Sarah Giandra merasa bahwa dirinya saat ini terlalu lemah dan tidak berguna.
Dia sangat marah sampai matanya merah, dan rasanya setiap kata yang ingin dia ucapkan tertahan di tenggorokannya.
"Bibi, bagaimana bisa aku menyinggung perasaanmu? Ketika kamu dan anakmu datang ke rumah ini, lalu mengambil ayahku dari ibuku. Kamu masih berani dengan membuatku menikah dengan keluarga Mahanta. Apakah kamu tidak merasa bersalah? Terlebih lagi, ibuku saat itu menganggapmu sebagai saudara perempuan yang baik…"
Ketika Rumi Nastiti mendengar perkataan Sarah Giandra, wajahnya tiba-tiba berubah menjadi merah karena menahan rasa marahnya.
"Ibumu saja yang menceraikan ayahmu. Apa hubungannya denganku? Dan nada bicara seperti itu, apa yang kamu bicarakan? Apakah seperti ini sikapmu terhadap orang yang lebih tua darimu? Kamu benar-benar seperti ibumu, Tidak punya sopan santun!"
"Omong kosong, ibuku mengerti bahwa kalian telah berselingkuh! Kamu dan ayahku berselingkuh! Oh, bukankah kamu membutuhkan uang untuk Laras Giandra pada saat itu?"
Sarah Giandra mengatakan ini dengan ironis, kemudian tamparan keras yang jelas terdengar di wajahnya. Rumi Nastiti menamparnya!
Sarah Giandra memegangi pipinya yang terasa panas, rasa sakit bercampur dengan air mata berlinang dari matanya. Sarah Giandra berusaha menahan dirinya untuk melawan kedua orang itu.
"Tidak tau sopan santun! Bagaimana bisa kamu berani berbicara seperti itu pada anakku?" Ucap Rumi Nastiti yang memarahi Sarah Giandra, matanya menatap Sarah Giandra dengan tajam.
Ketika Laras Giandra menyadari bahwa dia dapat merendahkan Sarah Giandra, dia merasa bangga pada dirinya sendiri. Tetapi dia masih berusaha menahan dirinya.
"Bu, sudah lupakan saja. Bagaimanapun, dia telah menikah dengan lelaki tua itu. Keluarga Mahanta juga telah memberi kita lima juta dolar. Demi uang, dia rela dijual kepada keluarga itu. Tidak masalah!" Laras Giandra mengatakan dengan percaya diri. Karena dengan lima juta dolar yang yang ditukar dengan Sarah Giandra, dia bisa membeli apapun!
"Kalian!" Sarah Giandra sangat marah sehingga suaranya bergetar, dan ketika dia menunjuk Laras Giandra dan Rumi Nastiti. Tetapi mereka membalasnya dengan menatap Sarah Giandra dengan tajam.
Sarah Giandra segera keluar dari ruangan itu dan berjalan menuju kamarnya, dia menangis ketika berbaring di kasur. Dan pipinya telah basah oleh air mata.
Apa pendapat Keluarga Mahanta tentang keluarganya? Bagaimana bisa keluarga ini menjualnya kepada orang lain seperti hewan ternak?
Sarah Giandra mengusap air mata yang menetes di wajahnya. Dia mengelus pipinya yang merah dan bengkak itu dan rasanya sedikit perih karena sebuah tamparan.
Tangan Rumi Nastiti terasa sangat ringan saat menampar Sarah Giandra, hingga dia meninggalkan bekas tamparan di wajahnya. Karena kulitnya yang lembut, sehingga dengan mudah terlihat bengkak dibanding pipinya yang lain.
Sarah Giandra berjalan keluar mengambil handuk dan air hangat untuk mengompres wajahnya.
Ketika pintu kamarnya terbuka, terlihat Laras Giandra berdiri di dekat pintu menatapnya dari atas ke bawah.
"Kamu tidak pernah berpikir bahwa kamu seharga lima juta dolar, kan?"
"Laras, tolong tutup mulutmu!" jawab Sarah Giandra ketika mendengar kata-kata itu, ia dipenuhi dengan amarah!
"Apa salahku? Jangan berpikir bahwa kamu begitu hebat, tetapi pada kenyataannya, kamu bukan apa-apa! Nanti, ketika kamu bertemu denganku di sekolah, jangan pernah mendekati Zafran Mahanta. Atau aku akan memberitahu semua orang kalau kamu telah menikah dengan pria tua karena uang! Apa yang akan mereka pikirkan tentangmu ketika aku membicarakannya?" Ancam Laras Giandra dengan tajam.
Sarah Giandra tidak bisa berkata-kata lagi, yang tadinya tenang kini Sarah Giandra mulai gelisah lagi!
"Bagaimana bisa ada orang yang tidak tahu malu seperti itu?" batin Saarah Giandra.
Jika mereka tidak menyakitinya seperti ini, apakah dia masih mau menikah dengan Keluarga Mahanta? Dan sekarang dia masih menggunakan kejadian itu sebagai ancaman baginya, bukankah itu konyol?
"Laras! Jangan keterlaluan!" bentak Sarah Giandra
Mereka telah membuatnya seperti sekarang, dan mereka masih begitu agresif?
"Oh, aku tidak mau repot-repot berbicara omong kosong denganmu. Kamu punya
waktu luang untuk meminta maaf. Lebih baik pikirkan bagaimana cara agar tidak dipermainkan oleh lelaki tua itu!" ucap Laras Giandra.
Seketika dia teringat oleh Arka Mahanta, dan dia sedikit frustrasi.
Meskipun Sarah Giandra lolos dari bencana tadi malam, pasti akan ada hari dan malam yang lain dan tak terhitung jumlahnya untuk menghadapi Arka Mahanta.
Ketika dia sakit, akan sulit untuk terbang. Rasanya seperti burung di dalam sangkar! Tentu saja Sarah Giandra tidak mau hidup dalam ketakutan.
Untungnya, sekarang Sarah Giandra telah menemukan alasan untuk tinggal di sekolah daripada menghabiskan waktu di rumah yang kompleks itu.
Tapi, sampai kapan dia bisa bersembunyi di sana? Bagaimana cara Sarah Giandra bisa menceraikannya?
Hatinya benar-benar kacau, jadi Sarah Giandra segera berkemas dan pergi ke rumah ibunya.
Setelah ibunya Sarah Giandra, Dianti Mahatma, menceraikan ayahnya Wira Giandra, dia pindah ke sebuah apartemen kecil yang jauh dari pusat kota.
Meski hanya apartemen mungil seluas 30 meter persegi, namun dengan perabotan yang lengkap, cukup bagi Dianti Mahatma untuk tinggal sendiri.
Setelah sampai di apartemen ibunya, Sarah Giandra segera mengetuk pintunya. Ketika pintu itu terbuka, Dianti Mahatma tidak bisa menahan tangis ketika dia melihat Sarah Giandra datang ke tempat tinggalnya. Tidak apa-apa untuk menangis. Saat Sarah Giandra bersedih, dia tidak bisa menahan tangisnya. Ibu dan putri itu menangis begitu sedih!
"Apa kamu baik-baik saja di Keluarga Mahanta? Apakah mereka mengganggumu? Apakah kamu telah dianiaya?" Dianti Mahatma mencercanya dengan pertanyaan ketika dia memeluknya. Dia cemas ketika mengetahui Sarah Giandra menikah dengan anggota Keluarga Mahanta, tapi sayang dia tidak bisa menghubunginya sama sekali.
"Jangan salahkan ayahmu, pengaruh Keluarga Mahanta di Wilis terlalu besar, dan ayahmu tidak bisa berbuat apa-apa." Tambah Dianti Mahatma, Sarah Giandra tidak berkata apa-apa mendengar ucapan ibunya.
Ia hanya berpikir jika dia tinggal bersama ibunya sejak awal, dia tidak akan seperti ini.
Tapi Dianti Mahatma tidak berpikiran seperti itu. Dia tidak ingin membiarkan Sarah Giandra menjalani kehidupan yang kekurangan seperti ini.
"Maafkan Ibu, nak. Ibu sangat tidak berguna. Ibu tidak bisa membantumu. Ibu yang harus disalahkan, semuanya adalah salahku!" Dianti Mahatma menyalahkan dirinya sendiri.
Ketika dia pertama kali menikah, tidak ada perayaan pernikahan, tidak ada jamuan pernikahan, dia hanya langsung dikirim ke rumah Mahanta.
Dianti Mahatma juga tidak berani mengatakan apapun, dan merasa sangat kasihan pada putrinya.
��Bu, aku tidak menyalahkanmu, aku juga tidak menyalahkan ayah. Tapi aku menyalahkan diriku sendiri atas kesialan ini!" Ucap Sarah Giandra sambil menggigit bibirnya.
Dia tidak ingin mengatakan bahwa itu semua karena Rumi Nastiti, ibunya sudah sangat benci orang itu.
Setelah menghentikan tangisnya, Dianti Mahatma melihat wajah Sarah Giandra dengan serius dan menyadari bahwa ada salah dengan wajahnya. Sarah Giandra pun beralasan bahwa dia digigit nyamuk.
Topiknya berubah seiring waktu, dan Dianti Mahatma tidak diminta untuk bertanya lagi.
Di malam hari, Sarah Giandra harus mandi dengan ibunya. Hanya untuk meningkatkan hubungan antara ibu dan anak.
Namun setelah melihat ke cermin di kamar mandi dan melihat bekas luka di tubuhnya yang belum juga hilang. Ia segera berbalik dan berusaha menghilangkannya sendiri.
Bekas luka besar dan kecil ini disebabkan oleh Arka Mahanta. Jika luka itu dilihat oleh ibunya, dia akan mengira bahwa anaknya telah dianiaya di dalam rumah Keluarga Mahanta.
Sarah Giandra menggosok kulitnya dengan kuat sampai menjadi merah, tetapi itu tidak berhasil. Tetapi beruntung, Dianti Mahatma tidak banyak bertanya.
Setelah mandi, Dianti Mahatma dan Sarah Giandra berpelukan dan banyak mengobrol bersama.Sarah Giandra ingin memberitahunya bahwa sebenarnya Arka Mahanta tidak tua atau jelek.
Hanya saja dia tidak tahu bagaimana cara menyampaikannya, dan kemudian dia tidak jadi memberitahu ibunya. Mungkin ibunya tidak memikirkan hal itu, nanti saja di lain kesempatan akan diberitahu.
Merka berbicara sampai larut malam, hingga keduanya tertidur lelap. Ketika Sarah Giandra tertidur, dia bermimpi sesuatu hal.
Dalam mimpi itu, wajah Arka Mahanta yang dingin dan tampan muncul di depannya. Namun beberapa saat berubah menjadi iblis, dan banyak darah ada ditubuhnya!
Sarah Giandra tiba-tiba terbangun karena ketakutan, memegangi dadanya untuk mengatur nafasnya.
Mimpinya memiliki hubungan dengan kenyataan, yang mungkin seperti petunjuk yang menjelaskan bahwa itu adalah sebuah permulaan.
Dia mengabaikannya dan memilih untuk tidak berpikir terlalu banyak. Di pagi hari, dia bangun dan membuat sarapan untuk segera bergegas kembali ke rumah Giandra.
Setelah dia sampai dirumah ayahnya, ia telah merencanakan untuk pergi ke sekolah sendirian setelah berkemas. Tetapi dia lupa bahwa ada Dikta Mahendra yang sudah menunggu di depan rumahnya.
Seketika ada pesan singkat dari Dikta Mahendra, "Nona, mobilnya sudah siap untuk berangkat."
Ini sepertinya sedikit berlebihan. Dia mengambil tasnya dan berencana untuk menyelinap keluar, lalu menyuruhnya pergi.
Tanpa diduga, ketika dia berjalan ke bawah menuju ruang tamu, dia bertemu dengan Laras Giandra yang juga akan pergi ke sekolah.