Chapter 2 - Aku Tidak Menyesalinya

Ruangan kuno ini dipenuhi dengan aroma seperti sesuatu yang terbakar ketika Sarah Giandra memasukinya. Ia berjalan dengan keringat dingin menetes di dahinya.

Keluarga Mahanta memang salah satu keluarga yang sangat terpandang di Wilis. Rumah mereka terdapat pelayan yang banyak jumlahnya, kaligrafi yang elegan dan sederhana, serta lukisan yang ada dimana-mana. Tata letak perabotan di rumah ini memang tak seindah yang dibayangkan, namun rumah ini sangat luar biasa megahnya.

Ini benar-benar berbeda dengan lingkungan rumahnya yang sehari-hari ia tempati. Ia bahkan lebih khawatir jika dia melakukan hal-hal yang menyinggung atau tidak sesuai dengan peraturan yang ada dilingkungan rumah ini.

"Apakah menantu saya sudah berada disini? Cepat bawa dia kemari" terdengar suara lembut yang bersemangat karena kehadiran Sarah Giandra.

Sarah Giandra berjalan perlahan sambil meremas tangannya, dan melihat seorang wanita tua yang tampak baik hati sedang duduk disana.

Dia pernah mendengar tentang Nyonya Mahanta yang terkenal itu, seorang wanita legendaris yang terkenal cakap dan kelihaian dalam berbisnis. Berkat Nyonya Mahanta, keluarga Mahanta dapat memiliki status dan kekayaan saat ini dan hal tersebut tidak dapat dipisahkan darinya.

Wanita tua itu berusia lebih dari 70 tahun, tetapi dia masih sangat kuat dan berenergik.

"Selamat pagi Nyonya" ucap Sarah Giandra, dia membungkuk sedikit dengan hari-hati, seolah-olah Sarah Giandra adalah murid yang melihat gurunya.

Nyonya Mahanta menatapnya dengan penuh cinta.

"Kamu sekarang adalah menantu dari keluarga Mahanta, jadi kamu harus memanggilku dengan sebutan apa?" kata Nyonya Mahanta sambil tersenyum ringan.

Sarah Giandra sangat gugup, sampai lidahnya hampir tergigit. Ia pun berucap dengan lirih "Ibu.."

"Benar, duduklah denganku" Wanita tua itu menyapanya dengan hangat. Tetapi, ada wanita paruh baya yang anggun di sebelah Nyonya Mahnta menatapnya dengan tatapan tidak terlalu senang.

Dia mengangkat alisnya dan menatap Sarah Giandra dengan ekspresi jijik.

Tentu saja Arka mengerti bahwa ibu tirinya tidak menyukai Sarah Giandra, tampak jelas dari caranya melihat Sarah Giandra. Arka pun tidak menganggapnya serius.

Melihat Sarah Giandra yang tidak segera duduk, tetapi melihat seseorang yang ada di sampingnya, Nyonya Mahanta pun tersenyum dan berkata, "aku lupa memperkenalkan, ini adalah istri kedua kakaknya Arka"

"dan itu adalah kakaknya Arka", lanjut Nyonya Mahanta. Kakaknya Arka pun mengangguk dan memandang Sarah Giandra dengan tatapan yang merendahkan.

Istri kedua kakaknya Arka juga berasal dari keluarga terkenal, meskipun ia tidak menyukai identitasnya menjadi istri kedua. Jika saja kakaknya Arka tidak memiliki masalah, dia tidak akan dapat masuk ke rumah Mahanta dan menjadi selirnya.

Kemudian, Nyonya Mahanta mengambil sebuah kotak dan menyerahkannya kepada Sarah Giandra.

"Ini adalah pertemuan awal kita di keluarga Mahanta. Mulai sekarang, kita menjadi satu keluarga."

Kotak ini terdapat ukiran cendana yang terasa berat saat pertama kali dibawa. Sarah Giandra menjadi bingung ketika menerima hadiah ini.

"Bukankah ini terlalu mahal untukku?" tanya Sarah Giandra.

"Tidak, ini sangat tepat untukmu. Buka dan lihatlah isi kotak itu"

Sarah Giandra menjadi semakin bingung, namun Nyonya Mahanta menatapnya dengan tatapan tulus dan bersikeras memintanya untuk membuka kotak itu.

Sarah Giandra pun melihat sepasang gelang giok berwarna hijau alami di dalam kotak itu, terlihat mewah dan memiliki nilai spiritual.

Sarah Giandra tidak mengerti tentang batu giok pada awalnya, tetapi ia merasa bahwa gelang tersebut sangat berharga.

"Bu, bukannya tidak pantas memberikan hadiah semahal itu di awal pertemuan kalian?" tanya Kakaknya Arka. Ia melihat Sarah Giandra dengan rasa iri. Jika yang diberikan adalah benda lain, ia tidak akan iri.Tetapi Nyonya Mahanta memberikan sepasang gelang dari batu giok dengan kualitas terbaik yang dimiliki oleh nenek moyangnya. Sekarang saja harganya sudah 200 juta, dan itu tidak ternilai harganya.

"Menantu ketiganya akan memakai gelang itu, mengapa ia tidak takut tangannya akan patah?" batin Kakaknya Arka ketika melihat Sarah Giandra menerima gelang giok itu.

"Bu, kurasa itu tidak cocok dengannya" Kakaknya Arka tampak keberatan.

Nyonya Mahanta pun menggelengkan kepala dan berkata "Tidak ada alasan untuk mengambil barang yang telah diberikan. Itu tidak sopan."

Kakaknya Arka pun menahan amarahnya, namun ia tidak berani berbicara dan melawan ibunya lagi.

Kakaknya Arka yang merasa bahwa Nyonya Mahanta sangat peduli dengan menantu ketiganya pun menjadi gelisah.

Ia pun pergi dari kamar Nyonya Mahanta, dan melampiaskan amarahnya pada pelayan yang ada.

Nini, pelayan Kakaknya Arka pun melangkah maju untuk meredakan amarahnya.

"Tuan, aku memiliki rencana" ucapnya.

Kakaknya Arka pun tertarik dengan ucapanya, "Katakan."

"Jika dia benar benar menerima gelang giok yang diberikan itu, aku akan membuatnya menderita dan kehilangan gelang itu."

Kakaknya Arka pun langsung mengangguk setuju dan membiarkan Nini melakukannya. TIdak masalah jika wanita tua itu mencintai anak ketiganya, itu adalah hidupnya. Tapi sekarang ia juga mencintai menantu murahan dari anak ketiganya dan dimanjakan seperti itu? Kakaknya arka semakin takut dan bingung.

Dua puluh menit kemudian, Sarah Giandra keluar dari kamar wanita tua itu sambil memegang kotak persegi di tangannya seperti yang dikatakan oleh Nini.

Kakaknya Arka memperhatikan Sarah Giandra dari kejauhan dan ia melihat hijau zamrud di pergelangan tangan putihnya. Hal itu membuatnya menjadi semakin kesal!

Nini melihat gelang itu dan ia mulai melangkah maju untuk menyambut Sarah Giandra dengan hangat.

Saat keduanya hendak menuruni tangga, Nini berjalan di belakang Sarah Giandra. Ia melihat ke ujung roknya yang terkulai di lantai lalu menginjaknya.

Sehingga Sarah Giandra tiba-tiba kehilangan keseimbangan dan jatuh ke lantai.

Pada saat dia akan jatuh, dia ditangkap dengan kuat oleh Arka Mahanta.

Dan Nini berpura-pura bingung, dan jatuh dari tangga.

Sebelum Sarah Giandra mulai berkata, Arka Mahanta membawa Sarah Giandra ke sampingnya dan melihat Nini sekilas dengan tatapan dingin di lantai yang sedang mengeluh kesakitan.

Sarah Giandra melirik gelang di pergelangan tangannya dengan ngeri, sebelum dia menghela nafas lega.

"Tuu… Tuan..." ucap Nini ketika mendongak dan melihat Arka Mahanta, dia gemetar ketakutan.

Pada awalnya, Sarah Giandra memandang pria yang tiba-tiba menangkapnya, "Kamu…"

Arka Mahanta sedang memegangnya dengan memakai jas hitam menoleh ke arah Sarah Giandra. Sosok tinggi dan tegap, dengan wajah yang kaku, alis yang tajam, dan mata phoenix yang sipit. Aura dan keagungannya terlihat jelas dari tulang rahangnya.

Sosok Arka Mahanta yang digosipkan orang-orang ternyata adalah orang yang sangat murni dan sangat berharga!

Arka Mahanta pun terlihat sedikit ketakutan, matanya yang dalam menjadi gelap.

"Tidak mengenaliku?" Dia memotong kesunyian.

Jika bukan karena suara yang ini, bagaimana mungkin dia tidak mengenalinya. Dia dan orang itu semalam bersama.

Sarah Giandra pun kembali ke akal sehatnya, wajahnya sedikit panas, "Aku mengenalimu"

"Lalu siapa aku?"

"Su ... suamiku"

Memanggilnya seperti itu di depan orang lain, Sarah Giandra menjadi sangat malu. Bahkan leher putihnya dipenuhi dengan warna merah.

Untungnya, Arka Mahanta puas dengan jawabannya. Lalu Arka Mahanta membantu Sarah Giandra berdiri dan melepaskan pelukannya, lalu menatap pelayan Nini dengan dingin, dengan mata tajam,

"Ada apa ini?" Batin Sarah Giandra.

Apa yang dilakukan oleh pelayan Nini sehingga Nini begitu ketakutan oleh auranya Arka. Dengan wajahnya yang memucat, Nini pun menjelaskan dengan tergesa-gesa, ��Saya yang harus disalahkan. Saya tidak sengaja membuat Nona Sarah celaka. Maafkan saya."

Sarah Giandra yang melihat bahwa Nini menahan rasa sakit. Dia tidak bisa menahan diri untuk mengatakan sesuatu yang baik padanya, "Dia bersungguh-sungguh, akupun juga salah. Karena aku tidak berjalan dengan hati-hati"

"Gajimu akan dipotong sebagai hukuman, mulai sekarang aku akan memperhatikanmu." Arka Mahanta menjawab dengan dingin, tidak menerima kata maaf untuk itu.

"Tu.. Tuan, tolong beri saya kesempatan lagi."

"Sarah, ayo kita pergi." Ucap Arka Mahanta mengabaikan permintaan maaf dari Nini dan berbalik pergi begitu saja.

Ketika dia dipanggil dengan namanya, Sarah Giandra tertegun sejenak, melirik pelayan Nini dengan simpatik, dan dengan cepat mengikuti Arka dari belakang.

Melihat sosoknya yang tinggi dan tegap, Sarah Giandra tidak bisa berhenti berpikir di dalam benaknya, "Dia benar-benar kejam, meskipun dia terlihat sangat tampan."

Memasuki kamar tidurnya, Sarah Giandra masih sibuk dengan pikirannya, dan tiba-tiba teringat sesuatu, dan kemudian bertanya.

"Bagaimana kamu tahu namaku?" tanya Sarah Giandra.

Setelah dia bertanya, dia menyadari bahwa dia bodoh, dan hanya ingin melupakannya. Dia hanya mendengarkan suara Arka Mahanta yang damai. Satu kalimat yang keluar dari mulut Arka, "Karena kamu adalah istriku, wajar jika aku tahu namamu."

"Terima kasih telah menyelamatkanku" ucap Sarah Giandra sambil menatap Arka Mahanta. Dengan tatapan yang sedikit takut, meskipun dia sedikit tidak nyaman pada awalnya.

"Apakah kamu takut padaku?"

Dia mengerucutkan bibirnya sejak tadi.

Di dalam hatinya, Arka Mahanta sama dengan hantu.

Arka Mahanta sangat galak dan gila kemarin malam, dan setelah itu dia murung lagi. Sarah Giandra berpikir bagaimana bisa dia akan terus bersama dengannya ...

Akan aneh jika Sarah Giandra mengatakan Arka Mahanta tidak menakutkan!

"Ya… seperti itu."

Mengetahui bahwa dia tidak bisa menipu orang ini, dia menggertakkan gigi dan

melepaskan niatnya untuk berbohong.

Sedikit yang dia tahu, dibalik aura Arka Mahanta yang dingin, tetapi terdapat kelembutannya yang dapat dirasakan secara alami dari mata Arka Mahanta.

"Menikahlah denganku." ucap Arka Mahanta dengan suara samar.

Arka Mahanta adalah orang yang berbeda, dia tidak peduli dengan ucapan orang lain.

"Apakah kamu menyesal telah datang kesini?" tanyanya kembali.

Awalnya, Sarah Giandra sedikit terkejut. Tetapi ketika dia memikirkan keluarganya yang

memaksanya datang ke sini, matanya langsung menjadi tegas.

Dia tidak akan bisa mundur ketika dia kembali kerumahnya. Penyesalan sekarang ini tidak akan mengubah apapun.

"Aku tidak menyesalinya." Sarah Giandra berhenti sejenak...

"Aku akan memenuhi tugas dan tanggung jawabku sebagai seorang istri" Tambahnya.