Kelas Freya mendadak tegang, pasalnya guru ter–killer di sekolahannya mengajar, menggantikan guru yang tidak bisa masuk karena mau melahirkan.
"Freya, coba kamu kerjakan nomor dua ke depan."
Atmosfer di dalam kelasnya semakin terasa, murid di dalam kelas tersebut menatap Freya yang masih sibuk menulis di buku catatannya.
Pak Jimmy melangkah, mendekati meja Freya.
Arkan yang berada di sebelahnya mengode, mencoba memanggil Freya yang masih belum tersadar keberadaan guru 'nya.
"Freya! apa kamu tidak dengar saya bilang apa?" ucap Pak Jimmy.
Freya justru menaikan sebelah alisnya masih mencatat sambil bersiul.
Pak Jimmy yang mulai tersulut menggebrak meja, "FREYA KELUAR DARI PELAJARAN SAYA!" pekik Pak Jimmy membuat murid disana terlonjak kaget.
Freya melirik, "Daritadi kèk, Pak." acuhnya.
Freya berdiri berjalan melewati Pak Jimmy yang sudah jengah dengan cewek itu, saat kakinya tinggal selangkah menuju pintu, Freya menoleh lalu tersenyum, "Arkan. Semangat belajarnya, ya..gue duluan."
Freya memang sudah sarap pikir teman kelasnya, Arkan menghela napas lagi-lagi Freya bolos pelajaran.
Cewek itu sebenarnya ada tujuan lain, dia melupakan Dion yang masih terkurung dua hari di salah satu gedung bekas itu. Freya yakin pasti Dion sangat kelaparan.
Saat pintu terbuka Dion tengkurap kedua tangannya masih terikat dengan tali tambang.
"Dion." panggil Freya mendekat.
Sayup-sayup Dion mendengar, Namun saat ini tubuhnya merasa lemas. Freya sangat kejam! pikir Dion. Selama dia di kurung tidak ada yang memberinya makanan dan minuman membuatnya lemas tak bertenaga.
Freya berjongkok, "Lo yang mulai. Bukan salah gue kalo gue buat pelajaran kayak gini sama lo, Dion."
Dion diam tak bergeming, saat ini kerongkongannya terasa kering membuatnya susah untuk membalas ucapan Freya.
"Gue bawa minum sama makanan buat lo, kok. Tapi, setelah ini lo jangan pernah lagi macem-macem sama gue! karena gue bakal buat lo lebih dari ini." desisnya
Nampak Dion mengangguk lemah.
Freya akhirnya membuka ikatan talinya membiarkan Dion untuk makan lebih dulu.
Dion langsung minum air mineral yang di bawa Freya dua botol sekaligus, setalah itu melahap rakus roti dengan selai cokelat.
"Sorry kalo gue terlalu..kejam."
Dion berhenti mengunyah sejenak, iris cokelat itu menatap roti yang di peganngnya sendu. Selama dirinya di kurung pasti keluarganya sangat mengkhawatirkannya karena tiba-tiba menghilang seperti di telan bumi.
"Masalah keluarga lo, gue udah bilang kalo lo nginep buat beberapa hari di rumah Trian." ungkap Freya seolah mengetahui apa yang Dion pikirkan.
Freya masih berjongkok, melemparkan uang seratus ribu tepat di hadapan Dion, "Itu buat ongkos balik ke rumah, gue yakin lo gapunya duit buat naik kendaraan." Freya berdiri dan segera meninggalkan Dion yang menatapnya miris.
Gedung kosong itu tidak begitu jauh dari sekolahannya sehingga Freya tidak perlu menaiki kendaraan. Walaupun memakan waktu sekitar dua puluh lima menit untuk sampai tujuan.
***
Trian berkacak pinggang mencari ketua geng 'nya yang sekarang entah dimana keberadaannya.
"Arkan! ini si Freya dimana? di sudut sekolahan gue cari kaga ada terus!" Trian nampak emosi, Arkan memijat pelipisnya.
Trian kembali mengingat saat terakhir kali bertemu dengan Freya, "Oh iya, Arkan. Tadi bukannya pelajaran awal Freya masuk kelas bareng lo? kok lo bilang gatau dia dimana?" ucap Trian semakin bingung.
"Gini, Yan. Freya emang tadi bareng gue cuma pas pelajaran dia di keluarin karena ngelawan pak Jimmy, lo tau Freya gimana wataknya." Trian mengangguk, mulutnya membentuk O.
"Terus sekarang gimana?" pungkas Milano.
Freya melirik tiga temannya yang terlihat linglung, "Lo semua kenapa?"
Arkan, Trian dan Milano melirik menatap Freya dengan tajam.
"Cari lo lah!" serempak ketiga cowok tersebut membuat Freya menatap bingung.
"Ngapain cari gue?"
Trian langsung menyambar, "Lo gatau si Guntur abis, Ya." nada sedih yang di ucapkan Trian buat Freya semakin bingung.
"Maksudnya apasi?"
"Ya. Guntur tadi di suruh guru buat beli sesuatu ke luar sekolah, tapi dia ga sengaja ketemu Richo." jelas Arkan sebelum Trian menyahut.
"Maksudnya..Guntur di hajar sama Richo?" tebak Freya.
Trian mengangguk cepat, Arkan mengedikkan bahu, "Lo tau sendiri Richo orangnya gimana."
"Tapi Guntur baik-baik aja 'kan?" Freya bertanya khawatir.
"Ga pa-pa si, cuma babak belur aja. Niatnya si pulang sekolah dia bakal nginep dulu di rumah gue, katanya takut orangtua dia tanya macem-macem."
Freya mengangguk paham, iris hitamnya melirik ke kanan, " Arkan, gue mau lo sama gue kali ini habisin geng Richo. Jujur gue udah capek banget terus-terusan tawuran kayak gini, belum lagi kalo gue ketauan sama bokap."
"Iyasi, Ya. Gue juga gabisa bayangin kalo lo ketauan sama om Gibran, gila bisa-bisa lo di masukin ke asrama." membayangkannya saja sudah membuat Arkan bergidik ngeri.
Freya menarik napas dalam membuangnya pasrah, "Makanya jangan sampe ketauan, oh iya kita siap-siap aja. Arkan, lo chat Richo sekarang kita musnahin semua pasukan dia. Gue udah gatahan pengen selesein semuanya." Instruksi dari Freya segera Arkan lakukan, cowok itu mengotak atik handphonenya lalu mengangguk pada Freya tanda sudah melaksanakan apa yang Freya perintahkan.
Freya tersenyum smirk, semoga kali ini dia berhasil memusnahkan Richo dengan tangannya sendiri.
Seperti yang sudah di rencanakan, Richo sudah berdiri tegak sambil tersenyum devil bersama dengan pasukan yang terbilang cukup untuk lawan pasukan Freya. Cewek itu menatap satu per–satu pasukan Richo, disana Freya tidak mendapati Marvin.
Apa Richo tidak memberi tahu Marvin akan ada tawuran lagi?.
"Richo. Gue udah muak sama drama yang terus lo buat! gue mau kita selesein semuanya sekarang!" murka Freya.
Richo tersenyum miring, "Drama? sorry Fre, gue gasuka drama. Lo tau sendiri kalo gue suka 'nya sama elo." Freya berdecih lagi-lagi Richo tidak serius.
"Ar, lo ngerti 'kan?" Freya berbisik di sebelah Arkan, cowok itu mengangguk cepat.
"SERANG!!!" teriak Arkan semuanya berhambur mencari lawan dari pasukan satu sama lain.
Freya meninju rahang Richo beberapa kali, sebelah tangannya mencengkram kerah seragam Richo tepat sisi leher cowok itu.
Sepuluh kali lebih tinjuan di wajah Richo, namun Freya belum puas kali ini lututnya juga bermain menghantam perut datar Richo sekeras mungkin.
Freya angkuh. Dia tidak ingin lagi tawuran atau hal semacam mencelakai orang, cukup ini yang terakhir kali. Freya harus menyelesaikan semuanya. Freya tidak ingin memiliki musuh lagi. Freya tidak ingin jika nanti Richo berbuat kesalahan yang lebih, dia tidak ingin nanti setelahnya Arkan yang menjadi korban Richo. Semuanya semoga hanya sebuah mimpi buruk untuk Freya ataupun Richo, semoga setelah ini tidak akan ada lagi korban yang harus merasakan sakit dalam tubuhnya maupun lubuk hatinya.
Setiap malam Freya selalu minta ampun pada tuhan, Freya tahu apa yang dia lakukan itu sangat salah. Orang yang memiliki dendam terdalam itu pasti akan terus berkepanjangan jika hatinya terus menghitam. Tuhan pasti akan marah padanya jika dia terus menerus seperti itu. Apalagi Papa 'nya belum mengetahui jika anak perempuannya sering tawuran, dirinya selalu merasa bersalah setiap dia berdekatan dengan Gibran.
Hidup Freya memang sulit untuk di percaya.