Devan tersenyum manis. Dia menggenggam kedua tangan itu lembut. Devan sangat merindukannya. Dia merasa lega dan tenang, akhirnya bisa bertemu kembali setelah beberapa hari tidak bertemu secara langsung. Walau terkadang Devan menghubungi lewat video call, namun itu semua tidak lah membuatnya merasa nyaman. Bertemu dengan tatapan paling utama memang, Richo sendiri berpikir seperti itu.
"Bukannya ga mau ke sini?" Devan bertanya ketus. Dia tidak pernah berniat untuk melontarkan itu, padahal tidak ingin jauh juga.
"Yaudah, lepasin tangan, Freya."
Devan terkekeh pelan. "Becanda kali, serius amat."
Freya menaikan dagunya. Cowok itu memang sok jaim. Padahal sedang merindukan adiknya. Kenapa harus berpura – pura tidak menginginkan kehadiran Freya? Devan mulai menjadi orang muna.
"Freya 'kan emang selalu serius."