Setelah menyelesaikan pelajaran terakhir, Vero dan Kirana pun, bersiap untuk pulang, karena jam pulang sekolah sudah tiba.
Vero yang masih duduk dengan Kirana di kursi masing-masing, nampak menunggu kelas sedikit sepi, agar tidak terlalu berdesak-desakan saat keluar.
"Emm … Vero, aku belum selesai mendengar jawabanmu yang tadi," ucap Kirana mengingatkan jawaban Vero yang tadi sempat terpotong karena lonceng masuk jam pelajaran.
Vero yang mendengar ucapan Kirana pun, seketika teringat dengan jawabannya yang memang terpotong. Vero tidak perlu mengingat jawabannya lagi, karena jawaban itu selalu terngiang-ngiang dan tersimpan di pikirannya.
"Karena, aku menyukai--"
"Hai, Kirana … hai juga, Vero…." sapa Levi yang baru saja datang.
Lagi-lagi jawaban Vero terpotong, apa lagi kali ini, penyebabnya adalah Levi yang tiba-tiba muncul di antara Vero dan Kirana. Sehingga membuat Vero merasa sangat kesal dan tidak suka dengan kedatangan Levi.
"Hai, Levi…." Kirana menyapa balik Levi yang baru saja datang dan menghampiri mereka.
"Kenapa kalian belum pulang?" tanya Levi dengan senyuman di bibirnya.
Kirana yang tidak sadar dengan Vero yang sudah memasang wajah kesal pun, hanya menanggapi pertanyaan Levi dengan santai.
"Kami sedang menunggu kelas sedikit sepi tadi, agar tidak berdesakan saat pulang," jawab Kirana dengan membalas senyuman Levi.
Levi pun mengangguk paham dengan jawaban Kirana. Sedangkan di sisi lain, Vero hanya diam sambil terus menunjukkan ekspresi wajah yang kesal.
Karena sudah tidak mau lagi melihat wajah Levi yang terus-terusan membuatnya kesal sejak kemarin, Vero memutuskan untuk melangkahkan kakinya pergi dari Kirana dan Levi yang masih mengobrol.
Kirana yang melihat Vero pergi tanpa mengatakan apa pun padanya pun, langsung berteriak memanggil Vero yang sudah ada di ambang pintu kelas.
"Vero … mau kemana kamu?" tanya Kirana dengan sedikit berteriak.
Vero menghentikan langkahnya, namun kemudian melanjutkan kembali langkah kakinya, tanpa menjawab pertanyaan Kirana.
Kirana yang melihat itu pun, hanya terdiam dan mengerutkan keningnya bingung, mengapa Vero tiba-tiba bersikap begitu.
"Ada apa dengannya?" gumam Kirana, namun masih terdengar oleh Levi yang berdiri tidak terlalu jauh dari Kirana.
"Mungkin dia marah, karena aku datang saat kamu sedang bersamanya," Levi menerka-nerka alasan Vero bersikap begitu.
Kirana mengembuskan napasnya gusar, ia tidak tahu mengapa Vero bisa pergi begitu saja tanpa berpamitan.
"Apa aku boleh mengantarkanmu pulang, Kirana?" tanya Levi.
Sejenak Kirana berpikir sejenak. Ia tidak mau merepotkan Levi terus menerus, namun mata Levi tampak sekali memohon untuk Kirana tidak menolak tawarannnya.
"Ya sudah, kalau begitu aku mau," jawab Kirana dengan nada pasrah.
Sedangkan Levi nampak menunjukkan raut wajah sangat bahagia, karena Kirana mau diantarkan olehnya.
Di perjalanan pulang, Kirana yang duduk bersebelahan dengan Vero di belakang kursi supir, hanya diam tanpa mengatakan apa pun pada Levi.
"Kirana … apa aku boleh bertanya sesuatu?" tanya Levi membuka pembicaraan.
Kirana yang sedang mengarahkan pandangannya menuju jendela mobil pun, kini mengalihkan pandangannya pada Levi.
"Boleh…." jawab Kirana santai.
Levi tampak berpikir sejenak setelah dibolehkan bertanya oleh Kirana.
"Kenapa Vero tampak berbeda dari anak biasanya, Kirana?" tanya Vero langsung to the point.
Kirana yang mendengar pertanyaan Vero pun, terlihat kaget, karena pertanyaan Levi yang membuat Kirana bingung, harus menjawabnya atau tidak. Namun Kirana sejenak terpikir, mungkin jika Kirana memberitahu keadaan Vero yang sesungguhnya, hubungan Vero dan Levi menjadi lebih baik, sehingga Kirana memutuskan untuk menjawab pertanyaan Levi.
"Vero adalah seorang anak yatim piatu, ia kini hanya tinggal bersama pamannya, sejak kecil, meskipun dirinya tergolong orang kaya, namun Vero lebih membutuhkan kasih sayang dari orang tuanya, sehingga kini ia terlihat tidak dapat berkomunikasi dengan baik dengan teman-teman yang lain, termasuk kamu," jawab Kirana menjelaskan pada Levi apa yang ia tahu tentang Vero.
Levi yang sejak tadi menyimak penjelasan Kirana pun, kini mengangguk paham. Kini Levi mengerti, mengapa Vero lebih sering diam dan tidak mau menanggapi obrolan yang kadang Levi buat jika sedang bertiga.
"Tapi kenapa jika Vero bersamamu, dia mau berbicara?" tanya Levi penasaran.
"Untuk hal itu, aku pun masih bertanya-tanya, aku juga belum tahu, mengapa Vero bisa berteman bahkan bisa dibilang akrab denganku," jawab Kirana.
Levi lagi-lagi mengangguk setelah mendengar jawaban dari Kirana.
"Atau jangan-jangan, Vero menyukaimu?" ucap Levi dengan spontan.
Kirana yang mendengar itu pun, langsung terbatauk. Sehingga membuat Levi mengulurkan minum pada Kirana. Kirana menerima botol minum dari Levi, kemudian langsung meminumnya saat itu juga.
Levi terus menatap wajah Kirana dan terlihat mengkhawatirkan keadaan Kirana.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Levi memastikan.
Kirana hanya menganggukkan kepalanya.
Setelah melihat Kirana tampak baik-baik saja, Levi berniat untuk melanjutkan obrolannya dengan Kirana tadi.
"Apa kita bisa melanjutkan obrolan kita tadi?" tanya Levi, sembari tersenyum.
Kirana menarik napas, kemudian mengembuskannya perlahan.
"Sampai dimana kita tadi?" tanya Kirana.
"Sampai di-- 'mungkin Vero menyukaimu'," jawab Levi mengingatkan topik yang tadi sempat terjeda.
Kirana hanya tertawa kecil pada Levi saat Levi kembali mengulang ucapannya tadi.
"Harusnya kamu tanya itu kepada Vero langsung, bukan kepadaku," ucap Kirana, sembari menampilkan deretan gigi putihnya.
"Baiklah kalau begitu, mungkin aku bisa menanyakannya langsung besok kepada Vero," jawab Levi dengan spontan.
"Apa kamu bilang, menanyakannya langsung pada Vero? Tidak, tidak, jika kamu menanyakan itu, maka aku akan marah kepadamu," ucap Kirana mengancam Levi.
"Kenapa tidak boleh?" tanya Levi, dengan raut wajah bingung.
"Yang terpenting, kamu harus mengingat kata-kataku tadi," ucap Kirana kembali mengingatkan Levi.
Levi yang tidak dapat mengelak ucapan Kirana pun, hanya pasrah dan menuruti permintaan Kirana.
Sementara di perjalanan pulang, Kirana dan Levi dapat berbincang-bincang, Vero yang sudah lebih dulu sampai di rumah pun, terlihat memasang wajah kesal, Saat masuk ke dalam kamar dan menutup pintu kamarnya, Vero membanting pintu kamarnya dengan sangat keras, sehingga membuat bunyi yang cukup kuat, sampai pamannya yang sedang berada di dapur dapat mendengarnya.
Lain halnya dengan Sherin yang kini tengah berkumpul dengan teman-temannya, di sebuah kafe yang terkenal di dekat sekolah.
"Dari yang tadi aku dengar dan ku lohat, Vero langsung pergi saat Levi datang menghampiri Vero dan Kirana," ucap salah satu teman Sherin yang ditugaskan oleh Sherin memata-matai Vero dan Kirana.
"Lalu apa lagi yang kamu dapatkan dari hasil memata-matai tadi?" tanya Sherin dengan antusias.
"Begini, saat pulang, Kirana mau diantar oleh Levi, sehingga kemungkinan besar, Levi akan tahu sedikit banyaknya tentang Vero," jelas teman Sherin.
Seketika Sherin langsung menyeringai, setelah mendengar penjelasan temannya itu.
"Tidak salah aku menjadikanmu mata-mata, dan membayarmu cukup mahal," ucap Sherin, sambil tersenyum penuh arti.
Sementara teman Sherin yang tadi menjelaskan pada Sherin, dapat menghela napas lega, setidaknya pekerjaannya tidak membuat Sherin marah karena tidak mendapatkan hasil apa pun.
Kemudian Sherin mengeluarkan amplop berwarna coklat dari dalam tasnya, dan langsung memberikannya pada temannya tadi.
Teman Sherin tampak sumringah mendapat bayaran dari Sherin, namun sebenarnya perjuangannya belum selesai sampai disana.
"Jangan senang dulu, ini masih step awal, masih banyak step yang harus kita lalui setelah ini," ucap Sherin pada kedua teman setianya.
Seketika kedua teman Sherin, memasang kembali wajah seriusnya.
"Setelah itu, apa yang harus kita lakukan lagi untukmu, Sherin?" tanya Miranda namanya.
"Setelah ini, target kita adalah Levi, baru setelahnya, aku akan mendapatkan Vero," ucap Sherin dengan tatapan penuh kelicikan.
Sementara kedua temannya hanya mengangguk paham dengan ucapan Sherin.
Entah rencana apa yang ada di dalam pikiran Sherin, namun sudah pasti rencana itu adalah rencana licik, karena bukan Sherin jika tidak menggunakan cara licik untuk mendapatkan sesuatu yang ia mau.
Sejak kecil Sherin selalu dimanja oleh kedua orang tuanya, sehingga membuat Sherin tumbuh dengan sifat seperti itu.
"Kita akan lihat, siapa yang akan menjadi pemenangnya, aku atau Kirana si rakyat jelata itu," ucap Kirana sambil tersenyum penuh arti.