Chapter 34 - Musuh Baru

Dias memandang Yuda yang tersedak roti yang tinggal setengah, lalu berkata dengan senyum tipis, "Ada seseorang yang berkata bahwa roti isi daging yang dilemparkan ke anjing tidak pernah kembali lagi. Sekarang saya benar-benar melihatnya lagi hari ini." Separuh roti itu baru saja digigit Dias lalu dilemparkan ke mulut Yuda.

Melihat Yuda tersedak karena roti, wanita genit di sebelahnya menjadi cemas sambil menepuk punggungnya, "Yuda, kamu baik-baik saja, jangan menakut-nakuti aku." Melihat Yuda atanya melotot karena tersedak, Retno juga sedikit khawatir.

Retno berbicara kepada Dias, "Apa yang harus dilakukan, jika dia tersedak lalu mati, kamu akan masuk penjara."

"Jangan khawatir, bu. Tidak akan terjadi apa-apa." Dias berkata santai sambil meminum air di gelas dan menyisakannya setengah, kemudian Dias membuka mulut Yuda lalu menuangkan air sisanya tadi ke dalam mulut Yuda. Dengan susah payah, Yuda meminum air itu lalu roti yang tersangkut di tenggorokannya langsung dia telan setelah diguyur air minum.

"Bah, baah ..."

Yuda tersentak lalu dengan cepat menyingkirkan gelas minum itu sambil menunjuk ke Dias dan mengutuknya, "Kamu bajingan, kamu berani memberiku sisa roti yang kamu makan. Dan siapa anjing yang baru saja kau sebut? "

" Siapa pun yang makan makanan sisa adalah anjing. " Dias mencibir.

Yuda menyipitkan matanya dengan kesal lalu mengabaikan Dias. Yuda menoleh sambil menunjuk ke arah Retno lalu mengutuk, "Kau jalang. Bagaimana kau bisa menyukai pria seperti ini? Lihat pakaian yang dia kenakan, paling dia hanya mampu membeli baju seharga 10 ribu dapat tiga. Kamu benar-benar ingin disetubuhi oleh pria semacam ini? Aku benar-benar salah saat melihatmu sebelumnya. "

Mendengar penghinaan dari mulut Yuda, Retno benar-benar menjadi marah. Giginya mengatup rapat di bibirnya. Retno masih ingat dirinya adalah seorang dosen, jadi dia tidak bisa membantahnya semena-mena.

Melihat Retno tidak berbicara, Yuda mendengus dingin lalu berjalan menuju Dias, "Anak nakal, ambil saja sepatuku, kau harus memanggilku tuan. Aku akan membuatmu menyesal saat ini juga."

Detik berikutnya, Yuda langsung meluncurkan tinjunya yang kuat dan secepat kilat ke arah wajah Dias. Semua pelanggan toko itu yang melihatnya langsung bersembunyi.

Namun sebelum tinjunya menyentuh Dias, tangan kanan Yuda dipegang erat oleh tangan kiri Dias.

"Aku pernah berlatih tinju, jadi aku pasti akan mengalahkanmu sampai mati dalam beberapa menit." Yuda berteriak sambil berusaha menarik tangannya kembali, tapi dia seperti terjepit oleh penjepit besi, tangannya tidak bisa bergerak sama sekali.

Wajah Yuda tiba-tiba berubah, kemudian dia mengepalkan tangan lainnya ke arah Dias berusaha meninjunya lagi. Tetapi sebelum tinjunya diluncurkan, Dias menggenggam pergelangan tangan Yuda lalu meremas pergelangan tangannya dengan keras hingga membuat Yuda menyusut di bawah meja karena kesakitan. Yuda berteriak keras di mulutnya.

Yuda hanya merasa pergelangan tangannya hampir patah. Yuda menatap Dias sambil berkata, "Ibumu, tidak akan kubiarkan hidup."

Kretek.

Jawaban untuk Yuda adalah suara patah tulang. Dias tidak menunjukkan belas kasihan padanya sama sekali jadi dia langsung mematahkan pergelangan tangan Yuda, lalu menendang dada Yuda.

Saat ini Yuda terlihat seperti anjing mati. Dia meringkuk di tanah sambil memegangi pergelangan tangannya lalu berteriak, "Tanganku, ah! Tanganku."

Rasa sakit yang menusuk dari pergelangan tangannya membuat wajahnya pucat, keringat dingin menetes di dahinya.

Yuda menggertakkan gigi lalu menatap Dias dengan wajah marah. Matanya menunjukkan tatapan ganas kemudian dia mengutuk, "Bocah, kau pasti mati. Kau berani memukulku, aku akan membunuh seluruh keluargamu."

Mendengar itu, Dias dengan tenang duduk di kursi. Dias mencondongkan tubuhnya lalu meraih tangan Yuda yang patah kemudian dia meremas tangan Yuda dengan kuat hingga membuat jempolnya patah.

"Ah! Persetan dengan ibumu! Bajingan! Kau harus mati!." Yuda mengerang kesakitan, tetapi dia masih tidak lupa untuk mengutuk Dias.

"Apa katamu, katakan lagi?" Dias menatap Yuda, tanpa ekspresi apapun di wajahnya.

"Aku bilang ..."

Kretek.

Suara patah tulang lainnya terdengar, Dias sudah mematahkan jari telunjuk Yuda. Mendengar suara ini, orang-orang di toko itu semua gemetar dan menatap Dias dengan ketakutan.

Meski pemuda ini tidak terlihat menakutkan, namun kekuatannya sangat besar. Dia memukul orang di depannya dengan sangat tenang, seakan-akan dia bukan sedang memukul seorang manusia, melainkan sebuah mainan.

"Kamu katakan lagi," kata Dias dingin, memecah keheningan toko itu.

Yuda juga bukan tipe orang yang mau mengalah begitu saja. Meski tubuhnya sudah gemetar kesakitan, dia masih bisa mengucapkan kata-kata makian, "Aku pasti…."

Krak.

Kali ini, Dias mematahkan jari tengah Yuda. Suara tulang yang patah itu membuat kulit kepala orang-orang di sekitarnya mati rasa.

Saat ini, bahkan Retno merasa bahwa Dias agak aneh. Ada aura dingin yang tajam keluar dari dalam tubuhnya, membuat Retno bertanya-tanya apakah dia adalah Dias yang tadi tersenyum di depannya?

Setelah itu, Yuda akhirnya merasa benar-benar takut. Orang yang bisa mematahkan jarinya dengan tenang seperti ini tidak mungkin dilakukan oleh manusia. Setidaknya, dia tidak pernah manusia seperti Dias di antara orang yang pernah dia kenal.

Air mata mengalir di mata Yuda karena kesakitan. Yuda berencana berlutut untuk memohon belas kasihan kepada Dias.

Tetapi sebelum Yuda berbicara, Dias meraih jari manis dan kelingkingnya kemudian 'kretek kretek', kelima jari tangan kanan Yuda patah semua.

"Ah ..."

Yuda menjerit panjang kesakitan. Tangan kanannya terkulai, karena kelima jarinya benar-benar patah hingga menghadap ke arah yang berbeda. Jari-jarinya tampak sangat menakutkan.

"Brengsek."

Setelah melakukan semua ini, Dias menendang Yuda hingga membuatnya berguling dan jatuh di luar toko. Yuda memegang tangan kanannya sambil berguling-guling di tanah, dia benar-benar merasakan sakit yang tajam karena tangannya yang patah. Yuda merasa dirinya sudah hancur.

Yuda membutuhkan waktu yang lama berusaha untuk berdiri. Wajah Yuda saat ini sangat merah dan air mata mengalir deras di matanya dan hidungnya. Dia melotot memandangi Retno dan Dias kemudian berteriak, "Bangsat! Jangan lari, aku akan segera kembali membalasmu."

Yuda sepertinya takut Dias akan menyusulnya, jadi dia kabur dengan tergesa-gesa.

Melihat punggung Yuda menjauh, Dias tiba-tiba menjadi sedikit tertekan. Dia menggelengkan kepalanya sambil bergumam, "Orang lain memberiku panggilan Tuhan karena mereka pikir aku bisa mengendalikan segalanya, tetapi sekarang aku bahkan tidak bisa membunuh seseorang. Aduh! Aku tiba-tiba tidak ingin pensiun. Perasaan dibatasi dalam segala hal ini tidak nyaman sama sekali. "

Retno yang pulih dari keterkejutannya, sama sekali tidak mendengar apa yang dikatakan Dias. Retno langsung meraih tangan Dias lalu berkata, " Cepat pergi. Kita tidak akan bisa pergi jika Yuda membawa orang-orang datang. "

Dias menegakkan badannya lalu berkata dengan sungguh-sungguh, " Bu Retno, apakah kamu lupa bahwa dunia ini memiliki hukum dan keadilan? Dia menindas kita. Apakah kita harus takut padanya? "

Ketika orang-orang di sekitar mereka mendengar perkataan Dias ini, mereka hampir memuntahkan makanan mereka. Mereka tidak habis pikir, orang yang telah mematahkan jari-jari orang lain adalah Dias, dan sekarang dia mengatakan bahwa orang lain menindasnya. Apakah dia sama sekali tidak sadar apa yang dia lakukan?

Retno juga menggerakkan sudut-sudut mulutnya, dia benar-benar tidak tahu harus berkata apa kepada Dias.

Tak berapa lama, terdengar suara knalpot mobil yang menderu-deru di luar toko. Semua orang melihat keluar dan m delapan mobil sport diparkir di luar. Satu mobil lebih bertenaga daripada mobil lainnya.

Ada seseorang di dalam toko yang mengenali mobil-mobil itu, dia langsung berseru, "Audi R8, Ferrari 458, Lamborghini Gallardo, Nissan GTR … Ini semua mobil bagus!"

Saat semua mata orang terkejut, salah satu pintu mobil terbuka kemudian terlihat Yuda berjalan turun dengan tangan kanan terkulai. Dia menunjuk Dias dengan tangan kirinya sambil berkata, "Kak Ren, bajingan ini memukulku, bantu aku menghajarnya."