Suasana pasar pagi di sudut kota Bandung ramai dengan pedagang yang menawarkan barang dagangannya. Mulai dari ikan basah, sayur bayam, petai, jengkol, sampai DVD bajakan pun tersedia di sana.
Di sabuah lapak tampak seorang ibu sedang sibuk tawar-menawar harga jeruk dengan sang penjual. Kelihatannya si penjual kewalahan melayani si ibu itu. Berkali-kali ia mengusap keringat yang membasahi keningnya.
"Jeruknya sekilo berapa, bang?" Tanya si ibu dengan tampang juteknya. Alisnya terlihat sangat aneh di bentuk tajam dan tinggi dengan pensil alis. Nggak jauh beda dengan gunung anak TK.
"Delapan belas ribu, bu!"
"Hah! Mahal banget! Delapan belas ribu tiga kilo!"
"Nggak bisa, bu! Saya rugi dong!"
"Delapan belas ribu dua kilo deh!"
Si abang penjual jeruk hanya bisa menggeleng lemas. Dalam hati ia mengomel betapa pelit wanita itu. Buktinya nawar jeruk aja nggak kira-kira. Padahal penampilan wanita itu udah kayak ibu-ibu arisan kelas atas. Tangannya penuh gelang emas yang meskipun imitasi, lumayan bikin ia terlihat kinclong di mata para pedagang di pasar.
"Boleh delapan belas ribu dua kilo, bu. Tapi batangnya aja."
Si ibu tampak kesal dengan jawaban penjual jeruk itu. Ia mengangkat tasnya dan berjalan pergi dengan langkah gontai untuk mencari-cari siapa tau ada pedagang bego yang mau di tawar dengan harga ekstrem.
Di sudut lain, penjual daging tampak dengan sadisnya memutilasi ayam di tangannya tanpa rasa canggung . Seperti terbiasa dengan adegan pembunuhan sadis tersebut, di sebelahnya terlihat seorang ibu muda yang sibuk memilih ceker ayam untuk di masukkan ke plastik. Di kakinya, seekor kucing kampung dengan sabarnya menunggu potongan ayam yang terjatuh. Berkali-kali kucing tersebut menelan ludah dan menyusun strategi jitu untuk mencolong salah satu bagian potongan ayam di meja.
Beginilah suasana pasar pagi di kota Bandung. Ramai tapi aman terkendali. Bebas dari yang namanya preman pasar. Tapi tunggu dulu, dari seberang jalan yang cukup padat terdengar seseorang berteriak histeris. Bukan lantaran melihat artis sinetron nongol di pasar. Melainkan....
"Copeeet! Tolooong...!"
Semua mata langsung tertuju ke arah datangnya suara. Tampak seorang pria kurus krempeng berkaus hitam kumal dengan rambut keriting gondrong berlari kencang melewati kerumunan orang sambil membawa sebuah dompet wanita.
Tak satu pun orang bereaksi. Entah karena ngeri melihat penampilan pria itu, atau memang nggak peduli. Aneh! Padahal hampir semua mata melihat aksi pencopetan tersebut.
Namun dari kejauhan, seorang cewek berseragam SMA dengan potongan rambut bob asimetris. Berlari sengat cepat mengejar pencopet itu.
Tanpa lelah cewek itu terus mengejar si pencopet yang kemungkinan besar adalah penggemar Dao Ming Se salah satu personil F4. Karena menggunakan kaus lengan buntung.
Aksi kejar-kejaran tersebut akhirnya melewati jalan raya, jalan tikus, jalan semut, pertokoan sampai taman kota yang penuh dengan orang. Sepertinya si cewek ngotot ingin menangkap pencopet itu. Tak terbesit sedikitpun rasa takut dalam dirinya. Baginya nggak ada kata lolos untuk seorang pencopet. Kalau setiap pencopet di negara ini selalu lolos, bisa-bisa orang-orang lebih memilih jadi pencopet dari pada pengawai negeri.
Sang pencopet mulai panik ketika menyadari cewek yang mengejarnya begitu bersemangat ingin menangkapnya. Pencopet itu berlari zig-zag layaknya penari salsa yang ingin membuyarkan kosentrasi lawan. Tapi si cewek terus mengejarnya. Bahkan langkahnya sekarang menjadi empat kali lebih cepat. Persis kayak lagi lari di treadmill.
Si cewek tampak ngos-ngosan. Keringat bercucuran di keningnya. Kalau di tadahin bisa sampai seember. Ia merasa tak mampu lagi mengejar pencopet itu. Tapi egonya terus memaksanya untuk tidak menyerah. Maka dengan nekat cewek itu melepas salah satu sepatunya. Ia menyipitkan mata, mengukur jarak, memastikan seandainya sepatunya ia lempar, apakah akan tepat mengenai sasaran. Lalu bak pemain softball profesional, ia mulai mengayunkan tangannya, melemparkan sepatu tercintanya ke arah pencopet itu. Dan... pletak!
Apakah berhasil? Nggak! Meleset total? Sepatu converse cewek itu malah mendarat mulus di kepala seorang cowok yang sedang serius memotret dengan kameranya.
"Uuups! Mampus gue!" Ucap cewek itu panik sambil memukul jidatnya kuat-kuat. Sampai-sampai dahinya memerah. Dalam waktu beberapa detik, ia buru-buru kabur melupakan pencopet tadi sebelum sang cowok berkamera menyadari keberadaannya dan menyeretnya ke penjara satu sel sama Bang Napi.
Wajah cowok itu mendadak merah padam. Telinganya sampai berasap saking marahnya. Bukan hanya karena kena timpuk sepatu converse cewek itu, tapi juga karena kosentrasinya mendadak buyar. Padahal ia baru saja mendapatkan objek yang sangat bagus untuk di foto.
Tapi sayang, ketika ia mengangkat kepala untuk mengejar pelaku penimpukan itu, si cewek udah keburu ngibrit. Hilang tanpa jejak. Gone with the wind...
"Woi! Mau kabur kemana lo!"
"Brengsek! Awas lo! Gue cari sampai ketemu!" Omel cowok itu sambil mengacung-acungkan sepatu sialan yang mengenai kepalanya itu. Dalam hati ia bersumpah akan mencari cewek itu sampai kelubang tikus sekalipun. Kalau perlu sampai cewek itu sangat menyesal dan memohon ampun berkali-kali karena udah menimpuknya dengan sepatu sialan itu.