Chereads / Love Rain / Chapter 8 - Si Anak SMA

Chapter 8 - Si Anak SMA

Pagi ini gue bangun lebih awal, mendahului set alarm yang gue pasang semalam. Sebenarnya ingin lanjut tidur lagi, tapi takut malah bangun kesiangan nantinya. Pikir gue sekali-kali lah gue berangkat ke kampus tanpa harus terburu-buru dan berlarian menuju kelas.

Gue menuruni anak tangga dan menuju meja dapur sambil menuangkan air putih ke dalam sebuah gelas. Mencuci muka di keran zink dapur dan menyalakan kompor untuk memasak air dan menyeduh hot choco di sebuah mug kesayangan bergambar karaktek baymax.

Sembari menunggu air mendidih, gue membuka kulkas dan mengeluarkan beberapa macaron dari dalam kulkas.

Hot choco udah tersaji nikmat disebuah mug, harumnya bikin gue makin fresh dan rileks. Tangan kiri memegang hot choco dan tangan kanan memegang piring kecil berisi beberapa macaron. Bagi gue, makan dan minuman manis tuh penghilang energy negative dalam diri gue.

Gue akan merasa lebih baik setelah mengkonsumsi makanan manis tersebut, asal masih dalam batas wajar makanan tersebut tidak akan membahayakan gue. Sambil berjalan keluar dari dapur, gue menuju meja dan kursi yang menghadap ke view perkotaan apartemen, gue letakkan semua makanan yang gue bawa dan mengambil sebuah buku untuk menuliskan sesuatu di sana.

Sebelum tidur dan sesudah tidur, gue pasti nulis sesuatu di buku tersebut sambil dengan menyesap makanan dan minuman manis. Terkadang pagi-pagi gue ngerasa nemuin bahan cerita untuk project novel gue, seperti pagi ini contohnya.

Maka setelah menulis di buku tersebut gue langsung beralih ke sebuah laptop yang selalu ada di atas meja ini lalu menuangkan ide cerita yang udah ada di otak. Setelah selesai menuangkan ide cerita, gue akan membaca lagi apa yang gue tulis dan mengecek jika ada typo-typo bertebaran, baru deh gue kirim bahan cerita itu ke editor.

Tanpa sadar adzan subuh telah berkumandang, gue rapikan segala hal yang gue lakuin tadi dan bergegas memasuki kamar mandi untuk mensucikan diri lalu mendirikan sholat.

Selesai sholat, gue memasuki sebuah ruangan kecil berukuran 2x3 meter. Ruangan ini gue desain sendiri, walau tidak menggunakan dinding solid setidaknya ruangan ini mampu menampung segala hal yang tidak ingin gue bagi ke orang lain. Ini adalah secret room gue di apartemen ini, saat di rumah pun gue memiliki secret room tapi lebih besar dari ini.

"Oh, ternyata gue punya orang baru lagi semalem, thanks macaronnya." ucap gue tersenyum sambil memperhatikan sesuatu.

Setelah gue selesai dengan kegiatan di ruangan ini, gue bergegas keluar merapikan buku yang harus gue bawa ke kampus pagi ini.

Dering ponsel berbunyi

Tertera dengan jelas nama "Dewita Kampus" di ponsel gue.

"Iya, Wit. Ada apa?"

"Wah, tumben lu udah bangun. Padahal niatnya gue mau bangunin elu tadi."

"Udah dong, sekali-kali jadi anak rajin juga Wit. Kasihan pintu kelas gue tabrakin mulu kalau gue ngampus, hahaha."

"Iya deh, tapi emang kasian pintunya sih Ra. Lu tabrakin mulu, padahal kan mereka gak salah. O iya, nanti jangan lupa kita ke rumah Dewa buat ngerjain tugas. Jadi, lu gak usah bawa motor ya! Dititipin kayak biasa aja, nanti gue anterin lagi buat ambil motor." ucap Dewita.

"Okey, nanti gue titipin motornya ke rumah ibu kantin kalau gitu."

"Yaudah yuk jalan! Ada kelas pagi kan? Nanti kita ketemu di parkiran ya!"

"Okey siap Wit, see you."

"See you too, Ra." ucap Dewita sambil memutuskan telfon.

Sebelum berangkat ke kampus gue mengecek lagi isi dalam tas gue, karna dirasa udah gak ada yang tertinggal gue pun melangkah menuju pintu utama. Betapa kagetnya gue setelah membuka pintu utama, ada punggung lebar berdiri membelakangi pintu apartemen gue.

"Astaqfirullah," ucap gue reflek beristiqfar.

"Kak Ara, maaf. Aku ngagetin ya?" ucapnya sambil berbalik menghadapku.

"Ah, ternyata elu." ucap gue terbata, lebih tepatnya berusaha mengingat sesuatu sih.

"Boleh minta tolong gak kak?"

"Tolong apa, Sam?" ucap gue lebih santai karna akhirnya gue ingat sesuatu.

"Aku boleh nebeng gak kak?"

"Nebeng? Maksudnya?" ucap gue bingung.

"Nebeng ke sekolah kak, aku udah telat banget kak soalnya." pinta dia .

''Wah, ini anak aneh nih." batin gue.

"Oke oke. Tapi gue naik motor, gak papa?"

"Itu lebih baik kak, jadi kita bisa lebih cepet di jam sibuk kayak gini."

"Yaudah yuk, jalan!" ajak gue.

Kita berdua berjalan beriringan menuju pintu lift, lalu melaju menuju tempat parkir apartemen.

"Lu sekolah di mana?" tanya gue.

"SMA tunas harapan kak."

"Wah, keren lu. Pasti lu pinter ya?"

"Hehehe, enggak juga kak. Kak Ara biasa berangkat kerja jam segini?"

"Enggak juga sih, hari ini gue libur kerja. Karna ada kuliah pagi aja makannya jam segini gue udah di luar."

"Oh, gitu. Untung hari ini kak Ara keluar, jadi aku bisa nebeng deh." ucap Sammy senang.

"Rejeki lu berarti."

Akhirnya kita sampai di parkiran, bergegas gue menuju motor kesayangan gue dan membuka jok untuk mengambil helm untuk Sammy. Untung sekolah ini anak searah sama kampus gue, jadi gue bisa tetep aman walaupun harus nganterin dia dulu ke depan sekolahnya.

"Kak, aku yang bawa aja ya motornya?" tawar Sammy.

"Ehh, gak boleh. Lu kan gak punya SIM, nanti malah ketilang polisi lagi. Udah, lu percaya aja sama gue."

"Aku udah punya SIM kak, kan aku udah 17 tahun."

"Ohh, tapi tetep gue aja yang bawa motornya. Okey?"

"Okey deh kak."

Gue melajukan motor untuk meninggalkan area apartemen lalu menuju ke sekolah Sammy dan berakhir di kampus gue. Aneh sih pagi ini, gue kayak seorang ibu yang lagi nganterin anaknya sekolah. Kalau anaknya masih SD mah mending, lah ini anak SMA. Bisa dikira gue lagi jalan sama berondong ini mah.

Gak begitu lama, gue udah sampai di gerbang sekolah Sammy, menepikan motor dan memberikan kode ke dia supaya turun. Terlihat masih banyak murid-murid yang berada di luar gerbang sekolah, berarti Sammy gak telat hari ini.

"Thanks ya kak. Aku jadi gak telat," ucapnya.

"Iya sama-sama, belajar yang baik ya."

"Oke kak."

"Yaudah gue jalan dulu ya."

"Tiati kak, sekali lagi makasih."

"Oke." ucap gue sambil mengangkat jempol tangan.

Dari sekolah Sammy ke kampus hanya butuh 10 menit, jadi gue masih ada waktu cukup buat masuk ke ruang kuliah tanpa telat. Dari pintu masuk parkir, gue udah ngeliat sosok wanita cantik berdiri di tempat parkiran motor siapa lagi kalau bukan Dewita temen terdekat gue.

Dia cuman geleng-geleng ke arah gue, mungkin dia udah nunggu lama di sana. Gue memakirkan motor di tempat dia berdiri, seolah dia udah booking tempat parkir itu buat gue.

"Sorry-sorry, gue lama ya?" ucap gue.

"Gila lu, Ra. Gue sampe lumutan di sini. Bukannya tadi kita berangkatnya barengan ya setelah selesai telfonan? Jangan-jangan tadi pas gue telfon lu baru bangun ya?" tanyanya.