Chereads / Tanpa Alasan / Chapter 16 - Ribut (Lagi)

Chapter 16 - Ribut (Lagi)

Aira menghembuskan nafas, lantas menatap Lena lekat. "Apa sih yang kamu curigain, Len?"

Lena mengalihkan pandangannya, tersenyum miring. "Jefan aja ngga jemput aku, gimana ceritanya dia bisa antarin kamu pulang?"

Nayra dan Della yang menyadari situasi semakin memanas, memutuskan berhenti dari perkelahiannya.

"Ayolah Len, mau ngulang kejadian yang sama?"

Jujur saja, Aira mulai jengah dengan sifat kekanak-kanakan Lena. Bukannya ia benci atau semacamnya, ia hanya...

Lelah.

"Serius kalian mau berantem lagi cuma karna Jefan?" tanya Nayra yang sukses membuat keduanya menatap sahabatnya itu.

"Itu ngga bisa dibilang 'cuma', Nayra."

Della yang mendengar perkataan Lena, memutar bola matanya malas. "Here we go again."

Karena merasa terpojokkan, Lena berlalu menuju kamar. Meninggalkan ketiganya. Aira menghempaskan badannya di sofa, memijat pelipisnya lembut. Melihat temannya yang tampak kelelahan, Della ikut menghempaskan bedannya disamping Aira.

"Istirahat, Ra. Tadi habis belajar kan?" sarannya sembari mengusap lengan sahabatnya itu, memberi ketenangan.

Aira mengangguk. Tersenyum. "Makasih, Della"

***

"Kenapa Jef?" tanya Raka begitu melihat Jefan tampak begitu lesu di bangkunya.

Jefan menyodorkan handphonenya, lantas meletakan kepalanya di meja. Raka menerima sodoran itu dengan heran.

"Kenapa sih?" Begitu handphone dibuka, terlihat roomchat Jefan dengan Lena yang masih centang dua sejak tadi malam. Raka terkekeh menyadari alasan temannya itu tampak tak bersemangat.

"Ya elah gara gara cewek doang, semangat dong."

"Diam, Rak. Ngantuk."

Raka menurut, ia meletakkan handphone Jefan tepat disebelah pemiliknya. Lantas bangkit dari duduknya. Tujuannya kali ini adalah taman.

'Udah sampai di sekolah?'

Usai mengirim pesan itu, Raka mengetuk-ngetuk kakinya di tanah. Gugup akan balasan dari lawan chatnya.

Sementara itu, di seberang sana, seorang gadis tampak tersenyum sembari menatap layar handphonenya. Diketiknya beberapa kata, lantas mengirim balasan pesan tersebut.

Senyum Raka merekah saat membaca balasan pesannya. 'Udah sampai nih, udah sarapan juga, kamu mau nanya apa lagi?'

Baru saja Raka ingin membalas, bel masuk sudah berbunyi. Dengan langkah terburu-buru, ia berjalan menuju kelasnya. Raka menyimpan handphonenya disaku, tanpa membalas pesan gadis itu.

"Darimana?"

Raka menggelengkan kepalanya, tanda tak bisa menjawab pertanyaan Jefan sekarang. Guru mapel telah memasuki ruangan, membuat suasana kelas sepi.

"Sudah bisa dimulai?"

***

"Kenapa, Ra?"

Aira menoleh ke arah Della yang baru saja bertanya. Aira membalas dengan gelengan serta senyuman. "Gapapa, Del."

Tentu saja Della tidak percaya begitu saja. Sudah jelas sejak pelajaran pertama Aira nampak tak fokus. Ia melirik handphone Aira yang sedari tadi sahabatnya itu pegang. Tak perlu pikir lama, Della merebut handphone Aira, lantas membukanya.

"Aih pantes ngga fokus," gumam Della begitu melihat room chat Aira dengan Raka. Disana tampak pesan Aira hanya dibaca oleh Raka. Aira yang melirik layar hanphonenya sekilas.

"Belum di balas ya?" tanya Aira polos.

Della menggeleng seraya menyerahkan handphone tersebut ke pemiliknya. "Kali aja ada kesibukan, Ra."

Aira mengangguk menyetujui, lantas menarik tangan Della menuju kantin. Lapar, katanya. Sesampainya disana mereka melihat Nayra, Lena, Azka serta Ryan sudah duduk di sebuah meja.

Azka dan Ryan melambaikan tangannya, memanggil Aira dan Lena. Sementara Nayra menatap cemas, takut Lena mengungkit masalah tadi malam. Ia tidak mau melihat Aira bersedih lagi. Cukup kemarin ia melihat Aira menyendiri.

Della yang paham situasi, berbisik ke sahabatnya. "Kamu ke taman aja, Ra. Nanti aku yang pesan, oke?"

Aira mengangguk dengan tatapan binar, berterima kasih. Ia melangkahkan kakinya meninggalkan kantin, tanpa berniat melirik Lena yang menatapnya malas.

Sementara di meja, Azka mencegah Della yang melewati meja mereka untuk menuju meja pemesanan.

"Kenapa, Ka?"

"Disini aja bareng-bareng."

"Biarin aja kalau mereka mau misah," celetuk Lena sembari menyeruput minumannya, lantas membuka handphonenya. Bosan.

Ryan menatap Nayra, meminta penjelasan. Sementara yang ditatap hanya mengangkat bahu, tak ingin menjelaskan.

***

"Gimana, Ra? Udah dibalas?"

Aira menoleh pada Della, ia menelan makanannya terlebih dahulu, lalu merespon sahabatnya.

"Udah kok."

Della mengangguk-angguk, senang sabahatnya ini sudah tidak murung lagi. Di rangkulnya pundak Aira, lantas menepuk-nepuk pundaknya pelan. "Lena ngga usah terlalu di pikirin."

Aira tertegun, lantas mengangguk pelan. "Iya."

***

"Gara-gara cewek aja sampai ngga nafsu makan," cibir Raka sembari melirik Jefan yang tampak tak semangat.

Bugh

Raka meringis ketika mendapat pukulan tepat di luka nya kemaren. "Heh!"

Melihat temannya kesakitan, Jefan tertawa puas. Yang justru dibalas tatapan tajam dari Raka. Tidak lama, Jefan melempar handsaplas yang dia bawa dari rumah.

Raka menerimanya, lantas memasang handsaplas tersebut di lengannya.

"Pulangan mau jemput Aira lagi?"

Pertanyaan Jefan membuat Raka yang masih mengobati lengannya, menoleh. "Iya."

"Nanti kaya kemaren, gimana?"

Untuk menjawabnya, Raka mengangkat bahu, tidak peduli. "Yang penting coba dulu."

Hari berjalan lancar, hingga waktu yang dinantikan semua murid tiba. Pulang.

"Rak, aku ikut!"

Raka yang mendengar seruan temannya, berbalik. Ia mendapati Jefan yang berlari mengerjarnya, seraya memegang kunci motor.

"Mau ikut jemput Lena?"

Jefan mengangguk. Lantas mereka berdua menjalankan motornya menuju sekolah keempat gadis bersahabat itu.

***

"Della!"

Della menoleh sembari tersenyum jail. Ia terus melemparkan pakaian mereka ke Nayra. "Lagi males, Nay. Lipat gih."

Dengan muka sungut Nayra menurut. Mereka sedang bersantai di ruang tengah. Tangan fokus melipat baju, sedangkan mata fokus menonton televisi.

"Nay."

"Hm?"

"Lena kenapa sih?"

Demi mendengar pertanyaan Della, kepala Nayra reflek menoleh. "Nggak paham juga deh, sensitif banget."

Della mengangguk setuju. "Iya kan? Kaya apa ya... Aira kan kemaren juga sempat down, kenapa dibikin down lagi sih."

Mereka yang awalnya berniat melipat baju, kini beralih kegiatan menjadi 'ghibah'.

"Aku ngga bisa ngebayangin sih kalau di posisi Jefan, pasti dia merasa bersalah karena udah bikin Lena sama Aira berantem terus," komentar Della.

"Lena nya juga annoying, terkesan ngekang malah," tambah Nayra yang langsung disambut jentikan jari Della, tanda setuju.

"Benar banget! Nanti pokoknya harus kita clear-in."

Begitulah Nayra dan Della. Disaat Aira dan Lena menghabiskan siangnya bersama sang doi, mereka berdua hanya dirumah sembari mengobrol ria.

"Ah iya, Nay. Bang Gavin gimana?"

Nayra tampak berpikir sebelum menjawab pertanyaan tersebut. "Ya nggak gimana gimana sih..."

"Kemaren bang Gavin sama siapa, Del? Fio— apa?"

"Fiona." Della memperbaiki.

"Nah iya itu, Fiona. Dia siapa sih?" Nayra mengubah posisinya menjadi menghadap Della sembari menatap sahabatnya antusias.

"Teman sekelas aku sama Aira, dia ketua kelas juga. Nggak tau deh kenapa bisa dekat sama bang Gavin," cerita Della.

Nayra berpikir, menerka-nerka yang sebenarnya terjadi. "Jangan-jangan, mereka teman masa kecil, terus dijodohin?"

Mendengarnya, Della manggut-manggut. Masuk akal juga.

Brak!

Suara itu berasal dari Nayra yang memukul meja disebelahnya, sukses membuat Della terperanjat. "Nggak bisa, nggak boleh. Terus nanti aku jadi sadgirl dong?" rintihnya.

Della terkekeh melihat kelakuan temannya. Diambil nya sebuah baju, lantas melemparnya ke wajah Nayra. "Jangan banyak drama! Nanti kita cari cara untuk dekatin kamu sama bang Gavin."

"Emang bisa?" tanya Nayra dengan tatapan berbinar.

Della menggelengkan kepalanya. "Nggak juga sih."

"Aish, Del!"

***

"Kenapa, Sha? Nggak ada yang jemput? Yaudah tunggu aku ya, otw."

Lena yang mendengar percakapan Jefan di telepon, mendengus. Begitu melihat lelaki itu bangkit dari posisinya, dengan cepat Lena mencegah langkah Jefan.

"Kenapa, Len?"

"Mau kemana?"

Jefan mengembuskan nafasnya. "Teman aku minta tolong, dia—"

"Dia lebih penting dari aku?"

Belum selesai Jefan menjawab Lena, gadis itu sudah memotongnya dengan pertanyaan baru lagi.

"Lena, please."

Tring!

Perhatian keduanya segera tertuju pada handphone milik Jefan, terlihat sebuah notifikasi dari Raka.

'Naomi udah balik, aku antar barusan. Kelarin gih urusan sama Lena.'

Membacanya, Jefan tersenyum, yang justru disalahartikan oleh Lena. "Siapa? Aira?"

"Hah?" Sontak Jefan menatap lena bingung.

"Iya kan? Siapa lagi yang bisa bikin kamu senyum senyum sendiri selain Aira. Siapa lagi yang bisa bikin kamu lupa sama aku selain Aira. Aku nggak peduli dia sahabat aku atau bukan, yang pasti dia udah ngambil kamu."

Jefan tak henti menatap gadisnya ini penuh tanda tanya. Mereka tak sadar, dibelakang terdapat seseorang yang mendengar semua percakapan keduanya.

Ia sedang duduk, ditemani penyesalan yang terus menyerang hatinya.