Gue send message tersebut lalu memasukkan ponsel ke dalam saku celana, dan memutuskan untuk kembali ke kantor. Karena memang awalnya hanya datang ke cafe untuk perkenalan saja.
"Ric? Gue balik sekarang ya?"
"Yakin?"
"Iya. Lu berangkat ke sana kapan?"
"Besok Jun."
"Tiati ya! Sorry gue gak bisa nganterin."
"It's oke Jun. Lu mau ke cafe aja udah bikin gue seneng kok."
"Yaudah kalau gitu, gue pergi sekarang ya?"
"Iya, tiati bro!"
"Siap, nanti gue kabarin kalau gue dateng ke cafe."
"Ok brother."
~~~~~
"Surprise? Dari Hongkong?" gerutu Ara.
Ara baru sempat baca pesan Juna saat ia selesai bekerja, lebih tepatnya saat udah ada di dalam ruang loker untuk ganti baju.
Sesampainya di apartemen…
Ara sudah fresh dengan rambut yang masih terurai basah, menandakan jika dia habis keramas sepulang kerja dari cafe. Ara mengambil sesuatu di dalam kulkas sambil menunggu air mendidih untuk membuat segelas hot choco. Saat segelas hot choco sudah tersaji, Ara beranjak menuju sofa ruang tamu dan menyalakan sebuah dvd.
"Gue butuh asupan film romantic nih di dalam otak, biar bisa lebih nyatu saat bikin dialog scene romantic di novel yang sudah memiliki beberapa draft tersimpan," pikir Ara.
-->Ara
Gue memutuskan untuk menonton sebuah film dari negara gajah putih, negara mana lagi kalau bukan negara Thailand. Film ini bergenre drama romantic yang mengisahkan tentang sebuah cinta yang terpendam dan berakhir dengan penyesalan diakhirnya.
Review-reviewnya sih bilangnya bagus, dan mereka mewanti-wanti untuk menyediakan tissue jika ingin menontonnya. Gue download illegal disalah satu situs , buat kalian jangan dicontoh ya! Hehehe
135 menit kemudian…
Gila, ini film bener-bener bikin mata gue sembab karna nangisin jalan ceritanya yang epic. Si cowok baru sadar, kalau selama ini si cewek yang datang terlambat saat masa orientasi mahasiswa baru bareng dia waktu itu, ternyata memiliki rasa suka terhadapnya. Dan dia juga baru menyadari kalau dia memiliki rasa ke cewek itu saat si cewek pergi ke Jepang untuk mewujudkan mimpinya berkeliling dunia untuk merasakan hidup bebas.
Sedangkan selama mereka berdua dekat, si cowok malah asik ngejar kakak angkatnya di kampus, dan ternyata si senior itu tidak memiliki perasaan yang sama seperti si cowok.
"Dasar cowok gak peka?" gerutu gue.
O iya, apa gue nyatain ke Dewa aja kali ya, soal perasaan gue?
Tapi bentar deh! Perasaan gue ini beneran suka atau lain nih ke Dewa?
Terus kayaknya, gue terlalu tua bagi Dewa yang masih dibawah 20 tahunan deh.
Bisa-bisa diketawain Juna gue kalau sampai jadian sama berondong.
Iihh, kenapa selalu nyangkut ke Juna mulu sih?
Mending gue tidur aja deh, daripada nanti nyangkut ke Juna lagi ke Juna lagi.
~~~~~
Seperti biasa, Ara terbangun di tengah tidurnya. Ia mengambil sebuah ponsel yang terletak di nakas dekat tempat tidurnya. Melihat ke sebuah layar ponsel yang menyala dengan menunjukkan jam digital pukul 02.30 am. Ara bangun sesaat lalu melihat ada notifikasi pesan chat masuk.
#####
"Awas ya kalau nanti bolos kerja!"
Dari Juna
"Juna?" Ara tersenyum lirih di atas tempat tidur.
Ara memutuskan untuk turun ke bawah membuka dan membaca buku hariannya. Setelah selesai membacanya, Ara langsung berpindah membuka sebuah laptop dan langsung membuka file draft tentang novelnya. Ara seperti kerasukan, ia sangat lancar mengetikkan sesuatu di atas keyboard laptop kesayangannya.
Terkadang tangan kanannya membenahi kacamata yang terlihat menurun karna tidak mampu bertahan lama di hidungnya yang tidak terlalu mancung. Mengetikkan sesuatu, diam sesaat, lalu mulai mengetik dengan lancar kembali.
"Sepertinya judul ini cocok," ucap Ara di akhir ketikannya.
Ara membaca ulang kembali apa yang telah ia tulis sedari tadi, memastikan sesuatu lalu menghempaskan nafas lega.
"Akhirnya, gue send sekarang ajalah."
Satu folder yang berisi beberapa file word ia archive dalam format RAR, lalu ia send ke salah satu email milik editor penerbit tempatnya bernaung. Setelah terkirim, ia mematikan laptop dan mengambil ponsel yang tergeletak di sebelah laptonya dan mengetikkan sesuatu di sana.
"Gue harus siap-siap buat sholat subuh dan berangkat kerja, bakalan gue buktiin ke Juna. Gue gak akan bolos hanya karna dia ada di cafe sekarang," ucap Ara yakin.
~~~~~
-->Ara
Kamis pagi yang cerah.
"Pagi chef Bimo?" sapa gue riang.
"Pagi Ra, riang banget pagi ini? Kemarin keliatan khawatir banget."
"Harus dong chef, ada yang bisa aku bantu gak chef? Nanti setelah aku selesai di area depan, aku bantuin chef Bimo."
"Gak ada Ra, hari ini anak-anak bagian dapur udah pada datang lebih cepet tadi."
"Oh gitu, kalau gitu Ara langsung ke depan ya chef?"
"Iya Ra. O iya, kamu udah obrolin soal jadwal kuliah?"
"Belum chef, rencananya hari ini. Tinggal nunggu pak Junanya aja kalau datang."
"Semoga dipermudah ya Ra?"
"Aamiin ya Allah, makasih ya chef?"
"Iya Ra."
Setelah mengobrol sesaat dengan chef Bimo, gue memutuskan untuk ke loker dan langsung menuju area depan cafe atau area bagi pengunjung. Membersihkan meja dan kursi serta menyiram berbagai tanaman hias yang ada di dalam cafe. Pak Rico sangat menyukai berbagai jenis tumbuhan, banyak tanaman yang pak Rico tempatkan di area cafe.
Bahkan di setiap meja pengunjung, ada sebuah pot kecil yang ditempatkan di sana. Tanaman yang ditempatkan di meja pengunjung berjenis kaktus, berbagai jenis kaktus terlihat di atas meja semua pengunjung.
"Juna datang jam berapa ya? Awas aja kalau dianya malah gak dateng," ucap gue lirih.
"Saya udah dateng Ra dari tadi," ucap seseorang di belakang gue.
Gue menoleh perlahan, ingin memastikan apakah benar ada seseorang di belakang gue. Mengingat gue tadi sendirian saat merapikan area depan ini.
"Juna?"
"Pak Ju…na," ucapnya menegaskan.
"Emmm, iya pak Juna, maaf."
Ini anak kesambet apaan sih? Pagi-pagi udah ngeselin.
"Kenapa nyariin saya?"
"Gue maaaaw…emm, maksudnya saya mau membicarakan sesuatu pak."
Gue udah biasa ngobrol dengan panggilan lu gue, tiba-tiba harus berubah gini. Jadi aneh bagi mulut gue.
"Baiklah, nanti setelah kamu selesai dengan pekerjaan ini. Kamu bisa ke ruangan untuk menemui saya."
"Iya Jun, eh… maksudnya baik pak."
Lalu si Juna pergi gitu aja tanpa bilang apa-apa ke gue, bahkan menoleh pun tidak.
Dasar ni orang, kenapa jadi ngeselin gitu sih tu anak?
"Ra ra ra, lu ngomongin apaan sama pak Juna?" tanya Lala.
"Mau ngomongin soal jadwak kuliah La."
"Pak Juna ganteng banget ya?"
"Iya sih, tapi ngeselin."
"Ngeselin gimana?"