Chereads / Obsession of Love / Chapter 8 - Rencana yang Gagal

Chapter 8 - Rencana yang Gagal

Setelah mengikuti pelajaran dengan baik, akhirnya jam yang ditunggu-tunggu oleh semua siswa dan siswi pun, tiba. Apa lagi jika bukan jam pulang sekolah.

Kirana dan Vero tampak merapihkan buku dan barang masing-masing. Sementara murid lain telah banyak yang meninggalkan kelas itu. Bahkan kini kelas itu tinggal tersisa Vero dan Kirana saja.

Kirana beranjak dari posisi duduknya, kemudian menoleh pada Vero yang juga bersamaan beranjak dari tempat duduknya.

"Ayo pulang," ajak Kirana dengan senyuman manis di bibirnya.

Vero yang melihat senyuman itu pun terpesona. dan langsung membalas pula dengan senyuman.

"Ayo! Apa kamu akan ikut pulang bersamaku?" tanya Vero antusias.

Namun tiba-tiba….

"Hai, Kirana … apakah kamu sudah siap untuk pulang?" tanya Levi yang baru saja datang dan menghampiri Kirana dan Vero yang tengah bersiap-siap untuk pulang.

Vero yang melihat kedatangan Levi pun, langsung memasang wajah tidak suka.

"Hai, Lev … aku baru saja akan pulang," jawab Kirana dengan santai.

"Baiklah, kalau begitu, ayo kita pulang bersama. Aku sengaja tidak menyuruh supirku untuk menjemputku, karena ingin pulang jalan kaki denganmu," ucap Levi sambil melontarkan senyuman manis pada Kirana.

Vero yang mendengar ucapan Levi pun, benar-benar merasa kesal. Vero ingin sekali marah pada Levi yang tiba-tiba saja datang dan merusak suasana dirinya dan Kirana.

"Aku juga akan mengantarmu pulang," ucap Vero dengan nada sewot.

Kirana langsung menoleh pada Vero. "Apakah kamu tidak akan dijemput?" tanya Kirana memastikan.

"Ti--tidak," jawab Vero dengan terbata-bata.

Kemudian Kirana hanya mengangguk dengan paham.

Sebenarnya Vero berbohong pada Kirana, karena ia juga tahu bahwa pamannya akan menjemputnya. Namun, Vero tidak suka jika Kirana hanya akan diantar pulang oleh Levi.

"Kalau begitu, ayo pulang bersama," ajak Kirana pada kedua teman prianya itu.

Mereka akhirnya meninggalkan kelas, dan menuju gerbang sekolah dengan suasana yang sudah sepi, karena sudah banyak murid yang meninggalkan sekolah saat itu.

Namun, saat mereka telah sampai di gerbang sekolah, terlihat mobil paman Vero yang datang menyapu jalanan.

Vero terlihat menundukkan kepala dengan berekspresi kecewa. Kirana mengira bahwa mobil yang menghampiri mereka adalah mobil Levi yang berniat untuk menjemputnya, sehingga membuat Kirana langsung menghentikan langkahnya, diikuti dengan Levi yang berjalan di sampingnya.

"Sepertinya itu jemputan untukmu, Lev?" tanya Kirana.

Kemudian Levi memperhatikan mobil yang baru saja datang itu.

"Bukan, itu bukan mobilku, Kirana," jawab Levi dengan mantap.

Sementara Vero yang sudah tahu jika itu adalah mobil pamannya yang akan menjemputnya pun, hanya terdiam.

"Jika bukan mobilmu, lalu mobil siapa?" tanya Kirana bingung.

Kemudian paman Vero turun dari mobilnya, dan menghampiri Vero dan kedua temannya yang sedang berdiri memandangi paman Vero seperti orang aneh.

"Hai, Vero … ayo pulang!" ajak Rudolf sambil merangkul pundak Vero.

Seketika saat itu juga, Kirana dan Levi menatap Vero dengan wajah terkejut.

"Apa kalian teman, Vero?" tanya Rudolf menyapa Kirana dan Levi yang sejak tadi terus menatap Rudolf.

Kirana langsung menyadarkan lamunannya. "Iya, kami teman, Vero," jawab Kirana sambil tersenyum kikuk.

Sementara Vero nampak kesal dengan kedatangan pamannya itu.

"Kenalkan, aku paman Vero, kalian boleh memanggilku paman, seperti Vero memanggilku," ucap Rudolf ramah pada Kirana dan Levi.

"Baik, paman," jawab Kirana dan Levi bersamaan sambil menganggukan kepala sopan.

"Kalian mau pulang bersama?" tanya Rudolf.

"Tidak, paman. Kami akan berjalan kaki saja," tolak Kirana dengan sopan.

Lagi-lagi Vero menghela napasnya pasrah, ia benar-benar kecewa dengan rusaknya momen ini.

"Ayo Kirana, pulang bersamaku saja, biar sekalian aku antar," ajak Vero, berusaha membujuk Kirana agar mau ikut bersamanya.

Namun, Kirana yang tidak suka merepotkan orang lain, lebih memilih untuk tetap pulang dengan berjalan kaki saja.

"Kalau begitu, paman dan Vero pulang lebih dulu, ya…." ucap Rudolf berpamitan.

Dan saat itu juga Vero menghela napas pasrah dan menundukkan kepalanya, dan langsung masuk ke dalam mobil, tanpa mengucapkan apa pun, sebelum pergi.

Membuat Vero yang sangat kesal dengan momen yang tiba-tiba dirusak oleh pamannya itu pun, hanya memasang wajah kecewa dan memanyunkan bibirnya.

"Bagaimana sekolah hari pertamamu, Vero?" tanya pamannya disela-sela menyetir.

Vero yang sedang kesal dengan pamannya itu pun, hanya diam tidak menjawab sepatah kata apa pun.

"Vero…." panggil pamannya lagi.

Vero pun, berdecak kesal. "Ckk … tidak asik, semuanya berubah, sejak paman datang menjemputku pulang," ucap Vero dengan nada kesal.

Rudolf yang mendengar itu pun, mengerutkan keningnya bingung, karena tidak mengerti apa yang dikatakan oleh keponakannya itu.

"Maksudmu?" tanya Rudolf bingung.

"Sebenarnya tadi aku akan ikut mengantar Kirana pulang ke rumahnya dengan berjalan kaki, namun paman malah datang dan menghancurkan rencanaku," ucap Vero tanpa melihat wajah pamannya yang terus memperhatikannya disela-sela mengemudi.

Rudolf mengangguk-anggukkan kepalanya, kini ia paham mengapa Vero berkata bahwa dirinya merusak rencananya.

"Kalau begitu maafkan paman, karena paman tidak tahu jika kamu ingin pulang bersama dengan temanmu," jawab Rudolf dengan perasaan bersalah.

Vero tidak lagi menjawab ucapan pamannya itu, dan memilih untuk diam.

"Besok paman tidak perlu menjemputku, karena aku akan pulang bersama dengan temanku," ucap Vero setelah beberapa detik terdiam.

Rudolf menghela napas pasrah. "Ya, baiklah, jika itu maumu, paman tidak akan menjemputmu besok," jawab Rudolf.

Sementara di tempat lain, Kirana dan Levi yang sedang berjalan menuju rumah Kirana yang cukup jauh pun, berjalan dengan diam, tanpa adanya obrolan yang terjadi.

"Apakah sebelumnya kamu mengenal Vero, Kirana?" tanya Levi membuka obrolan, disela-sela kegiatan berjalan kakinya.

Kirana langsung menoleh pada Levi yang sudah lebih dulu menatap wajahnya, sehingga kini pandangan mereka pun, bertemu satu sama lain.

"Tidak, aku hanya pernah bertemu dengannya di pasar," jawab Kirana.

Kemudian Levi mengangguk paham dengan jawaban Kirana. Namun, agar tidak diam saja, Levi mencoba bertanya terus mengenai Vero.

"Lalu apa sekarang kamu dekat dengannya?" tanya Levi lagi.

Sontak Kirana langsung kembali menoleh pada Levi, karena menurutnya pertanyaan yang dilontarkan oleh Levi adalah pertanyaan ambigu.

"Maksudmu, dekat dalam arti bagaimana?" tanya Kirana.

Sejenak Levi memandang ke arah depan, dan tidak menatap wajah Kirana.

"Dekat lebih dari teman mungkin," jawab Levi tanpa melihat wajah Kirana.

Kirana langsung membelalakan matanya, saat mendengar pertanyaan dari Levi.

"Kenapa kamu bilang begitu? Aku dan Vero baru saja berkenalan tadi pagi, meskipun sebelumnya kami pernah bertemu," jawab Kirana dengan nada tegas.

Sadar jika pertanyaannya membuat Kirana merasa tidak nyaman, membuat Levi berusaha mencari topik pembicaraan lain.

"Lupakan saja, apa kamu tidak lelah jika terus berjalan kaki jika pergi dan pulang sekolah?" tanya Levi mengalihkan pembicaraan.

"Tidak, aku sudah terbiasa seperti ini," jawab Kirana sambil tersenyum pada Levi.

Kirana merupakan gadis yang begitu kuat, bahkan untuk berjalan kaki menuju sekolah yang cukup jauh dari rumahnya pun, ia tidak pernah mengeluh sama sekali.

"Sepertinya dulu kamu pernah mengendarai sepeda ke sekolah, mengapa sekarang tidak lagi?" tanya Levi.

"Sepeda tua itu-- dulu pemberian kakekku, tapi kini sepeda itu sudah rusak, dan aku tidak memiliki uang untuk membenarkannya," jawab Kirana dengan sangat legawa.

Levi yang mendengar jawaban Kirana pun, merasa sangat bersalah telah bertanya seperti itu kepada Kirana.

"Maafkan aku, Kirana … aku tidak tahu, aku tidak bermaksud," ucap Levi, dengan nada bersalah.

Kirana yang mendengar permintaan maaf dari Levi pun, malah terkekeh. Sehingga membuat Levi mengerutkan keningnya.

"Kenapa kamu tertawa? Apa ada yang salah dengan perkataanku?" tanya Levi, mencoba mengingat ucapannya tadi.

"Tidak Levi, kamu sama sekali tidak bersalah, keadaanku memanglah begini, jadi aku tidak akan tersinggung akan itu," ucap Kirana dengan santai, agar Levi bisa bersikap kembali seperti biasa kepadanya.

Levi benar-benar mengagumi gadis di hadapannya ini, meskipun dengan keadaan yang kekurangan, namun Kirana tetap terlihat bahagia dan selalu bersyukur atas apa yang telah didapatnya.

"Kita sudah sampai rumahku, apa kamu mau mampir dulu sebentar?" tanya Kirana menawarkan pada Levi.

Namun, Levi yang sudah terlanjur merasa tidak enak dengan Kirana pun, memutuskan untuk pamit pulang saja.