The second day of MOS...
Jadwal MOS hari ini adalah meminta tanda tangan kakak angkatan! Kadang ingin bertanya pada entah siapa, kenapa MOS itu identik dengan meminta tanda tangan?
Ketua OSIS bilang itu karena akan memudahkan proses perkenalan dengan para senior. Ok, kenalan itu apa perlu sampai harus meminta tanda tangannya setelahnya?
Aisshhh, Rin paling malas melakukannya. Lihat saja, baru setengah jam mendapatkan perintah dari Ketua OSIS, semua siswa baru langsung berbondong-bondong memburu tanda tangan para senior. Sementara dirinya? Hanya berdiri sambil memegang buku di bawah pohon sakura. Ia bingung harus memulainya dari mana, dari siapa dulu.
Sepertinya para senior itu cukup merepotkan.
"Jangan melamun seperti itu!" Kata Sean yang menghampiri dari arah belakang.
Rin menoleh. "Kakak! Kau ini, bikin kaget saja."
"Kerjakan tugasmu!"
"Cih, berisik! Kakak sendiri kenapa malah disini? Tidak diburu para gadis-gadis ganjen itu?" Rin ingat, waktu kemarin pulang sekolah, kakaknya dihadang para siswi baru yang meminta foto bersama.
Yang membuat Rin kesal, ia sampai hampir terjungkal karena para siswi itu cukup brutal menghampiri kakaknya. Beruntung ada Agara yang kebetulan sedang lewat. Ia terselamatkan oleh Agara yang menopang punggungnya agar tak terjatuh.
Gara-gara itu pula, hikmahnya ia jadi bisa berkomunikasi dengan Agara, meski hanya ucapan terima kasih. Itu pertama kalinya ia berbicara dengan Agara. Cowok miskin alis dengan senyuman yang manis.
"Hm, Begitukah? Jadi adikku ini pecemburu, heh?" Sean menyilangkan kedua tangannya.
"..." Rin hanya tidak menyukai suasana yang kelewat ramai.
"Kau bilang ingin berubah, tapi menghadapi kerumunan seperti itu saja sudah menyerah... Ini!" Sean memberikan sebuah buku.
Rin menerima buku itu dan membukanya. "Ini? Kakak, terima kasih banyak."
Rin memeluk kakaknya. Sean hanya menyimpulkan senyum dan mengelus rambut Rin.
Buku itu adalah buku yang berisi tanda tangan para senior. Sean yang meminta tanda tangan itu pada teman-temannya. Ia sadar betul bagaimana adiknya itu.
Adiknya adalah seorang hime-sama yang perlu pengawasan ekstra. Sudah setahun menutup diri dari kehidupan sosial. Berjuang sendiri dalam keramaian pasti membuatnya ketakutan. Terlalu sulit untuk Rin hadapi.
"Bisa melepaskanku? Jika ada yang lihat kau akan terkena julukkan ratu bro-con." (Brother complex).
"Aku tidak peduli, biar para siswi ganjen kemarin lihat dan tidak mengejar-ngejar Kakak lagi... Pokoknya siapa yang akan menjadi kekasih Kakak nanti aku yang menentukan! Harus dalam persetujuanku!"
"Adik yang egois."
"Aku tahu."
"Dan selalu membuat khawatir."
"Maaf..."
Mereka melepaskan tautan pelukkan mereka. "Nah, sebaiknya kau juga belajar berbaur dengan yang lain! Tanda tangan yang aku minta belumlah banyak, kau bisa kan melanjutkannya?"
"Ta-tapi Kaaak..."
Sean memegang kedua bahu Rin dan menatapnya. "Jika kau berusaha berubah, kau harus melakukannya! Kau pasti bisa, Rin! Cobalah untuk membuka diri, kau itu cantik, banyak yang ingin berkenalan denganmu."
"Bukankah karena itu kan aku menjadi seperti ini." Rin mengigit bibirnya. Ia ingin menangis. "Tapi aku akan melupakannya!"
Tak selamany menjadi cantik itu menyenangkan.
"Lupakan masa lalumu dan berubahlah! Pernahkah kau mendengar pepatah, 'banyak yang ingin melupakan masa lalu, tapi sedikit yang belajar dari masa lalu'?"
"Nico Robin-One Piece..."
"Kau paling hafal kan dengan anime itu sampai quote kerennya kau ingat?"
"Tentu saja, aku tidak melewatkan satu episodepun!"
"Aku menaruh harapan besar padamu, Rin! Buktikan jika kau ingin berubah! Kakakmu ini tidak akan pernah lelah untuk membantu. Jadi, kerjakan tugas seniormu!"
"Iya."
"Jangan berfikir kau bisa memalsukannya ya? Aku akan selalu mengawasimu!"
"Cih, tidak akan!"
***
Time skip...
Rin dan teman-teman barunya sedang berisitirahat di bawah pohon rimbun sekitar lapangan sekolah AIHS.
"Ini menyebalkan. Senior sok ganteng macam Hidan itu ingin sekali kutendang wajahnya." Gerutu Indri. Ia kesal minta ampun dan ingin melempar piring ke muka senior Hidan.
Rin hanya menatap teman-temannya yang kelihatan kesal. Bukankah angin berhembus cukup sejuk? Angin bahkan menerbangkan mahkota bunga sakura di atas mereka? Bukankah ini suana nyaman untuk meredam emosi?
"Ada apa?" Tanya Rin. Kasihan juga melihat Indri yang sangat ceria itu tiba-tiba menjadi kesal seperti ini.
"Senior Hidan menyuruhku menyanyi Bintang Kecil dengan huruf 'i', setelah itu ia baru memberiku tanda tangan." Jawab Indri. Ia ingat bagaimana ia harus meringis sampe satu lagu selesai.
Giginya sampai kering.
"Mending, aku disuruh joget 'Caesar'. Nasib oh nasib." Kata Karin. Ia ingin sekali menyembunyikan wajahnya di laci mengingat betapa malunya tadi.
Padahal ia mengharapkan joget New Face milik Psy jika disuruh joget. Ia bahkan sudah menghafal gerakkannya semalam karena saran dari sang kakak, Tora, jika dalam berburu tanda tangan biasanya disuruh joget dulu.
Rencananya gagal total. Mana senior Hidan merekamnya lagi. Sang kakak pasti yang menyuruhnya.
"A-aku disuruh merapikan dasinya." Hilda merasa biasa saja.
Hilda memang hanya merapikan dasi sekolah milik senior Hidan saja. Senior Hidan malah menawarinya minuman. Bukankah senior Hidan itu begitu baik? Kenapa teman-temannya bisa sekesal itu?
Hilda yang polos memang kurang peka untuk hal-hal seperti ini.
"Hoi, Hilda itu cantik. Pantas saja, pilih kasih." Kata Tessa. "Beda sama yang tomboy seperti aku, aku disuruh mencarikannya dua siswi cantik untuk meminta tanda tangannya."
"Bu-bukan ka-karena itu juga kali, Tess." Sela Hilda.
"Hah, sampai seperti itu?" Rin tidak memiliki pengalaman seperti ini sebelumnnya.
"Dengarkan saranku, Rin!" Indri menatap mantap mata Rin. "Jangan meminta tanda tangan Senior Hidan! Mengerti!"
Rin cukup pandai memaknai situasi.
Mendekat keramaian saja butuh teman, mana mungkin kan ia mendekati Senior Hidan sendirian?
Oh, ia baru ingat jika ia sudah memiliki banyak tanda tangan dari kakakknya. Ia memeriksa daftar tanda tangan yang didapat oleh kakaknya. Ia mengurutkannya dari atas ke bawah mencoba mencari nama Hidan di dalam list itu.
Ya, siipp, ada nama Hidan di sana. Oh Tuhan, dia sangat beruntung. Sang kakak menyelamatkannya.
"Aku sudah mendapatkannya." Rin tersenyum.
"HEEE?"
"Bagaimana? Apa kau mendapatkan perlakukan menyebalkan seperti kami apa mendapatkan perlakuan khusus seperti Hilda?"
"Minta bantuan orang untuk meminta tanda tangannya." Rin tidak bernit bohong untuk ini. Kata tepatnya adalah mendapatkan bantuan dari kakaknya.
Indri dkk hanya bisa memaklumi saja. Ayolah, siapa yang bisa menolak permintaan tolong dari gadis yang paling banyak 'dibicarakan' para siswa di AISH ini?
Rin itu model eye cathing dan mudah mengundang orang untuk ngumpul bersua dengannya. Semua tahu itu.
Mereka kembali berbincang dengan membahas para senior yang mudah dan sulit didekati. Setidaknya dengan hasil perbincangan itu, bisa menjadi patokkan mereka agar lebih mudah mendapatkan tanda tangan dengan mengeliminasi senior yang pelit-menyebalkan macam Senior Hidan.
Ada juga senior yang resek dan meminta nomor kontak WA, sosmed, atau surel e-mail macam senior Melky. Ini jauh lebih menakutkan dari senior Hidan karena senior Melky lebih ganjen dan genit. Apa lagi soal siswi cantik, astaga Rin akan menjauhinya di masa depan.