"Sejak kapan kamu dekat dengan, Richo? Kenapa dia manggil kamu dengan sebutan, sayang? Apa kalian pacaran tanpa bilang ke Papa?"
"Iya dek, kapan kalian pacaran? Kok udah sayang-sayangan aja."
Sarapan pagi ini dapat pertanyaan yang bertubi-tubi untuk Freya, cewek itu memelankan kunyahan di mulutnya.
"Apaansi orang aku gada hubungan apa-apa, si Richo 'nya aja yang kecentilan." balas Freya sedikit sewot.
Gibran memicingkan mata, "Beneran? Tapi Papa harap juga kamu jangan sampai ada hubungan spesial.. Papa gabakal restuin soalnya."
Freya tersenyum senang, lagipula mana ada dia menyukai musuhnya sendiri.
Devan menautkan alis, "Emangnya kenapa, Pa? Bukannya bagus biar nanti Freya bisa di jagain sama pacarnya?"
Cewek itu meringis mendengar penuturan Devan. Freya kira Devan akan berpihak padanya nyatanya memang sulung Ravindra itu tidak akan puas jika tidak meledeknya walau sehari.
"Teman kerja Papa itu pernah melihat Richo dalam keadaan mabuk, lagi dia sering tawuran. Papa tidak ingin jika pergaulan Freya tidak baik." Freya teriak dalam hati, bersyukur Papa 'nya ini juga tidak menyukai cowok brengsek itu. Tapi Freya tercenung mendengar ucapan Gibran tentang Richo yang sering tawuran, hatinya mendadak bergumuruh.
Devan mengangguk sambil menggigit roti terakhirnya.
"Freya.. sekolah kamu baik-baik saja 'kan? Kamu tidak berbuat ulah?"
Devan menyahut, "Tenang aja, Pa. Freya 'kan anak baik, ga mungkin dia macem-macem apalagi sampe ikut geng tawuran, walaupun dia pernah buat orang sampe di bawa ke rumah sakit tapi Freya lakuin itu karena menjaga dirinya." Devan melirik Freya dengan tawa guyon membuat cewek itu mendengus.
Menjahili Freya memang sudah terbiasa Devan lakukan, senang jika membuat adik semata wayangnya itu menjadi ketakutan kala Devan membongkar bahwa Freya juga sering tawuran dan lawannya adalah Richo.
"Yaudah Pa, Kak... aku berangkat, ya." Freya bangkit dari duduknya sebelumnya dia mencium kedua pipi Papa 'nya.
"Kakak ga di cium nih?" Devan cemberut meniru anak kecil yang minta sesuatu.
Freya menatapnya jijik, "Ogah ah.. Bye, Pa."
Devan mendengus menatap Freya yang sudah berlari ke luar rumah.
"Devan. Papa mau kamu cari mata-mata yang bisa ngikutin kegiatan Freya kemanapun." perintah Gibran membuat Devan tersenyum smirk.
Dengan antusias tangan kanan Devan terangkat ke depan pelipisnya, "Siap, Pa."
**
"Ar, gimana lo sekarang? udah mendingan?" tanya Trian sambil memakan kacang atom.
Arkan mengangguk, "Lumayan lah."
"Kalo si Galen gimana, ya? dia masih di rumah sakit kah?" tanya Guntur kemudian, pasalnya kemarin mereka semua tidak sempat menjenguk temannya yang satu lagi.
"Lah iya si Galen. Gue sampe ga kepikiran sama itu anak jerapah satu, gimana ye keadaannya sekarang." pungkas Trian.
Arkan sebenarnya tidak peduli, namun saat Freya mendekat ke arah tempat duduknya Arkan langsung berdeham.
"Gue juga gatau." kata Arkan.
Freya memandang semua temannya, "Pada kenapa?" cewek itu menarik bangku kosong yang berada di samping Milano.
"Ini, Ya. Arkan sama yang lain belum tau keadaan Galen sekarang, kemarin 'kan kita langsung balik gada kabar juga dari lo kalo mau jenguk Galen. Kita juga sampe lupa si, kalo Galen sampe di rawat." jelas Milano.
Freya terkejut, "Loh bukanya Galen kemarin di anterin Arkan ke rumahnya?" Freya semakin bingung, temannya sampai di rawat 'pun tidak tahu.
"Waktu lo semua berangkat ke gedung sekolah itu, gue dapet kabar kalo Galen masuk ke rumah sakit itupun gue di telfon sama asistennya." terang Arkan yang membuat Freya menatapnya.
"Terus kenapa lo ga kabarin gue?" Freya sedikit membentak, Arkan tercenung balas menatap Freya dengan tajam, "Lo yang kemana tadi malem? gue ke rumah lo! tapi lo gada gue telfon juga lo ga angkat!" Arkan memekik sampai menggebrak meja membuat temannya disana terlonjak kaget.
Freya bergeming, itu semua bukan salah Arkan. Justru dia yang teledor lupa tidak membawa handphone 'nya ke acara makan malam terkutuk itu.
"Sorry, tadi malem gue bokap sama kak Devan ada acara.. jadi gue lupa kalo hp gue ada dalam tas." tutur Freya merasa bersalah.
Arkan membuang napas kasar.
"Kalo gitu pulang sekolah nanti...kita semua harus jenguk Galen, itu anak pasti nyangka kalo kita ga peduli sama dia." usul Trian yang di angguki semua temannya tanda setuju.
Arkan dan Freya mengatur siapa saja yang harus ikut dan yang pulang ke rumah saja, karena jika terlalu ramai-ramai menjenguk Galen di rumah sakit takutnya rumah sakit tersebut tidak mengizinkannya untuk masuk.
"Gue Arkan sama Trian aja, ya. Sisanya langsung pulang ke rumah jangan sampe ada yang keluyuran, gue takutnya Richo buat ulah lagi." perintah Freya langsung di setujui akhirnya mereka pergi menggunakan motor masing-masing. Sesampainya, Trian tidak sabar membuka pintu kamar rawat Galen. Langsung menepuk tangan Galen dengan keras membuat cowok tinggi yang masih terbaring itu meringis kesakitan.
Freya ikut menggeplak tangan kiri Trian, "Lo jangan kasar dong, kasian itu si Galen." Trian mengusap tangannya yang terasa perih, "Lo juga kasar anjir nge–gaplok tangan gue!"
Arkan melerai, "Udah jangan berisik, tujuan kita kesini 'kan buat jenguk. Bukan buat berantem di depan orang sakit." Galen menatap Arkan dengan tatapan yang menusuk seakan Arkan adalah orang yang paling munafik di antara temannya yang lain.
"Galen. Sorry banget, gue gatau kalo lo masuk rumah sakit..soalnya si Arkan sama Trian baru kasih tau gue pas di sekolah tadi." ucapan Freya membuat Galen tersenyum, "Ga pa-pa kali, Ya. Gue juga besok udah bisa pulang, tapi makasih udah mau sempet jengukin gue."
"Makasih 'nya sama Freya aja nih? gue sama Arkan ada disini loh, Len. Lo ga liat apa?" Trian menyindir, Galen terkekeh, "Iya makasih buat lo berdua juga udah jenguk gue disini."
"Nah gitu dong. Dengernya 'kan enak." Trian terlalu banyak mau.
"By the way. Ya, lo kemarin tawuran lagi?" Galen bertanya lemas karena kondisinya belum begitu stabil.
Freya mengangguk, "Iya, gue sama yang lain ngehajar Richo sama geng 'nya."
Trian menjetikan jari, "Ah, iya gue baru inget." Freya, Arkan dan Galen menatap Trian kebingungan, "Lo berdua pasti kaget kalo gue cerita waktu berantem kemaren."
Arkan menaikan satu alis menunggu teman cungkringnya untuk cerita.
"Emang kemarin kenapa, Yan?" Galen bertanya penasaran.
Trian mengelus dagunya alisnya dia naik turunkan membuat Galen dan Arkan menatapnya jengah, sempat-sempatnya dia bercanda pikir dua cowok itu.
"Jadi gue–––"
Trian langsung memotong ucapan Freya, "Kemarin tuh di geng 'nya si Richo ternyata ada satu pemuda yang baik hati menolong kepala, Freya." Galen dan Arkan menautkan alis kebingungan masih belum paham ucapan Trian.
"Trian, lo cerita apa si! Galen sama Arkan ga ngerti 'tuh." Freya langsung protes sedangkan Trian terbahak-bahak.
"Maksudnya? ada cowok yang bantuin, Freya?" tanya Galen membuat tawa Trian mereda, "Iya gitu pokoknya." balas Trian.
"Siapa?" tanya Arkan.
"Kalo gasalah itu namanya...Marvin. Iyakan, Ya?"
Freya diam tidak menjawab, cewek itu yakin setelah ini Arkan pasti akan menanyakannya bertubi-tubi.