Seperti dihantam banyak batu keras dan petir yang menggelegar.
Aku berlari tunggang langgang setelah sampai di rumah sakit.
Tak peduli aku dengan banyaknya ucapan orang-orang yang memintaku untuk berhati-hati.
Bahkan Arnaf pun ikut berlari entah karena khawatir atau apa.
Sebenarnya aku berlari karena ingin segera menemui Irfa.
Meskipun dalam hati terbesit ingin sekali cepat-cepat menemui Mahesa, setidaknya aku juga tak mau menyakiti perasaan orang yang kini sudah menjadi istrinya entah apa pun itu alasannya.
Ada banyak hal yang sudah kita lalui bersama. Dan bagiku hal seperti itu sudah bukan lagi menjadi dalil tentang kenapa aku harus bisa dekat dengan Mahesa.
Karena ketika aku sudah pergi darinya dan ketika aku sudah tahu kalau dia menikah, tentu di waktu itu pula aku harus bisa menghindar atau lebih baik menjauh dan tidak usah lagi berhubungan apa pun dengannya.
Menyakitkan memang.