Chapter 22 - Tidak Bisa Meraihnya

Perlakuan agresif Zafran Mahanta dan nada bicaranya ini membuat Sarah Giandra berdiri diam. Dia mengepalkan tangannya dengan erat, pipinya memerah karena menahan amarahnya.

"Kita bahkan tidak berpacaran. Urusanku tidak ada hubungannya denganmu, kan?" Sudut bibirnya terangkat di awal, menampakkan senyuman pahit.

Ada terlalu banyak ironi dalam senyuman ini, Sarah Giandra seperti mengejek rasa cinta yang dimiliki oleh Zafran Mahanta.

"Akulah yang menggodanya. Aku lebih suka dengan pria yang lebih mapan, dan kamu hanya seperti pria yang bermain-main denganku." Lanjut Sarah Giandra.

Wajah tampan Zafran Mahanta penuh dengan kekecewaan, sudut bibirnya terangkat dengan dingin.

"Aku masih tidak percaya bahwa kamu adalah wanita seperti itu. Sekarang apa

yang telah kamu lakukan, beritahu aku bahwa kamu bukan orang yang seperti itu!"

"Bukankah kamu sudah cukup mendengarkannya?" tanya Sarah Giandra. Sarah Giandra tidak kuat jika harus terus mendengar penghinaan dari Zafran Mahanta. Gemetar, keringat mengucur dari punggungnya.

Zafran Mahanta memandangnya dengan marah dan berkata dengan nada mengejek, "Sarah, aku yakin suatu hari kamu akan menangis dan memohon untuk kembali padaku."

Sekali lagi, Zafran Mahanta menggelengkan wajahnya setelah mengucapkan kata-kata itu. Dia meninggalkan Sarah Giandra sendirian di tempat itu. Merasa hidupnya seperti lelucon.

Dia telah menahan tangisnya untuk waktu yang lama. Begitu Zafran Mahanta pergi, air mata langsung membasahi wajahnya. Dia menyeka wajahnya dengan punggung tangannya.

Sarah Giandra memilih berbohong dan menyakiti hati Zafran Mahanta. Berkali-kali dia menahan diri untuk tidak melangkah maju dan tidak memeluk Zafran Mahanta, bahkan sudah tak terhitung jumlahnya. Rasanya dia ingin berkata yang sejujurnya tentang apa yang dia rasakan, tetapi dia tidak bisa melakukan itu

Sekarang Sarah Giandra hanya bisa memandangnya kecewa dan berpura-pura acuh tak acuh. Meskipun Sarah Giandra tidak bisa menjelaskan bagaimana hubungannya dengan Zafran Mahanta, tetapi sangat jelas terlihat ada rasa yang saling terbalaskan diantara mereka.

Jika bukan karena rasa itu, bagaimana dia dan Zafran Mahanta bisa sampai ke tempat dimana mereka bertengkar hari ini?

Zafran Mahanta turun dan melihat Laras Giandra berdiri di puncak tangga yang sedang menunggunya.

"Ada apa?" tanya Zafran Mahanta sedikit mengernyit, matanya beralih dari Luna Nalendra yang berdiri di samping.

Luna Nalendra berpura-pura melihat ke tempat lain seolah-olah tidak ada yang terjadi, tetapi Laras Giandra segera menjadi menyedihkan, sehingga Zafran Mahanta merasa kasihan.

"Wanita buas ini baru saja memarahiku, dan dia melakukannya." ucap Laras Giandra mengadu.

Luna Nalendra menjadi marah ketika mendengarnya, dan berteriak padanya, "Kalau begitu beranikah kamu mengatakan, siapa yang melakukannya lebih dulu?"

"Luna, tolong meminta maaflah dengan lembut." Kata Zafran Mahanta dengan tatapan tajam pada Luna Nalendra dengan dingin.

Luna Nalendra sedikit menyusut, menunjukkan ekspresi tidak percaya, lalu bertanya, "Mengapa aku harus meminta maaf pada manusia keji ini?"

"Karena dia adalah pacarku!" Zafran Mahanta memandang Luna Nalendra dan

berkata dengan nada yang kuat.

Ketika Zafran Mahanta mengatakan ini, Sarah Giandra juga kebetulan menuruni tangga. Dia membeku di tempatnya.

Ketika Laras Giandra mendengar Zafran Mahanta mengakui identitas mereka di depan mereka, hatinya meleleh, dia segera menarik lengan Zafran Mahanta, dan berkata dengan genit, "Lupakan, lupakan, aku tidak peduli padanya."

Luna Nalendra merasa ingin muntah ketika melihat sikapnya yang sok, tapi dia menahannya. Dari sudut mata Zafran Mahanta, dia melirik Sarah Giandra. Zafran Mahanta melingkarkan lengannya di bahu Laras Giandra, lalu keduanya pergi.

Sarah Giandra pun menghampiri Luna Nalendra, "Zafran akan segera menyesal karena memilih saudaramu. Kamu tidak perlu memikirkannya," ucap Luna Nalendra yang berusaha menghibur Sarah Giandra.

Bibir ditekan menjadi garis lurus, terus menerus menahan kesedihan dan kesedihan yang melonjak di hatinya.

'Ini akan baik-baik saja, aku tidak akan peduli lagi padanya.'

"Sarah." Luna Nalendra pun merangkul Sarah Giandra dan mengusap lengannya dengan lembut untuk membuatnya rileks.

"Aku baik-baik saja." ucap Sarah Giandra dengan suaranya yang bergetar, tapi dia masih tersenyum pada Luna Nalendra.

"Apa yang terjadi antara kamu dan Zafran Mahanta." Luna Nalendra mengerutkan kening, nadanya penuh perhatian.

Tekanan di hatinya semakin membesar, seperti balon yang terus menggelembung, hampir pecah. Dia mengenal Luna Nalendra, dia bukan orang yang jahat.

"Mari kita cari tempat duduk dulu." ucap Luna Nalendra

Sarah Giandra merasa semua hal yang terjadi selama ini tertahan di hatinya, tidak ada yang tempat untuk melampiaskannya. Luna Nalendra menjadi gugup karena melihat ekspresinya Sarah Giandra, dan dia menjadi serius karena akan mengetahui cerita penting.

Ada sebuah taman bunga tidak jauh dari gedung pengajaran, mereka duduk di bangku batu, dan lingkungan sekitar perlahan menjadi sunyi.

Sarah Giandra menghela nafas tenang, dan kemudian memberitahu Luna Nalendra bahwa dia sudah dijodohkan dan telah menikah dengan orang yang tidak dicintainya. Luna Nalendra sangat terkejut hingga matanya melebar, tubuhnya masih gemetar saat dia menggenggam tangan Sarah Giandra dengan erat. Sarah Giandra menceritakan semuanya kepada Luna Nalendra

"Apa? Bagaimana itu bisa dilakukan… Bagaimana mungkin itu terjadi? Atau haruskah kita memanggil polisi dan mengajukan gugatan?"

Luna Nalendra tahu bahwa di awal masuk kuliah, ada yang aneh dengan Sarah Giandra. Apalagi dia diantar dengan menggunakan sopir pribadi. Tetapi dia tidak pernah menyangka bahwa Sarah Giandra akan mengalami hal seperti itu, dijodohkan dan menikah.

Memikirkan nasib Sarah Giandra seperti ini, terlebih melihat mentalnya yang masih sangat kuat, Luna Nalendra semakin kagum dengan Sarah Giandra. Karena jika hal itu ditimpakan kepadanya, dia pasti sudah gila.

Sarah Giandra menggelengkan kepalanya dan menghela nafas tak berdaya, "Itu tidak berguna."

"Kalau begitu kamu belum berpikir untuk lari? Pergi atau hindari atau apalah itu?"

"Aku tidak bisa meninggalkan ibuku sendirian, secara fisik dia tidak kuat apabila menghadapi masalah yang berat. Ibuku sangat lemah. Lagipula, aku sudah mulai terbiasa dengan kehidupan di sini, kehidupan seperti ini, dan aku tidak bisa pergi lagi."

'Bahkan jika aku bisa pergi, ke mana aku bisa pergi?' batinnya

"Kalau begitu apakah kamu benar-benar menyukainya Zafran Mahanta?"

Luna Nalendra bertanya pada hati Sarah Giandra.

"Memang, tapi semuanya sudah lewat. Sudah tidak ada gunanya lagi. Apapun yang aku suka, sudah tidak bisa aku raih. Toh ada Laras yang sangat menginginkannya dan mengejar-ngejar Zafran, tidak apa jika mereka berdua bersama." Ucap Sarah Giandra pasrah.

Luna Nalendra sangat marah sampai dia menepuk pahanya. "Aku bisa mengerti mengapa Laras seperti ini. Menyebalkan sekali! Dia memutar balikkan fakta yang ada."

Sarah Giandra ingin menyelesaikan studinya sekarang dan akan mencari pekerjaan, baru setelah itu dia bisa memiliki modal dan kemampuan untuk melakukan sesuatu.

"Ayo kita pergi ke kelas dulu." ajak Sarah Giandra.

"Baiklah, ayo.."

Setelah berbicara dengan Luna Nalendra, Sarah Giandra merasa lebih lega. Dia dapat melampiaskan kesedihan yang berkepanjangan di hatinya.

Menjelang siang, Sarah Giandra menerima pesan teks dari Arka Mahanta.

"Besok bersiaplah untuk makan malam, aku akan kedatangan tamu untuk makan malam bersama di rumah."

'Arka ingin membawa tamu untuk makan malam. Apakah dia ingin aku menyiapkan makan malam? Mengapa tidak makan di luar?' batinnya bertanya-tanya.

Meskipun Sarah Giandra memiliki banyak pertanyaan yang tak bisa dikatakan di dalam hatinya, dia tetap menjawab dengan dua huruf, 'OK.'