Saat Freya ingin mengambil tas, tiba-tiba handphone dalam saku rok 'nya berbunyi tanda pesan masuk disana, tangannya memegang ponsel itu kuat melihat siapa orang yang memberi isi pesan bahwa Freya harus mampir ke sebuah tempat sebelum benar-benar pulang ke rumahnya.
Freya sengaja tidak memberitahu Arkan karena memang itu urusannya dengan Richo, namun Arkan tahu. Cowok itu mengkuti Freya saat motornya sudah melaju, Arkan tidak bodoh. Beruntung Freya tidak curiga ada orang yang membuntutinya dari belakang tadi, sehingga Arkan bisa lebih leluasa untuk terus mengikutinya.
Saat ini Arkan melipat kedua tangannya dia duduk di atas motornya yang terparkir di rumah Freya, menunggu cewek itu pulang.
"Lo, dari mana?" Arkan bertanya saat Freya melepas helmnya.
"Ar, kok lo bisa disini?" Freya mengalihkan karena terkejut.
Arkan tersenyum, "Gue 'kan udah bilang mau anterin lo." sifat Arkan yang egois mulai keluar, "Lo dari mana? kok baru nyampe?"
Freya mencari alasan untuk Arkan bisa percaya padanya, "Eum..itu gue," Freya mengacak rambut belakang masih mencari alasan.
"Mampir? atau ketemuan sama seseorang?" Arkan mencoba memancing Freya agar cewek itu berkata jujur.
"Eum..gue abis mampir tadi ke tempat makan, laper soalnya di kantin cuma makan donat satu tadi." Arkan menghela napas lalu mengangguk.
"Ga ketemu sama..Richo 'kan?"
Freya menelan ludah kasar, "Hah..ya engga lah. Gue tadi makan banyak makanya sampe rumah telat, udah lah gue masuk duluan, lo pulangnya hati-hati bye!" Freya bergegas masuk menutup pintu rumanya keras.
Arkan menatap datar, cowok itu mengepalkan tangannya kuat.
"Gue ga akan pernah sudi dan terima kalo sampe Freya jadi cewek Richo apalagi jadi babu dia, gue harus rencanain sesuatu." Arkan pergi setelah bergumam.
Bagaimanapun juga Arkan tidak akan pernah menerima siapapun dekat apalagi mencintai Freya secara terang-terangan bilang di depannya. Arkan tidak suka, Arkan benci jika ada seorang laki-laki yang mampu dan bisa menggantikan posisinya sekarang.
Tidak! Arkan tidak ingin jika setelah Freya memiliki teman baru atau dia memiliki seorang pacar maka Arkan akan di lupakan oleh Freya, Arkan di buang begitu saja oleh Freya. Jika itu sampai terjadi maka itu adalah mimpi buruk bagi Arkan.
Freya membantingkan tubuhnya ke atas kasur, dia menghela napas kasar.
Cewek itu memikirkan ucapannya tadi, sungguh bodoh. Freya selalu bertindak tanpa memikirkannya panjang. Freya menyesal, pasti. Bagaimana jika dia kalah nanti? bagaimana jika Richo berbuat curang lagi demi kemenangannya? Freya lupa kalau dia menerima tantangan itu dari orang picik seperti Richo.
Freya sudah gegabah menerima langsung tantangan yang sudah jelas urusannya di selesaikan tempo hari. Freya gelisah pikirannya kacau, dia tidak yakin besok akan menang dari Richo. Sungguh cewek itu prustasi memikirkan menang atau kalah melawan musuhnya besok.
***
Mulut Trian mengunyah sedangkan tagannya melayang ke atas ke bawah tepat di depan wajah Freya, "Sstt, ni anak kenapa dah? dari tadi cuma ngaduk-ngaduk bubur doang." Trian berbisik pada temannya yang sedang sarapan bersama.
"Ya, lo ngelamun?" Arkan menyenggol tangan kiri Freya yang di letakkan di atas meja.
Freya tersadar menatap temannya bergantian, "Gue ga ngelamun kok." sarkasnya melahap satu sendok bubur yang sudah dingin.
"Lo..ga berusaha nyembunyiin sesuatu dari kita 'kan, Ya?" Guntur bertanya serius, Freya menggeleng tiga kali semuanya mengangguk kecuali Arkan yang menatap Freya tak percaya.
Kemarin Freya berbohong pada Arkan, dan sekarang cewek itu juga membohongi semua temannya di depan Arkan yang termasuk Arkan di bohongi untuk kedua kali.
"Lo semua makan yang banyak, sarapan pagi ini gue yang bayar semuanya."
Milano melotot girang, "Serius lo, Ya? gue belum kenyang soalnya ini." Trian dan lainnya menyoraki, "Dasar lo tukang makan pas gratisan!" serempaknya
"Ye ga pa-pa lah..Freya ini yang traktir lo semua mana mungkin." elak Milano yang langsung memesan lagi.
"Eh, Yan. Bukannya lo juga suka gratisan dari si bos? biasanya paling awal lo semangatnya kalo gratisan." Guntur menimpal membuat Trian mendengus karena ucapan Guntur benar adanya.
"Masalahnya pagi ini bebeb gue sediain sarapan ih, ini aja gue ngenyangin doang..Freya kalo ngasih gratisan suka ga tepat waktu emang." kesal Trian yang menyodorkan mangkuk buburnya tak selera.
"Bebeb lo siapa, Yan?" tanya Galen menatap Trian bingung, selama ini Trian tidak pernah mempunyai pacar bahkan dia memang anti pacaran walaupun paling sering menggoda gadis-gadis di kelasnya.
"Ada deh." balasnya tersenyum bangga.
Teman cowoknya meyoraki, "HHUUHH." Arkan melempar keripik singkong yang masih di bungkus, Galen melemparkan kerupuk yang sudah tercampur dengan bubur sedangkan Milano dan Guntur menggeplak tangan Trian dengan keras membuat Trian kesakitan sekaligus kesal.
Freya hanya bisa menggeleng, dia berharap semoga pertemenannya dengan mereka selalu seperti sekarang. Jangan sampai ada perkelahian, atau kebencian yang akan membuat pertemanannya hancur.
Freya selalu berdo'a yang terbaik untuk semua temannya. Sebenarnya mereka adalah teman yang tidak pernah Freya inginkan sebelumnya, lalu Arkan membujuk Freya supaya dia bisa lebih terbuka dengan orang lain juga.
Awalnya Arkan membawa seseorang yang Freya tidak ingin mengetahui nama orang lain kecuali Arkan, tapi Arkan memaksa Freya untuk berkenalan dengan cowok sawo mateng itu---Trian. Cowok manis itu di kenalkan oleh Arkan pada Freya saat cewek itu duduk menyendiri di taman sekolah, setelah dua mingguan Freya mengenal Trian, dia adalah sosok cowok yang humoris selain cowok yang kepo atau ingin selalu tahu masalah orang lain. Setelah itu datanglah Milano dan Guntur yang memang berteman sebelumnya, sedangkan Galen hanya cowok penyendiri yang sering di caci oleh murid disana membuat Freya sendiri yang mendatangi Galen dan menawarkan pertemanan.
Dari sana Freya memulai pertemanannya. Sampai saatnya mereka mengetahui bahwa ada seseorang yang Freya benci, di saat itu juga Milano yang mengusulkan untuk membuat geng dengan Freya si ketua geng tersebut, Arkan dan yang lainnya menyetujui.
Mengetahui Freya yang mempunyai geng, di waktu itu juga Richo membuat geng. Dia menantang Freya dan geng 'nya berkelahi di tempat yang sampai sekarang tidak ada seorangpun yang mengetahui, karena memang jarang ada orang yang melewati tempat tersebut.
Freya bersiap dari rumah menuju tempat yang baru saja di kirim oleh Richo, beruntung cewek itu mengetahui letak tempat tersebut.
Keadaan rumah sepi, seperti biasanya Devan maupun Gibran
memang selalu pulang malam. Freya harus segera pergi, dia memakai helm tak lupa memakai jaket hitam yang selalu di pakai kemanapun dia pergi.
Richo menaikan sebelah alisnya, tersenyum puas saat Freya datang tepat waktu.
"Hey, baby." Richo menyapa lembut membuat Freya berdecih jijik.
"Ayo masuk." ajak Richo yang membuat Freya mulai tegang.
"Lo gausah muluk-muluk, ya Richo! kalo lo cuma mau adu kekuatan disini juga bisa!" Freya menatap tajam sedangkan Richo menatap Freya mesra.
"Eum, boleh sih. Dimanapun tempatnya kalo sama kamu..aku mau aja kok."
Freya mendengus, "Brengsek!" cewek itu langsung meninju wajah Richo yang selalu terlihat menjijikan bagi Freya.
Saat sudah pukulan kedua Richo menahan kedua tangan Freya dengan kuat, netranya saling menatap, "Sebenernnya dari dulu gue bisa aja hajar lo sampe lo mati! tapi gue sayang, gue terlalu cinta sama lo, Freya.
Cinta yang udah buat gue buta sampe gue diem aja di hajar sama lo dan akirnya gue yang terkapar di rumah sakit beberapa hari, tapi gue seneng..kenapa? karena luka itu dari lo, cewek yang gue pikirin setiap waktu detik menit. Kalo lo mau nyawa gue sekalipun gue serahin buat lo, cuma buat lo!" Freya membuang napas kasar, cewek itu melepaskan cekalan Richo sekuat tenaga.
Freya tersenyum guyon, "Lo pikir gue akan kemakan omongan lo?" Freya menggeleng masih tersenyum "Engga."
Richo menatap sendu, "Justru lo yang kemakan rayuan Arkan! dia itu ga baik buat lo! dia cow.."
"Stop! stop lo jelekin Arkan depan gue!" Freya menyela sebelum Richo menyelesaikan ucapannya, "Dia..temen terbaik yang pernah gue kenal! gue ga akan biarin satu orang pun jelekin dia di depan gue termasuk elo!" telunjuk Freya tepat di wajah Richo membuat cowok itu tak habis pikir, sebegitu sayang Freya pada Arkan.
"Oke, gue juga ga akan maksa lo buat percaya. Tapi suatu saat nanti lo akan tahu semuanya." Richo mencoba untuk bersabar, Freya memang tidak gampang percaya dengan orang lain apalagi Richo musuhnya sendiri.
Saat ini Richo harus mencoba untuk mencari bukti yang kuat untuk Freya mempercayainya bahwa teman yang selalu di banggakannya itu adalah teman yang hanya bisa menghasut bukan teman yang menjadi kebangaannya.