Beberapa hari telah berlalu. Hubungannya dengan Shalomita hambar. Seperti sudah tidak ada perasaan di hati Anggasta. Tetapi, Anggasta berusaha bersikap seperti biasanya. Ia tidak ingin menyakiti hati siapa pun. Hingga suatu hari, tepat di hari ulang tahu Shalomita. Sejak malam Shalomita terus ingin dekat dengannya. Tetapi Anggasta terus menjauh dan beralasan banyak pekerjaan yang harus dikerjakan.
Hal itu membuat Shalomita marah. Padahal, Shalomita berharap jika Anggasta adalah orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun padanya. Sejak pagi, wajah Shalomita tampak kusut. Ia tidak ada selera untuk makan. Sementara itu, Anggasta bersikap seperti tidak bersalah. Ia malah membahas tentang pekerjaan dengan ayahnya.
"Bagus kalau begitu. Semua akan Ayah percayakan padamu," ujar ayahnya.
Anggasta mengangguk paham, "Akan aku usahakan."
"Ya sudah kalau begitu, Ayah berangkat dulu."
"Iya, Yah," jawab Shalomita dan Anggasta dengan kompak.