Chereads / Dendam Lama di Kehidupan Kedua / Chapter 2 - Terulangnya Kenangan Pahit

Chapter 2 - Terulangnya Kenangan Pahit

Begitu berita itu keluar, seluruh kota menjadi gempar.

Tidak ada yang tahu bahwa yang disebut bencana alam langka yang hanya terjadi 1000 tahun sekali ini sebenarnya hanya meteorit seukuran kepalan tangan!

Ketika meteorit menghantam gedung, Randi Pramudya dan orang-orangnya di Pasuruan Selatan Group terkubur di bawah beton-beton gedung yang telah hancur.

Sementara hanya berita ini yang diketahui, untuk berita lain belum diketahui.

"Jelita Wiratama, seorang gadis cantik pemilik sebuah usaha pengobatan kuno, telah menghilang selama lebih dari sebulan tanpa keterangan. Kantor polisi sedang menyelidiki kasus ini."

"Jelita! Jelita!"

"Kamu di mana Jelita? Kamu di mana!"

Suara cemas wanita yang terdengar dari jauh semakin mendekat, dengan suara tangisan yang dalam, seperti kehilangan bayi yang paling berharga, penuh kesengsaraan dan keputusasaan.

Siapa, siapa yang memanggil namanya?

Jelita? Siapa yang memanggil nama panggilannya?

Sejak kematian tragis keluarga Wiratama, tidak ada lagi yang memanggilnya "Jelita", semua orang memanggilnya dengan nama "Jelita Wiratama".

"Jelita! Kamu di mana, Jelita?"

Suara itu semakin lama semakin mendekat, dan Jelita Wiratama mengerutkan keningnya, tetapi tiba-tiba dia merasakan suasana kelam seperti tercekik sangat kuat.

Apa yang terjadi, dia belum mati?

Jantungnya mulai berdetak dengan cepat, dia membuka matanya dengan penuh semangat.

Jelita Wiratama berada di permukaan air, terdapat kabut putih, kabut putih itu menyelimutinya yang sedang berada di permukaan air.

"Apa ini? Permukaan air?" dalam hatinya berbicara.

"Uhuk! Uhuk!" Jelita Wiratama tersedak air hingga dia kesulitan untuk berbicara, wajahnya mulai memerah karena tersedak.

"Dimana tempat ini?"

Jelita Wiratama bertanya-tanya apakah orang-orang Randi Pramudya membuangnya ke laut dan membiarkannya begitu saja?

Sebelum dia memikirkannya lebih jauh, dia merasakan tubuhnya perlahan-lahan tenggelam, seluruh bagian tubuhnya terendam di dalam air kecuali kepalanya. Untuk menyelamatkan nyawanya sendiri, dia harus mengulurkan tangannya dan meraih sesuatu di tepian.

Dari sudut matanya, tiba-tiba dia melihat sekilas sosok yang berenang menuju ke arahnya.

Dia membeku selama beberapa detik, sampai dia mendengar seseorang memanggil "Jelita!" tetapi dia tidak bereaksi.

Jelita Wiratama perlahan mulai dapat melihat dengan jelas seseorang yang berenang mendekatinya meskipun tertutup oleh kabut putih.

Ternyata orang itu adalah ibunya, Rosalina Wiratama, yang telah meninggal dunia delapan belas tahun yang lalu.

Apakah ini mimpi buruk?

Jelita Wiratama mengalami mimpi buruk setiap malam sejak ibunya tenggelam untuk menyelamatkan dirinya.

Kejadian persis di masa lalu terulang kembali, penyesalan dan rasa sakitnya pun terulang kembali.

Namun rasa sakit di dadanya kali ini terasa sedikit berbeda. Jika ini mimpi, mengapa rasanya begitu nyata? Begitu nyata bahkan sentuhan dingin tangan Rosalina Wiratama yang berada di dekatnya terasa sangat jelas.

"Jelita, cepat pergi ke daratan! Ibu, Ibu mulai kehabisan tenaga."

Jelita Wiratama berhasil keluar dari air, tetapi orang yang menyelamatkannya masih tenggelam dalam air, Jelita Wiratama tidak lagi peduli apakah ini kenyataan atau mimpi, yang hanya dia pikirkan saat ini adalah dia ingin menyelamatkannya! Harus menyelamatkan orang itu!

"Jelita, Jelita, bangun, bangun!"

Pagi hari di Desa kanigaran sedang berkabut, padahal sedang musim kemarau, karena menghadap air terjun, Desa kanigaran masih diselimuti dinginnya udara, apalagi di pagi hari.

Pada saat ini, Jelita Wiratama sama sekali tidak merasa dingin, seluruh tubuhnya merasa panas, wajahnya memerah, dan keringat di dahinya menetes terus-menerus.

Pikirannya kacau balau, seperti terdapat puluhan juta lebah mendengung terbang kesana kemari di dalam kepalanya, seakan ingin segera keluar dari kepalanya.

Meskipun rasa sakit semacam ini tidak tertahankan bagi orang biasa, setelah penyiksaan secara tidak manusiawi yang terjadi padanya oleh Randi Pramudya selama sebulan penuh, Jelita Wiratama telah menjadi sosok yang memiliki kemauan kuat bagaikan besi, dan dia tidak goyah sama sekali.

Hanya ada satu pikiran yang tertanam di benaknya, selamatkan orang itu!

Dengan perasaan sakit yang mendalam, Jelita Wiratama memahami bahwa apa yang dia alami sekarang bukanlah mimpi, melainkan sebuah kenyataan, sekali lagi dia mengalami kejadian buruk yang terjadi delapan belas tahun lalu.

Meskipun dia tidak mengerti kenapa hal ini bisa terjadi, tapi kali ini, dia tidak akan pernah melakukan kesalahan yang sama lagi!

Rosalina Wiratama terbaring lemah di permukaan tanah seperti yang dia ingat, dan wajahnya terlihat sangat pucat. Satu-satunya perbedaan dari kejadian terakhir kali yaitu Rosalina Wiratama saat itu terbaring diatas bebatuan kecil berwarna biru, tubuh dan wajahnya pucat, suhu tubuhnya lebih dingin dari lantai dan bahkan lebih dingin dari musim dingin.

Tapi kali ini, dia masih memiliki detak jantung yang lemah.

Jelita Wiratama dengan putus asa memberikan pertolongan dengan cara menekan jantung Rosalina Wiratama serta memberikan nafas buatan setiap empat kali tekanan, siklus ini terus berlanjut, beruntungnya setelah beberapa saat, detak jantung Rosalina Wiratama menjadi semakin kuat.

"Jelita... Jelita!" kemudian Rosalina Wiratama bangun dan melihat bahwa anak perempuannya sedang memandang dirinya sendiri dengan gembira, mereka berdua sungguh terharu.

Hembusan angin bertiup, lalu keduanya menggigil tanpa sadar.

Setelah melewati kejadian tenggelam di sungai, Rosalina Wiratama terlihat sangat lelah, tetapi dia sangat lega melihat putrinya baik-baik saja. Tidak lama kemudian tiba-tiba Rosalina Wiratama jatuh pingsan.

Jelita Wiratama juga merasa sangat lega dan juga hampir pingsan, tetapi dia berusaha sekuat mungkin mengendalikan dirinya untuk tetap sadar.

Jelita Wiratama mengusap wajah Rosalina Wiratama, tangannya basah, dia menangis sekaligus tertawa, rasa sakit yang ada di hatinya telah menyebar ke anggota tubuhnya, dan dia tidak tahu apakah itu sebuah penyesalan atau kebahagiaan. Dia berusaha bangun dari tanah dengan sekuat tenaga dan membantu ibunya yang tidak sadarkan diri itu untuk membawanya pulang dengan tangannya.

Jelita Wiratama banyak berpikir saat perjalanannya pulang. Situasi saat ini harus dianggap sebagai lahirnya kembali dirinya, kembali ke masa lalu dari masa depan dan menjalani kembali kehidupannya. Dengan kata lain, ini adalah sebuah reinkarnasi.

Bagaimanapun, dia sangat gembira.

Segala sesuatu yang ada di kehidupannya dulu tidak bisa dia lupakan, meskipun rasa sakit yang dia rasakan, dia juga tidak mau lupa.

Jelita Wiratama ingat dengan jelas bahwa titik balik dalam kehidupannya dimulai hari ini!

Di kehidupan Jelita Wiratama sebelumnya, Rosalina Wiratama tenggelam di dalam air hingga meninggal dunia, Jelita Wiratama juga menderita penyakit yang serius yang membuatnya saat itu tidak memiliki niat untuk mengikuti ujian masuk SMA keesokan harinya. Belakangan, neneknya sangat terpukul dengan kematian ibunya yaitu Rosalina Wiratama. Seminggu setelah kematian Rosalina Wiratama, neneknya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan gantung diri di depan pintu rumahnya. Nenek Marisa, ibu dari neneknya meninggal dunia di rumah karena merasa terpukul atas kematian putri dan cucunya satu per-satu, sehingga mengakhiri hidupnya dengan minum pestisida.

Kematian anggota keluarganya tidak diragukan lagi merupakan sebuah pukulan telak baginya, saat itu Jelita Wiratama hampir memutuskan untuk bunuh diri di depan makam neneknya setelah mengurus pemakaman para sesepuhnya. Beruntung dia memiliki kekuatan yang melekat pada dirinya dan sifat keras kepalanya telah menyelamatkannya. Dia tidak akan membiarkan dirinya mati begitu saja! Saat itu, pendidikannya tidak bisa dilanjutkan, Jelita Wiratama memutuskan untuk meninggalkan kampung halamannya dan pergi ke dunia luar untuk mencari kehidupan yang baru. Sayangnya, nasib buruknya masih berlanjut, nasib buruk yang terjadi sebelumnya hanya sebuah permulaan.

Memikirkan nasibnya, Jelita Wiratama hanya bisa memejamkan matanya sambil merenungkannya, seketika udara dingin yang menusuk dada menyelimuti seluruh tubuhnya.