Chereads / Bukan Lolicon! Binatang Buas Itu Adalah Penyelamatku! / Chapter 15 - Menjadi Pusat Perhatian

Chapter 15 - Menjadi Pusat Perhatian

Sarah Giandra tidak bisa menolak sesuka hati. Dianti Mahatma tidak ingin putrinya berakhir seperti dirinya sendiri.

"Aku memasak hidangan favoritmu untuk malam nanti, dan ayahmu akan datang ke sini juga." ucap Dianti Mahatma.

"Ayah akan datang juga?" tanya Sarah Giandra sambil mengerutkan kening.

'Ternyata ini alasan aku ditelpon,' batin Sarah Giandra, sepertinya ada sesuatu yang terhalang di hatinya.

"Ayahmu akan datang kesini, apakah kamu tidak bahagia?"

"Tidak." jawab Sarah Giandra singkat dan dia tidak ingin mengatakan apa-apa. Sarah Giandra merasa sangat kesal.

Sebagai anak perempuan, dia tidak bisa menilai pola pikir orang tuanya.

"Ayo datanglah dulu, aku akan beli bahan makanan." ucap Dianti Mahatma menutup telepon, kemudian Sarah Giandra menjadi tidak nyaman. Berbaring di tempat tidur, membolak-balikkan badan. 'Bagaimana cara tidur yang nyenyak?'.

Apakah Sarah Giandra benar-benar ingin membawa pulang Arka Mahanta malam ini?

Tidak! Dia tidak mau!

Tepat pada saat itu, pintu kamarnya terbuka.

Ketika mendengar suara itu, dia langsung menarik selimut di tubuhnya untuk menutupi tubuhnya.

Karena Arka Mahanta sedang di rumah, Dia hanya mengenakan kemeja abu-abu dengan santai. Tapi Sarah Giandra masih sangat takut sehingga dia memilih untuk tidak melihatnya. Dengan lesu, Arka Mahanta berdiri di samping tempat tidur.

Saat Arka Mahanta memegang selimut itu, jantung Sarah Giandra tiba-tiba berdetak dengan cepat. Dia merasa malu.

"Bolehkah aku berbaring?" tanya Arka Mahanta dengan suara malas. Meskipun begitu, Arka Mahanta bertanya dengan kelembutan yang tak terlukiskan.

"Ya." Saat Arka Mahanta memegang selimut itu, Sarah Giandra menatap Arka Mahanta dengan tatapan kosong, tidak tahu harus berkata apa untuk beberapa saat.

"Apakah kamu lapar?" tanya Arka Mahanta.

Sarah Giandra menggelengkan kepalanya. Kemudian dia memberanikan diri untuk bertanya, "Bisakah aku berkunjung ke ibuku malam ini?"

"Jam berapa?"

Sarah Giandra memeriksa waktu di telepon, mengangkat kepalanya dan berkata, "Mungkin sekitar jam enam."

"Aku bebas dari jam enam sampai tujuh." Arka Mahanta meliriknya dan berkata dengan ringan.

Jawaban dari Arka Mahanta membuat hati Sarah Giandra tiba-tiba tegang. Maksud Arka Mahanta, dia akan menemaninya ke rumah ibunya malam ini?

"Sebenarnya aku bisa sendiri. Aku akan datang dan berbicara dengan ibuku."

"Sepertinya kamu tidak memperbolehkanku untuk melihat ibu mertuaku?" tanya Arka Mahanta sambil mengangkat satu alisnya.

Ketika Sarah Giandra mendengar kata-kata 'ibu mertua' seketika dia merasa tegang. Meski tidak ada yang salah dengan Arka Mahanta, dia selalu merasa canggung saat mendengarnya setiap ucapan Arka Mahanta.

"Bukan itu maksudku, tapi aku hanya berpikir… bagaimana aku bisa mengatur waktu saat aku bertemu dengan ibuku? Aku sering lupa waktu jika aku bertemu dengan ibuku." Ucap Sarah Giandra setelah beberapa detik ia memikirkannya penjelasan yang masuk akal.

Sarah Giandra tidak tahu apa yang Arka Mahanta pikirkan. Apakah dia benar- benar ingin melihat ibunya?

"Lebih baik hari ini daripada menjadwalkan pertemuan dan memilih hari lain. Karena kamu akan keluar, kenapa kamu tidak bangun dan mengganti pakaianmu?" ucap Arka Mahanta sambil memasukkan tangan ke dalam saku celananya, dan matanya yang dalam tampak tersenyum.

Ini! Apa yang akan dia lakukan?

Semakin banyak hal yang tidak Sarah Giandra inginkan, semakin banyak hal itu akan terjadi.

Sarah Giandra benar-benar akan pulang bersama Arka Mahanta. Suasana seperti itu akan terlalu memalukan, bukan?

Dan apa yang harus Sarah Giandra katakan?

Arka Mahanta tidak mengatakan apapun, kemudian dia meninggalkan ruangan ini. Sepertinya Arka Mahanta memberi Sarah Giandra ruang untuk mengganti pakaiannya.

Sarah Giandra mengambil ponselnya dengan terburu-buru. Setelah berpikir untuk waktu yang lama, dia tetap tidak tahu bagaimana menyelesaikan masalah ini.

Mengetahui bahwa Arka Mahanta akan meluangkan waktu, dia seharusnya tidak pernah membicarakan topik pulang. Sayangnya, Sarah Giandra tidak pandai berbohong. Apalagi di depan Arka Mahanta. Setelah ragu untuk beberapa saat, dia masih pergi ke ruang ganti untuk mengambil pakaiannya dan memakainya.

Dianti Mahatma takut sesuatu akan terjadi, jadi dia menelepon Sarah Giandra lagi untuk bertanya kapan mereka akan tiba. Dan tiba-tiba, ibunya mengganti tempat makan, dari rumah menjadi di Hotel.

Ngomong-ngomong, dia juga mengetahui bahwa itu karena proyek ayahnya telah selesai, dan dia sengaja menggunakan kesempatan ini untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya.

Arka Mahanta mengetuk pintu dan masuk ke dalam kamarnya. Dia sudah berpakaian, tapi berdiri diam dan tampak malu.

"Apakah kamu siap?" tanya Arka Mahanta.

"Aku…" jawab Sarah Giandra ragu-ragu.

"Ada apa?"

"Aku merasa sedikit sakit." kepala Sarah Giandra menjadi sakit ketika ia memikirkan tentang bagaimana nanti ketika Arka Mahanta bertemu dengan Ayahnya. Tapi saat mata dingin Arka Mahanta menatapnya, dia tidak bisa berkata apa-apa.

"Di mana yang sakit?" tanya Arka Mahanta.

"Mungkin aku karena aku tidak tidur nyenyak, leherku sedikit sakit."

Mata Arka Mahanta menatapnya, Sarah Giandra telah terlihat dengan jelas berbohong dengan setiap kata yang dia ucapkan.

Setelah memikirkannya, berpikir bahwa cepat atau lambat Sarah Giandra harus menghadapi hubungan ini. Meskipun ingin melarikan diri, itu tidak akan bertahan lama.

"Apakah kamu membutuhkan seseorang untuk mengobatimu?" tanya Arka Mahanta.

"Tidak, ayo berangkat. Orang tuaku sudah ada di Hotel."

Sarah Giandra mengangkat kepalanya dan menunjukkan senyum yang lebih jelek daripada saat menangis pada Arka Mahanta. Perjuangan, rasa malu, dan rasa pasrah semua ada di matanya.

Arka Mahanta tersenyum tanpa mengucapkan sepatah kata pun, melangkah maju dan dengan lembut menggandeng tangannya.

"Ayo pergi."

Begitu Arka Mahanta menyentuh tangannya, Sarah Giandra terkejut. Tubuhnya tiba-tiba menegang. Sarah Giandra belum terbiasa dengan setiap tindakan yang Arka Mahanta lakukan.

"Um… Oke, oke." suara Sarah Giandra bergetar sedikit. Seluruh badannya tiba-tiba terasa seperti boneka yang dikendalikan.

Arka Mahanta menyadari bahwa tindakannya membuatnya kaget. Arka Mahanta pun mendekatkan wajahnya ke telinga Sarah Giandra, lalu berkata dengan lembut, "Tenang."

Auranya yang selalu kuat. Sarah Giandra menjadi kaku sesaat, apakah Arka Mahanta menggodanya dengan sengaja atau tidak sengaja. Telinganya kesemutan dan pipinya memerah.

"Oke, oke."

Arka Mahanta menatap matanya dan dia tahu bahwa Sarah Giandra ingin bersembunyi. Jadi dia menggenggam telapak tangannya dan memegangnya lebih erat. Suhu dari telapak tangannya sama panasnya hingga akan melelehkannya.

----

Arka Mahanta dan Sarah Giandra tiba Hotel.

Saat Sarah Giandra muncul dengan Arka Mahanta, semua mata tertuju pada mereka. Ini pertama kali Sarah Giandra ditatap oleh semua orang seperti ini. Dia merasa seluruh tubuhnya tidak nyaman, seperti ada duri di punggungnya. Apalagi sekarang Arka Mahanta masih menggenggam erat tangannya.

"Aku… aku ingin merapikan rambutku dulu." Sarah Giandra berkata ragu-ragu pada Arka Mahanta. Melihat matanya yang memohon, tetapi Arka Mahanta tidak melepaskan tangannya.

Tetapi Arka Mahanta malah melakukan hal yang tidak terduga, dia mengangkat tangannya tanpa sadar.

"Jangan bergerak." ucapnya.

Sarah Giandra kagum padanya, dan dia membeku ketika mendengar itu. Sarah Giandra tidak berani bergerak lagi. Ujung jari Arka Mahanta membelai pelipisnya, dan dia merapikan helai rambutnya Sarah Giandra yang berantakan. Keduanya sangat dekat.

Di mata orang luar, dia berperilaku anggun. Bergerak sangat alami dan keduanya seperti sepasang suami-istri

Sepertinya ada sesak di dadanya, dan dia melihat ke samping tanpa sadar

pada awalnya dan mengetahui bahwa banyak orang yang hadir telah memperhatikan

mereka.

Wajahnya sangat malu, merah dan terasa panas. Sarah Giandra pun menjawab dengan suaranya bergetar, "Oke, oke.".

Sarah Giandra menunduk. Dia tidak pernah menyangka bahwa Arka Mahanta akan untuk membantunya. Itu juga sangat alami.

Yang awalnya Sarah Giandra takut untuk menarik tangannya dari telapak tangannya. Namun sekarang, telapak tangan Arka Mahanta digenggam lebih erat. Sarah Giandra sangat gugup, telapak tangannya sudah berkeringat.

Sarah Giandra sedikit bersembunyi di sisi Arka Mahanta, dia berkata dengan sangat lembut. "Sepertinya ada banyak orang yang memperhatikan kita?".