"Arin, ayo pergi ke kantin," ajak Shella.
Arin menutup buku catatannya dan mengangkat wajah, menatap Shella yang sudah berdiri di dekat mejanya.
"Eum ... kau saja, Shella, yang pergi ke kantin. Aku ... di kelas saja."
Shella yang mendengar perkataan Arin tersebut mengernyit, heran.
"Tapi ... kenapa?"
Arin mengulum bibir. Entah mengapa ia merasa gugup untuk berkata-kata.
"Ak—aku tidak lapar." Gadis itu lantas tersenyum kikuk.
"Kau yakin?" Tiba-tiba saja, Shella mencondongkan badannya ke arah Arin. "Tapi, kau terlihat pucat. Kau pasti lapar. Jangan berbohong padaku, Arin. Ayo, kita pergi ke kantin. Aku yang traktir, tenang saja. Ayo!"
Shella terus membujuk Arin agar mau pergi ke kantin bersama dirinya. Gadis itu juga menarik-narik tangan Arin, tetapi Arin tidak mau beranjak dari tempat duduknya.
"Shella, sungguh. Aku ... sedang tidak ingin pergi ke kantin."
"Ya, tapi kenapa?"