Dewa POV.
"Dit, malam ini gue nginep rumah lu ya? Bokap gue belum balik soalnya, males gue sendirian di rumah." ucap gue.
"Lu males apa takut Wa di rumah sendiri? hhhahaha," balas Dito sambil cengengesan..
"Males gue Dit, gak ada yang bisa gue ajakin main game di rumah, ya masak gue ngajakin mbok Jum sih buat main game." gerutu gue.
"Ya gak papa Wa, kali aja mbok Jum lebih jago daripada lu atau bokap lu."
"Jadi gue boleh gak nih nginep di rumah lu? apa jangan-jangan, lu mau bawa cewek ya ke rumah? mentang-mentang 'bonyok' lu juga gak ada di rumah?"
"Yaelah, udah emosi bae lu Wa, boleh kok boleh. Tapi kalau lu kalah main game, lu harus ngelakuin apa yang gue suruh ya? Gimana?" tawar Dito.
"Hmmmmm, oke. Siapa takut, palingan elu lagi yang kalah dari gue kayak biasanya."
"Hey, untuk nanti malem pasti gue Wa yang menang. Jadi lu harus siap-siap ya buat kalah taruhan," jawab Dito percaya diri.
"Oke-oke, yaudah yuk balik!" ajak gue sambil bergegas ke parkiran kampus.
"Tungguin Wa, kayak mau ketemu cewek cakep aja jalannya buru-buru gitu." balas dito sambil ngejar langkah kaki gue.
Sesaat setelah kita berdua sampai di parkiran, mata ini menangkap segerombolan cewek-cewek yang udah sering gue liat selama di kampus ini. Siapa lagi kalau bukan Ara dan teman cewek lainya, yang tak lain adalah temen sekelas gue.
O iya gue inget, katanya kan mereka ada acara sepulang dari kampus, makannya mereka gak bisa memulai tugas kelompok hari ini di rumah Dito. Lalu muncullah ide gila gue yang malah disetujui sama Dito.
"Dit, kita ngikutin mereka dulu aja gimana?" ajak gue.
"Siapa?" tanya Dito.
"Itu," jawab gue sambil nunjuk kearah Ara dan yang lainnya.
"Pasti ada udang di balik bakwan nih? Gak biasanya lu ngajak gue buat ngikutin cewek dengan cara kayak begini."
"Enak dong kalau gitu. Udah ah ayo! nanti ketinggalan sama mereka," ajak gue sambil bergegas masuk mobil.
Sesampainya di mobil, dengan muka penasaran Dito mengintrogasi gue dengan segala pertanyaan yang menuntut jawaban dari gue.
"Lu kenapa tiba-tiba begini, Wa?" tanya Dito.
"Begini gimana Dit, maksud lu?"
"Ya ini, sikap lu yang kayak bukan Dewa temen gue dulu. Lu biasanya gak pernah senekad ini buat ngikutin cewek, apalagi diantara mereka gak ada yang sesuai sama tipe kriteria idaman lu. Apa jangan-jangan?" tanya Dito penasaran.
"Gue juga gak tahu Dit, yang jelas gue lagi pengen ngikutin mereka." jawab gue dengan ekspreisi heran.
"Siapa cewek itu Wa? O iya. Gue baru inget sesuatu," ucap Dito.
"Inget apaan lu?" tanya gue.
"Pas awal kita perkenalan sekelas waktu itu, lu pernah bilang manis-manis kan? Pasti si manis itu ada diantara mereka? Iya kan? Hayoo ngaku lu Wa ke gue!" ucap Dito lagi.
"Ah berisik banget lu dit, gue gak bisa fokus nih ngikutin mereka. Nanti aja ceritanya, yang penting kita bisa ngikutin mereka dulu aja. Oke!"
"Okelah oke, awas aja lu kalau gak cerita-cerita ke gue soal ini, bakal gue sunatin dua kali lu nanti." ancam Dito.
"Oke oke."
Setelah nerima jawaban dari gue, Dito bener-bener langsung diem sepanjang jalan. Disaat dia diem, gue malah bingung dan memikirkan tentang sikap gue yang dengan nekadnya ngikutin Ara kayak gini. Wah, ini bener-bener bukan diri gue yang sebenarnya.
"Wa, Wa, mereka kayaknya mau karaokean tuh. Kita mau ikutan masuk juga gak ke sana?" tanya Dito.
"Gak usah lah Dit."
"Masuklah Wa, nanggung nih." ajak Dito.
"Yaudah deh kalau gitu, tapi keluarnya nanti aja nunggu mereka masuk dulu," belum selesai gue ngomong si Dito udah main keluar mobil aja nyamperin si Ara.
"Dasar kutu tu orang, maen keluar aja." gerutu gue di dalem mobil.
"Hai girls?" ucap Dito.
"Oh hai," balas Dewita kaget tapi langsung berubah ekspresi setelah tahu kalau yang nyapa Dito.
"Lagi pada ngapain nih di sini?" tanya Dito.
"Mau sing a song di dalem, Dit. Lu sendiri ngapain di sini? Sendirian lagi?" balas Dewita.
"Ooh, seru tuh kayaknya. Gue cuman mau ke cafenya aja kok, mau makan. Gue juga ke sini sama Dewa, noh dia." balas Dito sambil menunjuk kearah cowok yang semakin mendekat dengan posisi mereka.
"Ooh, sama Dewa. Kirain gue sama cewek lu Dit?" ucap Ara dengan senyum jahil kearah Dewita, dan Dewita pun hanya membalas senyum Ara dengan tatapan kesal.
"Gue masih free Ra, lebih tepatnya belum ada yang mau sih. Hhhahaa," balas Dito sambil menertawakan ucapannya sendiri.
"Hai," ucap gue.
"Hai Wa," balas semua cewek kecuali Dewita.
"Yaudah kita masuk duluan ya, takut room nya udah penuh kalau jam segini belum booking." ucap Nisa.
"Oh oke, have fun ya kalian!" balas gue sambil melepas kepergian mereka berenam dan menatap lekat ke sosok wanita yang buat gue jadi kayak gini, Ara.
"Woy, jangan diliatin mulu. Ambillah! Keburu dibawa orang lain tuh cewek." ledek Dito.
"Bisa aja lu Dit, yaudah yuk masuk!" ajak gue.
"Tapi kita makan aja ya, Wa? Gue lagi gak pengen nyanyi soalnya."
"Okey deh, gue juga lagi gak pengen kok."
Beberapa saat setelah kita sampai cafe dan menunggu makanan datang, Dito memulai pertanyaan introgasinya lagi ke gue.
"Lu lagi penasaran sama Ara ya, Wa?" tanya Dito.
"Kok lu bisa nebak kalau itu Ara, Dit?"
"Keliatan kali Wa, di mata sama jidat lu tuh udah terpampang jelas nama dia."
"Banget ya, Dit?" tanya gue lagi, dengan ekspresi kayak anak kecil yang lagi ketahuan boong.
"Banget-banget Wa."
"Awas lu ya, bocor." balas gue sambil nunjuk kearah mulut Dito.
"Gak gue bocorin juga bakalan ketahuan Wa, asalkan orang yang ngeliat ekspresi lu itu punya penglihatan kayak gue." jawab Dito penuh percaya diri.
"Iya deh iya, gue percaya kok sama temen gue yang sok jagoan ini, hhahahaha." ledek gue ke Dito.
"Rese lu Wa."
Setelah selesai makan, kita bergegas pulang menuju rumah Dito. Gue minta Dito buat bawa mobil dengan alasan gue capek., padahal sebenarnya otak dan pikiran gue lagi penuh buat memikirkan seseorang. Kalau misalnya gue paksain buat nyetir, takutnya gue gak fokus sama jalanan. Kalau terjadi sesuatu yang buruk sama kita kan bakal bikin banyak orang susah, terlebih ayah dan keluarga Dito pastinya.