"Cari siapa ?"
Cowok itu diam saja ketika Aurel menanyakan tujuannya. Mata cowok itu malah sibuk meneliti setiap sudut Panti, seakan menilai sesuatu.
"Kayaknya, gue pernah liat deh nih cowok. Tapi dimana yah, duh lupa lagi." Batin Aurel mencoba mengingat sosok cowok di depannya. Ia heran banget sama cowok yang tengah berdiri di hadapannya yang tiba-tiba nongol di Panti kayak setan. Tapi setan mana yang keluar pagi-pagi?
"Nyari Bunda Nirmala,ya?" Ujar Aurel sok nebak.
Penampilan cowok itu lumayan keren sih. Dengan T-Shirt hijau dan celana jins. Tapi zaman sekarang kan penampilan bukan jaminan orang berbuat baik. Lagian, kejahatan bukan hanya karena niat dari pelaku. Tapi juga karena ada kesempatan. Jadi, waspadalah! Waspadalaaah!
Sambil mengunyah permen karet, Aurel mengibaskan telapak tangannya di hadapan cowok itu yang masih serius memperhatikan setiap sudut Panti.
"Haloo...."
Cowok itu tersadar dari kesibukkannya mengamati rumah. Ia tampak nggak begitu suka keasyikannya terganggu. Kelihatan dari caranya berbicara dan tatapannya yang sangat tidak bersahabat.
"Saya nggak nyari ibu Nirmala."
"Teeerus?"
"Bener ini Panti Asuhan Pelita Hati?" Tanya cowok itu dengan bola mata yang masih mengamati sekitar. Namun sesaat kemudian ia menatap Aurel datar sedatar tripleks. Bahkan Deddy Corbuzier pun nggak bisa membaca apa yang ada di pikiran cowok itu seandainya menatap matanya.
Dengan ragu Aurel menganggukkan kepalanya.
"Panti kok bentuknya kayak rumah gini?"
"Waah... ini kan Panti gaul. Semua penghuninya di anggap keluarga di sini."
Aurel bisa-bisanya nyegir. Cewek itu mengulum permen karetnya dan membuat balon di mulut sambil terus melihat gerak-gerik cowok di hadapannya.
Cowok itu memandang Aurel aneh. Seperti menatap makhluk Mars angkatan 1708. Matanya seakan meneliti Aurel dari ujung rambut sampai ujung kaki. Untuk beberapa lama ia terdiam melihat rambut Aurel yang warna dan bentuknya aneh bin ajaib.
Lama-lama Aurel curiga juga sama cowok ini. Jangan-jangan dia orang jahat. Hmm.... maling barangkali. Masalahnya, dia sama sekali nggak kenal sama cowok di hadapannya ini. Apa orang minta sumbangan? Ah, orang minta sumbangan masa gayanya selengekan begini?
"Ada perlu apa? Lo ini siapa sih?"
"Elo siapa?" Cowok itu malahan ganti bertanya. Seakan balik mencurigai Aurel.
"G-gue ?" Aurel tersentak.
"Gue Aurel. Biasa di panggil Ara. Kenalin" lanjutnya sambil menjulurkan tangan, berniat berkenalan sekaligus berusaha memberikan kesan ramah dan menyenangkan.
Tapi cowok itu hanya memandang sinis tangan Aurel. Mungkin ia heran kenapa kuku jari Aurel jelek banget! Kayak orang yang nggak pernah tahu bahwa zaman sekarang ada yang namanya manicure-pedicure.
Karena tengsin di liatin gitu, Aurel buru-buru menarik tangannya dan sok-sokan menggaruk-garuk kepalanya yang nggak gatal.
Dalam hati Aurel masih mencoba menerka-nerka maksud kedatangan cowok itu. Hmmm..... Mungkin cowok ini janjian dengan salah satu anak Panti. Alfin mungkin? Atau Dinda? Indra? Atau... Bang Wahyu? Yang paling mungkin sih Alfin.
"Nyari Alfin, ya?" Tanya Aurel. Lagi-lagi dengan sok tau.
"Memangnya kalau ke sini harus ada alasan dan tujuan, ya?" Ujar cowok itu sambil menaikkan satu alisnya.
"Apa saya perlu lapor ke ketua RT segala? Ribet amat!"
"Sorry." Ucap Aurel pelan, nggak enak hati.
"Gue nggak tau kalau lo nggak su...."
"Gue cuma pengen tau tempat ini seperti apa dan orang-orang macam apa yang tinggal di sini." Potong cowok itu sinis. Kemudian ia membetulkan posisi ranselnya dan tanpa ba-bi-bu lagi bergegas pergi meninggalkan Aurel yang terdiam, bingung harus menanggapai cowok itu seperti apa.
Dinda, cewek bermata sipit salah satu penguni Panti, muncul dengan motor matic pink kesayangannya. Matanya nggak berkedip ketika ia berpapasan dengan cowok itu.
Dinda emang penilai wajah yang jitu. Dia bisa membedakan mana cowok cakep dan mana cowok yang jelek.
Sebelum motor matic pinky-nya betul-betul berhenti, Dinda sudah turun dari kendaraannya itu dengan masih memegang setang motor matic-nya.
"Ck...ck...ck... ganteng bener. Lo kenal, Ra? Dengan tuh cowok?" Tanya Dinda.
Aurel masih bengong ketika Dinda menanyakan siapa cowok yang barusan datang. Aurel hanya bisa memberikan isyarat dengan telunjuk tangan kanan dan telunjuk tangan kiri yang di silang kan di jidatnya, tanda bahwa cowok itu nggak waras.