasak sesuatu'
Akhirnya dia memutuskan untuk turun di terminal. Ketika sampai di terminal, dia berjalan menuju supermarket. Kebetulan terminal dan supermarket itu searah menuju rumahnya, jadi dia mampir untuk membeli bahan makanan.
Saat ini, orang banyak yang ramai, dia mendorong kereta belanja ke area makanan segar. Mereka mengambil dan memilih bahan yang tepat untuk dimasukkan ke dalam keranjang.
Sarah Giandra menjadi linglung ketika menyadari bahwa apa yang dia lakukan sekarang adalah kehidupan sehari-harinya yang akan dilalui sebagai seorang istri. Membeli bahan makanan, memasak di rumah, dan menjamu tamu suaminya. Memikirkan hal ini, dia mengangkat bahunya dan bergidik ngeri.
Ketika sedang memilih sayuran, Sarah Giandra tidak tahu apakah akan meletakkan kembali kubis ini ke tempatnya atau memasukkannya ke dalam keranjang belanja.
Tidak peduli jika dia membawa tamu kembali, dan Sarah Giandra tidak boleh memasak dengan asal asalan!
Dia berpikir dalam hati selama satu menit penuh, dan akhirnya dia memilih mendorong keranjang belanjaan ke depan dengan rasa bosan. Sarah Giandra tidak punya banyak uang untuk membeli sayurannya, jadi dia hanya bisa membeli sedikit dengan uangnya sendiri. Dia tidak ingin menyusahkan Arka Mahanta.
Memikirkan identitasnya dan tamu yang datang, dia tidak berani membelinya bahan makan dengan asal-asalan. Apalagi ketika memilih daging.
Setelah membayar barang belanjaannya, Sarah Giandra menghembuskan nafasnya dengan kasar. Wajar saja dia melakukan hal itu, uangnya sedikit terkuras untuk membeli bahan makanan ini. Sudah terlambat untuk menyesal, bukankah dia yang mengiyakan Arka Mahanta untuk datang pada hari ini?
Dia diam-diam mengambil keputusan dan kembali ke villa dengan membawa tas besar yang berisi belanjaannya. Ini masih pagi, dan Arka Mahanta belum kembali. Jadi rumah ini terasa sepi. Dia membuka pintu dan masuk untuk menyiapkan makan malam.
Dia tidak tahu banyak mengenai resep masakan yang mewah, tapi dia bisa memasak masakan rumahan biasa. Untuk itulah, dia juga mencari resep masakan.
Mencuci beras dan mencuci sayuran, dia merasa waktu berlalu dengan cepat. Tiba-tiba Arka Mahanta meneleponnya dan memberitahunya berapa lama akan sampai di rumah.
Air di panci sedang menggulung, dan ada aroma daging babi yang direbus.
Ketika suara bel berbunyi, dia menyeka air ditangannya dengan celemek, dan pergi ke ruang tamu untuk membuka pintu. Arka Mahanta berdiri di depan pintu, dan tubuhnya setinggi gunung menghalangi cahaya di luar.
Sarah Giandra menatap matanya yang dalam dan dia tertegun tanpa alasan.
"Kau kembali," ucap Sarah Giandra sedikit lirih, mengambil apa yang dipegangnya.
"Maaf menyusahkanmu." ucap Arka Mahanta seperti suara gemericik air, yang membuat orang yang mendengarnya akan merasa nyaman.
Arka Mahanta melihatnya mengenakan celemek. Rambutnya yang biasanya terurai di belakang kepalanya, namun kini diikat dengan santai memperlihatkan telinga merah mudanya. Seseorang sedang memasak dan menunggunya pulang, perasaan ini sangat berharga baginya! Begitu pula Sarah Giandra, dia merasa seperti menunggu seseorang pulang.
Namun, sebelum Sarah Giandra merasa hangat di hatinya, dia melihat orang di belakang Arka Mahanta.
"Arka, bisakah kita masuk sekarang?" terdengar suara seseorang yang lembut seperti burung phoenix dari lembah, dengan rasa keberadaan yang kuat.
Sarah Giandra dengan hati-hati melihat wanita yang bersembunyi di belakang Arka Mahanta. Dia memiliki wajah seukuran telapak tangan, matanya sedikit besar, hidungnya mancung, dan mulutnya kecil. Wanita itu memiliki wajah yang sesuai standar kecantikan disini.
Dengan pakaian yang mencolok, itu juga menarik perhatian orang banyak. Sarah Giandra tidak menyangka Arka Mahanta mengatakan bahwa tamu yang dibawanya adalah wanita cantik.
Meskipun itu adalah kebebasannya untuk membawa siapapun. Sarah Giandra tidak memiliki hak untuk ikut campur, tetapi dia merasa sedikit tidak nyaman setelah melihatnya.
Dan wanita itu memperlakukannya seperti angin lalu, seperti mengabaikan keberadaan Sarah Giandra. Dia tidak menatapnya dengan langsung.
"Rena, ini istriku. Namanya Sarah Giandra." Arka Mahanta tidak menjawab pertanyaan Rena, melainkan memperkenalkan Sarah Giandra padanya.
Sarah Giandra merasa sedikit tidak nyaman, tetapi dia merasa lebih baik setelah mendengar ucapan Arka Mahanta.
"Seleramu tidak terlalu bagus." Dia bergumam, mengira bahwa Sarah Giandra tidak bisa mendengar ucapannya. Lalu dia berkata kepada Sarah Giandra dengan penuh penekanan, "Namaku Rena, aku cinta pertama Arka Mahanta."
Melalui ucapannya, Rena seperti menunjukkan rasa kepemilikannya terhadap Arka Mahanta. Otot-otot bibir Sarah Giandra langsung menegang. Kakinya terasa lemas ketika mendengar ucapan Rena.
'Jadi tamu Arka Mahanta adalah cinta pertamanya di masa lalu? Apakah dia benar-benar cinta pertamanya?'
Sarah Giandra seharusnya memikirkannya. Tetapi melihat wanita ini memanggil nama Arka Mahanta dengan penuh kasih sayang, hatinya sedikit terasa sakit.
"Masuklah dulu, makan malam hampir siap." ucap Arka Mahanta pada Rena. Topik pembicaraan langsung berubah, Rena mengejek Sarah Giandra melalui senyumnya. Rasanya sedikit menjengkelkan bagi Sarah Giandra, tetapi dia berusaha menunjukkan rasa sopan di wajahnya.
Sarah Giandra ingat bahwa Dikta memberitahunya tentang hal ini kemarin pagi. Sarah Giandra tidak menyangka kalau hari ini dia akan melihatnya secara langsung.
Sarah Giandra mengambil barang-barang itu dan pergi ke dapur. Dia membuka tutup panci dan mulai memasukkan bumbu. Dia sedikit melirik ke arah ruang tamu, Arka Mahanta dan Rena sepertinya sedang mengobrol.
Sarah Giandra mencicipi supnya. Dia merasa rasanya sudah cukup sempurna, jadi dia matikan apinya. Bukannya merasa marah, tetapi dia merasa lega. Sarah Giandra berpikir, jika Rena ini berusaha lebih keras, mungkin dia akan benar-benar memahami hati Arka Mahanta.
'Mungkinkah Arka Mahanta akan menceraikanku dan menikahi cinta pertamanya?'
Sehingga keduanya bisa dianggap sebagai kekasih bahagia yang akhirnya menikah, dan dia juga bisa bebas. Dia harus menemukan cara untuk mencapai hal baik semacam ini.
Setelah meletakkan makanan yang sudah disiapkan diatas meja satu demi satu, Sarah Giandra memanggil mereka untuk makan malam. Rena datang dan melihat-lihat, lalu ia berkata kepada Sarah Giandra, "Kau hanya memasak ini saja?"
Setelah mendengar ucapan Rena, dia merasa sangat bingung. Dia juga membeli bahan-bahan yang terbaik dan sudah mencicipinya saat dia memasak. Tetapi Rena yang belum merasakan makanan ini, sudah berani berkata seperti itu. Dia sangat tidak menghormati Sarah Giandra sebagai juru masaknya.
"Ada bahan lain di lemari es, mau aku membuatkan yang lain?" Demi kebebasan yang telah dia pikirkan, Sarah Giandra masih menahan kesabaran dan berkata dengan sopan kepada Rena.
Rena tertegun sejenak, tidak pernah menyangka bahwa gadis yang didepannya ini dapat mengontrol amarahnya dengan begitu baik "Tidak perlu. Arka ayo kita pergi mencari makanan diluar?" Tanya Rena.
"Coba cicipi dulu. Jika kamu masih tidak menyukainya, mari kita keluar." Arka Mahanta berkata kepada Rena dengan nada lembut.
Rena mengangguk dengan enggan. Dia menggembung pipinya dan berkata, "Demi kamu, maka aku akan memakannya!"
Sarah Giandra berdiri di seberang merasa seperti bola lampu listrik. Dia merasakan kebosanan yang tak terlukiskan dan rasanya seperti mati lemas di dalam hatinya. Seperti ada sesuatu yang diambil darinya. Bukan karena penampilan mereka yang penuh kasih sayang, tapi karena mereka telah membuatnya meja besar ini berisi hidangan.
Rena dan Arka Mahanta duduk bersama, dan Sarah Giandra duduk di seberang mereka.
Makanan ini menjadi terasa hambar, tetapi interaksi di antara mereka berdua luar biasa.
"Arka, aku ingin kamu memberiku makan enak. Jika kamu tidak memberiku makanan yang enak, aku tidak mau makan lagi."
Rena menatap Arka Mahanta dengan penuh harap, lalu dia melirik Sarah Giandra Kesabaran wanita ini sangat kuat, bukan? Rena telah melakukan ini, tetapi Sarah Giandra masih belum menanggapi?