Chapter 14 - Gadis Rendah Hati

Begitu Sarah Giandra kembali ke rumah keluarga Mahanta, Sarah Giandra diliputi oleh suasana khusyuk dan sederhana di sini.

Tetapi dia juga ingat kapan terakhir kali wanita tua itu memberinya gelang, dan gelang itu kebetulan dibawa oleh dia saat ini.

"… Ada sesuatu yang ingin kuberikan padamu terakhir kali, tapi aku lupa." ucap Sarah Giandra.

"Apa itu?"

Sarah Giandra mengeluarkan kotak cendana dari lemari persegi kecil di ruangan itu. Ia menyerahkannya ke tangan Arka Mahanta.

"Ini gelang yang diberikan ibumu terakhir kali." Sarah Giandra masih belum terbiasa memanggil wanita tua seperti itu, Ia merasa sedikit canggung.

"Ini untukmu, kenapa kamu ingin memberikannya padaku?" Tanya Arka Mahanta balik.

Mendengar ucapan Arka Mahanta, seketika pipinya Sarah Giandra merona. Padahal dia sedang berdiri di depannya Arka Mahanta.

"Gelang ini terlalu mahal, aku tidak pantas menerimanya. Jadi sebaiknya ku berikan padamu."

Bahkan gelang ini kemarin hampir saja jatuh. Ada ketakutan yang masih menyelimuti Sarah Giandra. Daripada dia semakin takut karena membawa benda mahal ini, lebih baik mengembalikannya ke Arka Mahanta.

Meskipun sebenarnya, dia hanya ingin segera pergi dari keluarga ini.

Mata Arka Mahanta berkedip-kedip sejenak, karena dia belum mengerti maksud dari Sarah Giandra. Tiba-tiba dia berbicara setelah beberapa lama.

"Apakah kamu marah? Karena aku kemarin tidak menemanimu dan mengantarmu kembali ke rumahmu?"

Sarah Giandra tertegun sesaat, dia tidak memikirkan hal itu sama sekali. "Tidak, aku tidak pernah memikirkannya."

Kata-kata Arka Mahanta membuatnya terburu-buru menjelaskan, ekspresinya sangat panik. Sudut bibirnya Arka Mahanta sedikit terangkat. Dia tidak sengaja menggoda Sarah Giandra.

"Aku akan berkunjung lain kali." jawab Arka Mahanta ringan.

"Ah, tidak perlu…" Sarah Giandra tergagap, dia tidak menyangka Arka Mahanta akan berkata seperti itu.

"Hm?" Saat Arka Mahanta mendengar penolakannya, alisnya terangkat, dan matanya menunjukkan tanda tanya yang sangat besar..

Sarah Giandra juga langsung cepat-cepat menjelaskan, "Maksudku, kamu itu orang yang sangat sibuk. Jika kamu tidak bisa datang berkunjung, orang tuaku bisa memaklumi. jadi aku bilang ... tidak perlu datang, tidak apa-apa. Terima kasih karena sudah mau berkunjung."

Rasanya lega setelah menjelaskan secara detail kepada Arka Mahanta. Sungguh tidak mudah untuk berbicara di depannya. Tidak berhati-hati dalam berbicara, bisa membuat Arka Mahanta salah paham.

"Aku punya jadwal sendiri untuk hal-hal ini. Semalam kamu tidak istirahat dengan baik, jadi kamu bisa tinggal di sini untuk melanjutkan tidurmu. Aku akan pergi, nanti malam aku akan kembali untuk menemuimu."

Arka Mahanta menatap Sarah Giandra dengan tenang. Melihatnya seperti ini, Arka Mahanta menjadi gemas sendiri. Ia mengulurkan telapak tangannya, lalu ia mengusap bagian atas kepalanya dengan lembut.

Sentuhan kepala yang tiba-tiba dengan lembut ini, membuat Sarah Giandra terpaku dan seluruh tubuhnya membatu. Ia belum siap menerima perlakuan seperti ini!

Arka Mahanta memperhatikan Sarah Giandra yang tegang seperti itu. Sudut bibirnya terus naik, dia tersenyum karena reaksi yang diberikan oleh Sarah Giandra. Lalu dia berbalik ke samping untuk berjalan pergi, dan berbisik dengan ringan, "Keintiman antara suami dan istri seperti ini adalah hal yang normal. Perlahan-lahan, kamu akan terbiasa dengan ini."

Kata-katanya membuat Sarah Giandra sedikit meluluhkan hatinya, dan dia sedikit terkejut dengan kebaikan yang Arka Mahanta berikan padanya. Tidak mudah untuk menolak perbuatan mendadak seperti itu.

Dia menggigit bibir bawahnya dengan ringan dan perlahan mengepalkan tangannya. Dia masih bingung dengan dirinya sendiri. Dia tidak ingin jatuh cinta pada Arka Mahanta, tapi dia tidak bisa mengelak bahwa dia senang diperlakukan seperti itu. Jantungnya berdegup dengan kencang.

Dia tidak ingin menerima identitas ini! Dari menikah dengannya hingga hidup di sini sekarang, tidak ada salah satu darinya yang merupakan keinginannya. Bisakah dia benar-benar melakukan keintiman dan kebaikan semacam itu?

Saat dia masih lesu, ponsel di tasnya berdering.

Itu adalah Li Qingqing, seorang senior dari sekolahnya.

"Sarah, apakah kamu ada waktu luang di akhir pekan?"

"Ada apa?"

Tidak ada jadwal khusus untuk akhir pekan, tapi Sarah Giandra tidak tahu apakah akan ada situasi yang tidak terduga.

"Aku akan mengambil pekerjaan paruh waktu. Aku ingat, dulu kamu membutuhkan kerja paruh waktu, apa saat ini masih kamu masih membutuhkannya?"

"Pekerjaan paruh waktu apa itu?" Tanya Sarah Giandra.

Sarah Giandra bertemu dengan senior perempuan ini yang bekerja paruh waktu sebelum dia pindah ke rumah Keluarga Mahanta ini.

Aura Biantara berdehem dan berkata, "Tidak butuh waktu lama untuk melakukan pekerjaan ini, hanya tiga jam saja.��

"Baiklah, jika tiba tiba aku tidak bisa datang. Aku akan memberitahumu satu hari sebelumnya." Sarah Giandra setuju.

Meskipun sekarang Sarah Giandra sudah menikah dengan Arka Mahanta, Sarah Giandra tidak perlu khawatir tentang ekonomi sama sekali. Tapi di dalam hati Sarah Giandra, miliknya adalah miliknya, dan tidak ada hubungannya dengan Arka Mahanta. Apalagi ia memiliki banyak cita-cita dan cita-citanya itu harus ia capai dengan kerja kerasnya sendiri. Bukan yang bisa diberikan oleh Arka Mahanta.

Tidak sulit baginya untuk melakukan pekerjaan paruh waktu itu. Sarah Giandra pernah mencoba memakai sepatu hak tinggi 15 cm dan berdiri selama sepuluh jam. Setelah itu kakinya mati rasa, tapi dia bisa bertahan.

Pekerjaan itu hanya perlu tiga jam, sangat bisa ditoleransi. Yang paling penting adalah dia merasa sangat nyaman dan puas dengan imbalan dari pekerjaannya.

Di sisi lain, Arka Mahanta tidak keluar, melainkan langsung menuju kamar ibunya, Nyonya Mahanta.

Aroma dupa di dalam kamar ini masih tercium, diisi dengan ketenangan dan kedamaian, seperti pemiliknya yang tinggal di sini. Arka Mahanta datang sambil membawa kotak kayu cendana.

"Anak itu, memberimu gelangnya?"

Dia melihat ke kotak kayu cendana yang diletakkan di atas meja. Tapi karena Nyonya Mahanta sudah berumur, jadi penglihatan sedikit kabur dan tidak bisa cahaya dengan baik.

"Ya." Arka Mahanta duduk.

Senyum di wajah Nyonya Mahanta semakin merekah, "Penilaianku benar sekali, dia adalah gadis baik yang tidak serakah."

"Itu memang benar." Jawab Arka Mahanta.

Tetapi Arka Mahanta juga bisa merasa bahwa Sarah Giandra tidak berani meminta apa pun pada awalnya, dan berusaha sebaik mungkin untuk menyingkirkan hubungannya dengan Arka Mahanta.

"Jika masalahnya sudah selesai, segera sampaikan keluarganya secepat mungkin, sehingga ibu bisa yakin." Nyonya Mahanta berkata lagi.

Arka Mahanta pikir akan sangat sulit baginya untuk menikah tanpa mengambil kesempatan ini. Arka Mahanta pun memeluk ibunya.

Bagaimanapun, dunia luar begitu banyak rumor dan berita buruk tentang dia. Bahkan jika bukan keluarga Mahanta berasal dari latar belakang keluarga kaya, tidak ada yang berani menikah dengannya.

Sebaliknya, di pelukannya wanita tua itu juga khawatir bahwa putranya akan bujangan selamanya.

Memberikan gelang yang sangat berharga di awal pertemuan, berarti Nyonya Mahanta menguji sifat anak itu seperti apa sifatnya. Sederhananya, menantu perempuan ini bukanlah seseorang dengan niat yang dalam dan keserakahan yang tak pernah terpuaskan. Karakternya bagus.

"Dia masih muda." Kata Arka Mahanta ringan. Dia tidak ingin terburu-buru.

Dengan kemampuannya, sangat mudah mendapatkan tubuh wanita. Tapi butuh waktu untuk mendapatkan hati wanita yang memiliki sifat rendah hati dan tidak serakah.

Setiap kali Arka Mahanta di rumah, Sarah Giandra hanya duduk atau berdiri diam. Mencoba meminimalkan rasa tegangnya. Sarah Giandra tidak mengambil inisiatif untuk berbicara dengannya, dia benar-benar tidak mau berbicara terlebih dahulu. Jadi Arka Mahanta mencoba tenang dan tidak terburu-buru.

"Tapi kau tidak muda lagi." Nyonya Mahanta tersenyum dan menggelengkan kepalanya, tapi tidak keberatan.

Dengan kepribadian putra ini, sudah menjadi ciri khasnya menjadi keras kepala dan sedikit susah diatur. Itu akan menjadi masalah yang dihadapi oleh istrinya di masa depan.

"Iya, Arka paham."

"Seorang gadis seperti dia, kamu harus menjaganya dengan baik." Nyonya Mahanta mengatakan ini dengan makna yang dalam. dia membiarkan Arka Mahanta memahami perkataannya.

Dia tersenyum dan berhenti berbicara. Setelah meninggalkan kamar wanita tua itu, Arka Mahanta berbicara dengan Dikta Mahendra untuk mendiskusikan proyek tersebut dengan Wira Giandra.

Tetapi untuk hal semacam ini, Arka Mahanta tidak perlu untuk keluar secara langsung dan menemui Wira Giandra. Tentu saja seseorang akan melakukannya untuknya. Dikta Mahendra tidak terkejut, dan melanjutkan perintahnya.

Arka Mahanta menjadi semakin tertarik pada Sarah Giandra. Hanya saja dia selalu menunggu Sarah Giandra bertindak, dan dia bukan orang yang suka memaksa. Dia akan membiarkan Sarah Giandra dengan sukarela secara perlahan untuk menyukainya, dan mengandalkan Arka Mahanta di setiap masalah yang dia hadapi.

----

Ketika Sarah Giandra sedang istirahat di kamar, tiba-tiba dia dibangunkan oleh panggilan telepon. Sarah Giandra melihat bahwa panggilan itu dari Ibunya, Sarah Giandra memikirkan apa yang terjadi sehingga ibunya menelponnya, apakah dia akan membahas proyek ayahnya. Sarah Giandra sangat bingung. Jari-jarinya sangat kaku sehingga dia tidak menjawabnya.

Setelah ragu-ragu selama beberapa detik, Sarah Giandra masih menjawab panggilannya. Tanpa diduga, Ibunya tidak membahas mengenai proyek Ayahnya. Namun, dia bertanya padanya,

"Apakah kamu akan membawa Arka pulang untuk makan malam malam ini?" tanya Ibunya.

"Dia sangat sibuk bekerja, dia tidak bisa meluangkan waktu untuk itu."

Ketika dia menjawab seadanya, suaranya sedikit lemah.

Ibunya tampak kecewa setelah mendengarkan jawaban dari anaknya, lalu ia berkata, "Kamu sudah menikah, dan ibumu ini belum memberikan hadiah kepada menantu laki-lakinya."

"Bu, tidak perlu."

Ketika Sarah Giandra mengatakan ini, reaksi pertamanya ada di dalam hatinya adalah "Ibu, jangan membahas seperti itu!"

Meskipun dia memiliki hubungan seperti itu dengan Arka Mahanta, dalam beberapa hal lebih baik menjaga jarak dengan Arka Mahanta.

Apalagi saat melihat ibunya sangat tertarik dengan Arka Mahanta, dia masih ingin menghindarinya.

"Sarah, ibu tahu. Menikah dengan Arka masih sangat berat untukmu. Tapi bagaimanapun juga, sekarang kamu sudah menikah dengannya. Dan kamu juga sudah menjadi keluarga Mahanta. Kamu harus menerima hubungan ini bagaimanapun juga." Ibunya berkata dengan sungguh-sungguh untuk menenangkan anaknya.

"Aku mengerti maksudmu Bu." Dia menggigit bibirnya, berusaha mengatakannya.

Dia tidak ingin marah pada ibunya. Lagipula, masalah pernikahan ini sudah tidak bisa dihindari lagi. Tidak peduli seberapa banyak dia berkata, Ibunya hanya akan membujuk dirinya untuk menurut.

Terlebih lagi Sarah Giandra baru saja menikah. Bukankah akan sulit jika Sarah Giandra mengatakan ingin segera bercerai?